Tingkatkan Sensitiftas, Guna Melihat Tanda-Tanda Peluang Bisnis di Sekitar
Kondisi pandemi yang berdampak pada krisis ekonomi global, hampir melibatkan berbagai sektor. Adaptasi terbaik ialah menerapkan fleksibiltas, dengan upaya fokus pada peluang-peluang yang memungkinkan untuk mampu bertahan. Gede Indra Atmaja pun mengambil langkah bijak tersebut, dalam usahanya yang bergerak di bidang desain, dengan nama komersil “CV Bello Desain”, agar rantai koneksi dengan klien tetap terjalin, bahkan membangun calon klien baru.
Gede Indra tak mungkin terlalu lama mengendap dalam ketidakpastian pandemi. Opsinya, peka pada peluang-peluang baru yang datang dari respons perilaku manusia, akibat adanya regulasi yang mengharuskan mereka lebih banyak beraktivitas di dalam rumah. Pengamalan tersebut pun membuktikan, dengan lebih memiliki waktu luang untuk diri sendiri, pun sekaligus mulai merembet ke hal-hal di sekitar, yang biasanya sering kali terlewatkan atau ditunda dalam pengaplikasiannya.
Berlokasi di Jl. Yudistira No.17, Kendran, Buleleng dan Denpasar, Bello Desain sudah piawai dalam meng-handle proyek di wilayah Bali dan sesekali menerima proyek dari Jawa. Jauh sebelum mendirikan perusahaan di tahun 2013, Gede Indra menceritakan, ia sudah memiliki hobi menggambar sejak masih TK. Detailnya, saat itu ia diajak pamannya naik dokar dan ia sudah tertarik membuat sketsa wajah, yang bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, lebih umum menggambar pemandangan yang tak memikirkan gelap terangnya goresan.
Dari bakat tersebut, orang tua yang berprofesi sebagai guru, mendukung daya seni Gede Indra, dengan mendaftarkannya di SMKN 3 Singaraja, pada jurusan Teknik Gambar Bangunan. Kendati lingkungan teman-temannya saat itu berasumsi, bahwa lulus dari SMA akan memberikan peluang lebih luas untuk memilih jalur apapun nantinya. Pria asal Banyuasri, Singaraja ini, tetap percaya diri dengan pilihannya, terlebih kurang ada passion pada bidang sains, berbanding jauh pada hobinya dalam seni rupa.
Masuk ke Jurusan Teknik Gambar Bangunan, menjembatani Gede Indra untuk lebih mendalami kegemarannya. Ia kemudian maju ke tahap program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Kencana Adhi Karma, yang berlokasi di Renon. Hingga, demi semakin menjanjikan kariernya di masa depan, anak pertama dari dua bersaudara ini, melanjutkan ke Institut Teknologi Surabaya (ITS) Jurusan Teknik Sipil. Perantauannya selama 4 tahun, ternyata tak hanya intens dalam pengembangan segi ilmu. Sebagai pendatang, tinggal di wilayah yang berbeda suku, memantiknya sebagai warga asli Bali, ia rasakan cukup dipandang istimewa oleh orang-orang di sana.
Toleransinya pun semakin kental terasa, karena tak hanya dirinya berbeda asal, tapi kebhinekaan itu datang dari Sumatera, Lombok, Kalimantan dan sebagainya. Di sela-sela masifnya perkuliahan, ia juga terlibat dalam kegiatan sosial yang diadakan warga setempat.
Sudah lumrah didengar, mahasiswa tingkat atas mulai terlibat dalam proyek-proyek yang tengah dijalankan oleh dosen mereka. Gede Indra pun tertantang untuk mencoba pengalaman yang sama seperti proyek Rumah Sakit Islam di Malang, yang ia ungkapkan bukan dilakukan sekedar mendapatkan fee dari dosen, tapi lebih mengkaji situasi lapangan sebenarnya, yang sejatinya sudah menjadi napas sehari-hari anak teknik.
Merepresentasikan Kreativitas Siswa SMK melalui Bello Desain
Tak hanya dipercaya menggarap satu proyek, ada sekitar empat proyek lagi juga sukses ia tuntaskan bersama teman-teman tim, hingga setelah sempat dispensasi, ia bersyukur berhasil lulus tepat waktu. Tiba memasuki dunia kerja, Gede Indra terpanggil untuk mengajar di almamaternya dahulu, di SMKN 3 Singaraja. Tiga tahun berpengalaman dalam mendidik, khususnya di bidang yang ia geluti, ia mendapati realitas bahwa siswa-siswinya memiliki potensi yang gemilang di ranah tersebut, namun belum ada wadah untuk merepresentasi kreativitas mereka. Dari kondisi tersebut, Gede Indra akhirnya memanfaatkan garasi rumahnya untuk mendirikan “Bello Desain” di tahun 2013. Kata “Bello” sendiri, merupakan nama panggilan Gede Indra semasa kuliah, yang dicetuskan dari salah satu temannya yang berasal dari Lombok. Dalam bahasa pulau tersebut, “Bello” berarti “Panjang/Tinggi” sesuai dengan postur tubuhnya.
Di awal merintis, Bello Desain mengerjakan proyek mendesain tiga rumah milik teman dari Gede Indra, dengan bayaran Rp300.000 yang kemudian dibagi lagi dengan makelar. Setelah rampung, ia masih enggan untuk mem-posting hasil karyanya di platform media sosial, masih menyandarkan promosi usaha sepenuhnya pada gaya bahasa mulut ke mulut. Menyaksikan hal tersebut, sang istri, Dian Citra, yang juga sebagai influencer, memberikan saran untuk aktif mempromosikan karya Bello Desain di media sosial agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Dan cara ini pun berhasil menarik klien baik dari dalam maupun luar Bali.
Lima tahun berselang, Bello Desain mulai merambah proyek-proyek besar, diantaranya desain Perumahan Urban Heaven Residence, desain Bank Urban, desain MS Glow Aesthetic Clinic, desain The Blooms Garden, dan lain lain. Seiring kepercayaan dan permintaan yang datang meningkat, ia pun menambah spesifikasi studionya di bidang konstruksi dan interior.
Menginjak tahun 2019, seperti yang diketahui, pandemi Covid-19 mulai mencetak kasusnya di Pulau Dewata. Imbas dari wabah tersebut, beberapa klien di Jawa, memilih untuk membatalkan rencana proyeknya. Alhasil,
Gede Indra harus mencari referensi selanjutnya untuk mempertahankan benteng usaha. Ditemukanlah solusi, Gede Indra memilih fokus pada memaksimalkan peluang promosi proyek-proyek sederhana yang ditujukan orang lokal. Upaya tersebut, cukup rasional dan berhasil, agar Bello Desain tidak ‘tenggelam’ gara-gara pandemi. Selain itu, Bello Desain sendiri juga aktif dalam kegiatan sosial yang dinamakan “Bello Berbagi” yang rutin diadakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Di era new normal, Gede Indra bertarget ke depannya semakin membesarkan nama “Bello Desain” dengan menjangkau proyek-proyek ke seluruh Indonesia. Selain ‘mode bertahan’, ia berharap juga bisa mengeksplorasi tren-tren desain dan interior yang akan hadir ke depannya. Karena mutlak adanya, demi mampu terus hidup berdampingan dengan “perubahan”, masing-masing individu selain fleksibel berpikir dan beradaptasi, juga meningkatkan sensitivitas insting bisnis mereka, dengan ‘tanda-tanda’ peluang yang ada di sekitar.