Pembentukan Karakter Wirasusaha dari Pengangon Bebek hingga Pelajaran Merantau dari Orangtua
Pendidikan dalam keluarga, baik akademis maupun mengembangkan karakter anak, sudah turun temurun diterapkan sejak garis keturunan kakek nenek Made Sutawijaya, bahkan tidak menutup kemungkinan, orangtua kakek neneknya pun melakukan hal yang sama. Kini giliran Made Sutawijaya sebagai orangtua, memiliki keyakinan akan keberhasilan untuk meneruskan pola pendidikan keluarga tersebut kepada anak-anaknya, namun tidak dengan mewariskan ilmu akademis dan materi yang ia miliki, karena baginya setiap kelahiran manusia, memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya masing-masing, sebagaimana ia menghargai pilihan anak-anaknya untuk menghadapi masa depan.
Kisahnya berawal dari kehidupan kakek dan nenek Made Sutawijaya, berdasarkan pendengarannya dan disaksikan secara langsung oleh Made Sutawijaya, kakek neneknya awalnya bekerja sebagai petani sekaligus peternak sapi, mereka kemudian menambah lahan nafkah sebagai pengangon bebek, hingga sebutan dari masyarakat sekitar “mbah dan ‘kak bebek” pun disandang keduanya.
Kisahnya berawal dari kehidupan kakek dan nenek Made Sutawijaya, berdasarkan pendengarannya dan disaksikan secara langsung oleh Made Sutawijaya, kakek neneknya awalnya bekerja sebagai petani sekaligus peternak sapi, mereka kemudian menambah lahan nafkah sebagai pengangon bebek, hingga sebutan dari masyarakat sekitar “mbah dan ‘kak bebek” pun disandang keduanya.
Inspirasi Made Sutawijaya kian kuat pada kakek neneknya, saat menyaksikan hasil dari pengangon bebek, berhasil menyekolahkan anak-anak mereka hingga bangku kuliah, khususnya pada sang ayah (alm) yang berhasil terdaftar di Fakultas Kedokteran pada tahun 1963 hingga berhasil lulus pada tahun 1970. Setelah lulus, sang ayah yang sebelumnya bekerja sebagai dosen di Universitas Udayana bagian farmasi, yang juga sekaligus berstatus PNS, kemudian lebih memilih memanfaatkan ilmu yang dimiliki, dengan mengabdikan diri melayani masyarakat desa. Karena faktor kelangkaan profesi ayahnya pada masa itu, ayahnya pun dituntut untuk berpindah dari kabupaten ke kabupaten berikutnya, membuat Made Sutawijaya dan ketiga saudaranya yang lain pun turut serta mengikuti ke manapun ayahnya ditugaskan.
Menemukan Karakter Diri
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia Made Sutawijaya, ia semakin memahami bagaimana konsep ayahnya bekerja, di mana hampir 60-70% hidup ayahnya dihabiskan di pekerjaan. Meskipun lokasi praktiknya masih berada di Bali, namun bisa dikatakan ayahnya jarang menghabiskan waktu yang leluasa bersama keluarga. Hal ini yang kemungkinan membuat pria yang memiliki hobi traveling ini, tidak terpikirkan untuk melanjutkan profesi ayahnya.
Di samping itu, perhatiannya saat remaja sudah tercuri dari pekerja undagi atau sebutan bagi arsitek tradisional di Bali, yang tengah bekerja di rumahnya saat itu. Dan benar saja, setelah ditelusuri, kakek dan neneknya pun memiliki darah seni dalam menghasilkan karya seni layaknya seorang undagi.
Tiba masa memasuki gerbang kuliah, darah seni Made Sutawijaya, kemudian dilanjutkan di jurusan teknik arsitektur. Setelah tamat pada tahun 1998, tahun di mana terjadi kriris moneter, membuat pria yang juga pandai menari tarian baris ini, sempat selama enam bulan, kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Sembari mengisi kekosongan waktu tersebut, ia pun mengikuti kegiatan di LSM dan bersosialisasi di lingkungan dan mengenal berbagai karakter orang yang berbeda-beda.
Made Sutawijaya akhirnya memperoleh pekerjaan di sebuah perusahaan konsultan swasta di Renon, dan ia bekerja dalam kurun waktu yang singkat, yakni hanya selama enam bulan. Berbeda halnya saat ia beralih ke pekerjaan selanjutnya, di sebuah perusahaan milik warga asal Amerika, Mr. Antonio Ismael. Di perusahaan tersebut, ia tak hanya sekedar bekerja dan memperoleh gaji, secara keseluruhan, ia juga mendapat bimbingan langsung dari Mr. Antonio, baik secara teori maupun praktik. Apalagi setelah menganggur cukup lama, apa yang ia dapatkan di bangku kuliah, tiba-tiba blank begitu saja. Namun kondisi tersebut akhirnya terbayarkan selama lima tahun bekerja bersama Mr. Antonio, bahkan ia seolah sedang melanjutkan kuliah setara S2- nya di perusahaan tersebut.
Pengalaman Made Sutawijaya untuk bekerja di negara lain, semakin luas setelah bekerja di perusahaan tersebut. Ia sempat bekerja di Singapura, Thailand dan Afrika barat, yang membuat pekerjaannya begitu diapresiasi atas pengalamannya tersebut. Rasa percaya diri pun muncul, terlebih setelah pihakpihak yang berkompeten di bidangnya memberikan dukungan kepadanya untuk berdiri sendiri, membangun sebuah usaha.
Nama ‘Mayacasa House & Architect Studio’ pun disandang perusahaan Made Sutawijaya yang beralamat di Jl. Pulau Nias No.38, Dauh Peken, Tabanan. Di bangun dalam balutan konsep kerja project yang mengangkat kekhasan di mana project tersebut didirikan, juga dikombinasikan dengan permintaan klien dan trend baru yang mendukung dalam pembangunan karakter sebuah project.
Dalam konsep tersebut, sudah tidak terhitung projects yang telah rampung didirikan di antaranya, Blue Bali On Cluny di Singapore, Gitakala Resort di Nusa Penida, Menjangan Dynasty Resort di Pemuteran, Jukung Grill Resto di Grand Mirage Tanjung Benoa.
Selain fokus pada perusahaan, Made Sutawijaya juga mengarahkan kemampuannya sebagai orangtua untuk membebaskan keinginan anakanaknya dalam memilih jalan karier mereka. Bila memang ada yang mau meneruskan usahanya, ia dukung, bila harus berhenti di tangannya, tidak menjadi masalah baginya. Selama anak-anaknya memiliki pedoman yang tepat untuk lebih mengenal bidang yang akan mereka tekuni, ia akan memberikan dukungannya sepenuhnya.
Sebelum sampai pada tahap tersebut, hal terpenting yang tidak boleh terlewatkan ialah basic karakter pada anak, harus terlebih dahulu ditemukan. Pembentukan karakter pada anak tersebut pun, sebaiknya dilakukan tanpa campur tangan orangtua di dalamnya, karena bagi Made Sutawijaya, tanpa disadari, justru karakter yang dimiliki orangtua, yang didorong untuk berkembang dalam diri anak. Padahal hal ini bisa saja menjadi beban, bukan hanya bagi anak itu sendiri, tapi sangat memungkinkan beban tersebut juga dirasakan orangtua. Maka dari itu, dalam pendidikan keluarga, Made Sutawijaya pun berusaha bersikap terbuka dan memahami karakteristik dasar anak. Kemudian seiring pertambahan usia, dan sang anak memiliki karakter yang kuat, ia sebagai orangtua akan memberikan dukungannya dengan membukakan jalan, yang diharapkan sang anak akan memutuskan pilihan yang tepat dalam menentukan masa depan mereka.