Kejujuran sebagai Wujud Nyata Keberanian untuk Hadapi Tantangan Hidup Selanjutnya
I Made Wira Hanggajana, pemilik dari usaha Ophelos 77 Carwash, bisa saja dengan mudah direkomendasikan oleh ayahnya yang berprofesi sebagai dosen untuk menekuni profesi yang sama. Namun tawaran tersebut ditolak mentah-mentah olehnya dan lebih tertarik melanjutkan ke dunia pariwisata, yang ia saksikan saat itu lebih cepat memperoleh penghasilan. Seiring pemikiran dan pengalaman yang semakin terbuka, terlebih memiliki hobi otomotif, ia kemudian memilih menjadi pengusaha yang bertentangan keras dengan situasi lingkungan keluarga.
Dari keluarga besar I Made Wira Hanggajana, hanya ia satusatunya yang berprofesi sebagai pengusaha. Ayahnya sendiri merupakan seorang dosen di kampus Mahasaraswati, ibu sebagai bidan dan kakak adalah dokter. Hidup di lingkungan sebagai pekerja sempat membuatnya sulit mendapat dukungan untuk merinis sebuah usaha. Bahkan keluarga sudah pesimis lebih dulu saat mendengar keputusannya akan membuka usaha carwash. “Apakah akan ada yang datang untuk mencuci mobil, bagaimana nanti kalau usaha tersebut bangkrut dan lain sebagainya”. Biarpun ada rasa pesimis dari keluarga, tetapi doa dari keluarga khususnya ibu selalu menyertai Wira Hanggajana dalam merintis usaha. Namun tidak dengan modal yang harus ia kumpulkan untuk membangun pondasi usahanya. Lulusan dari sekolah pariwisata, namun memiliki hobi otomotif ini, ini harus berjuang dari nol, dengan bekerja sebagai chef ke Amerika untuk mengumpulkan modal.
Dua bulan membuka Ophelos 77 Carwash yang beralamat di Jl. Tukad Barito Timur No. 88, Denpasar ini masih sepi pengunjung. Tantangan tersebut ternyata belum seberapa, setelah usaha mulai dikenal masyarakat dan mulai memiliki karyawan, tetapi doa dan dukungan istri selalu menyemangati, walau sempat keberatan karena harus bertugas di luar Bali. Jadi hampir semua posisi ia ikut ambil bagian, dari mencuci mobil, hingga sebagai kasir. Dilanjutkan dengan cara pengelolaan, pengembangan sebagai pelayan jasa, menimbulkan tantangan yang lebih banyak datang dari diri sendiri. Dalam tahap proses tersebut, pikiran-pikiran negatif pun tak jarang mulai merasukinya, “Apakah sudah tepat jalannya untuk memilih karier sebagai pengusaha”.
Bersyukur pertemuan dengan salah satu rekannya, menyadarkannya bahwa ia harus memberikan kesempatan yakni sebuah kepercayaan kepada para karyawan untuk menjalankan masing-masing jobdesk sesuai dengan bidang mereka. Selama delapan tahun berjalan, Wira Hanggajana telah mengganti asisten dalam usahanya sebanyak lima kali, alasannya karena tidak profesional dalam bekerja, yang terburuk hingga membawa lari uang perusahaan. Pada akhirnya sesuai nasehat orang tua, ia memilih untuk mempekerjakan salah satu anggota keluarga saja, sementara waktu. Demi mimpinya memiliki usaha carwash dengan banyak cabang, pria pemilik hobi ber-vespa dan pendiri Sunset Scooter ini memastikan para karyawannya nyaman bekerja dan menjalankan kewajiban masingmasing. Setiap tiga hari sekali ia pun mengadakan briefing kepada seluruh karyawan, karena sebagai perusahaan jasa terutama memberikan servis pasar armada tour & travel, harus dipastikan tetap menjaga kualitas pelayanan yang ramah dan memuaskan pelanggan.
Pembatasan aktivitas demi mengurangi memutus rantai penularan virus Covid-19, memang membuat sebagian orang mengalami penurunan penghasilan maupun omzet dari usaha yang dijalankan, yang di hari kerja ia biasanya mendapatkan pelanggan 50-60 mobil dan akhir pekan 70- 80, Ophelos 77 Carwash pun sempat dua bulan merugi karena menutup sementara usahanya. Wira Hanggajana kemudian selaku owner melakukan perundingan dengan seluruh karyawan, bahwa penghasilan mereka terpaksa dipotong dan tunjangan untuk sementara tidak dibayarkan, demi dapat terus mempertahankan usaha.
Belajar dari pengalaman pandemi, ke depannya Wira Hanggajana memiliki rencana akan mengembang bisnis coffee shop. Namun karena usia yang sudah mendekati angka 40, ia tak bisa mengandalkan diri sendiri saja untuk mengetahui tren saat ini, ia pun merangkul adiknya untuk membangun bisnis ini dan rekan-rekan lainnya yang kebanyakan sudah ia kenal bagaimana karakternya dengan baik. Terutama soal kejujuran, seperti benar adanya kata atasannya saat ia masih bekerja di Amerika dahulu, ia diminta untuk menjadi executive chef karena kejujurannya, bukan suatu kepintaran. Karena kepintaran itu bisa dibentuk, sedangkan mencari kejujuran dan akhlak yang baik itu, diibaratkan “mencari jarum di tumpukan jerami”, sangat sulit ditemukan, padahal menjadi faktor penting dalam membuktikan seberani kita menghadapi tantangan hidup yang terus berlaku selagi kita masih hidup di dunia.