Anak Transmigran Kembali ke Kampung Halaman Bangun Bisnis dan Sediakan Lapangan Pekerjaan untuk Masyarakat Lokal
Tak menyangka akan dilanda pandemi Covid-19, terlebih sampai dipulangkan, membuat Wayan Eko Nada Saputra tak memiliki persiapan sama sekali untuk langkah mata pencaharian selanjutnya. Meski ada tawaran akan diberangkatkan kembali di pertengahan pandemi, ia memilih menetap di Bali dan mulai menentukan kemandiriannya dengan merintis sebuah usaha bernama “King Pork Bali”.
Pulang dari berlayar, lebih tepatnya ‘dirumahkan’ karena pandemi, membuat Eko hampir terjebak dari ketidakpastian. Setelah dua kali berangkat, delapan bulan pertama dan enam bulan terakhir, ia akhirnya memutuskan untuk berhenti dari kapal pesiar. Meski sempat ada tawaran untuk berangkat kembali, nyatanya batal juga dikarenakan bandar udara yang akan dituju pekerja kapal, kembali diterapkan kuncitara atau lockdown. Sebelum mengetahui hal tersebut, pikirannya sudah tertuju untuk merintis sebuah usaha. Dengan skill dan pengalaman yang diwariskan dari pamannya dahulu.
Dari pamannyalah, Eko terinspirasi untuk menyeriusi apa yang ia lakoni saat ini. Sebelumnya, ia memang tinggal bersama paman, dari tempat tinggalnya di Sulawesi Tengah. Ya, orang tua Eko adalah bagian dari peserta program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah guna mengolah lahan pemberian dari pemerintah di Sulawesi, menjadi lahan produktif dengan pertanian intensif. Namun sayang, saat itu fasilitas pendidikan formal belum seharmoni dengan program tersebut. Lokasinya pun sangat jauh dari tempat tinggal Eko, sehingga banyak yang berguguran hanya bersekolah sampai SMP saja.
Tak bisa dibayangkan bagi Eko, bila ia putus sekolah sampai di SMP saja, bisa-bisa nasibnya hanya seputaran menjadi petani saja. Langsung saja ia mengungkapkan keinginan pada orang tua untuk pindah ke Bali dan tinggal bersama paman untuk melanjutkan sekolah. Mendengar hal tersebut, orang tua pun menghargai keinginannya dan dengan hati yang lapang memberikannya izin pulang ke Abiansemal, kampung halaman orang tua.
Eko kemudian tinggal dengan paman yang sekaligus memperkenalkannya dan mengajarkannya berdagang. Usaha yang dimiliki paman saat itu ialah menjual daging babi. Ia diajarkan bagaimana menangkap dan memotong babi hingga sampai ke tangan pembeli. Diungkapkan olehnya, aktivitas itu ia kerjakan dengan senang hati di sela-sela pendidikannya. Kendati tak mendapat upah pun, disediakan tempat untuk tinggal saja sudah sangat bersyukur ucapnya. Setelah lulus dari sebuah SMK di Mambal, Jurusan Pariwisata, Eko kemudian bekerja di hotel selama beberapa bulan. Langkah selanjutnya, ia memutuskan bekerja di kapal pesiar, karena ada rasa tidak enak hati, bila terusmenerus numpang tinggal di rumah paman. Setelah dua kali keberangkatan, pandemi Covid-19 pun masuk menjadi wabah global, mengganggu sistemasi hampir semua sektor. Pria kelahiran 6 Oktober 1998 ini, memilih hengkang dari pariwisata dan memulai usaha dagangnya sendiri. Saat memulai usahanya yang diadaptasikan dari usaha sang paman, kali ini Eko tak berunding sama sekali dengan orang tua, karena diprediksikan olehnya ia tak akan mendapatkan izin. Hanya paman yang menjadi sumber dukungan saat itu, terlebih pamannya juga pernah mengalami situasi ekonomi yang sama seperti dirinya, jadi sangat memahami dengan kondisi keponakannya tersebut.
Membuka usaha yang berlokasi di Br. Aseman, Jl. Kebyar Duduk, Abiansemal tersebut, memang tak semudah implementasinya. Di tengah perintisan, ada saja ulah salah satu rekannya yang diharapkan bisa menjadi partner setia, justru membuat Eko kerepotan, hingga ia tak memiliki dana putar. Banyak pembelajaran yang ia dapatkan dari paman, sekaligus berbagi tips agar pengalaman serupa tak terulang kembali dan yang tak kalah krusial untuk manajemen keuangan usahanya yang bernama “King Pork Bali”.
Bersama kekasih yang berlatar belakang di bagian pemasaran, Eko melancarkan upaya memperluas jangkauan usaha distributor dan supplier tak hanya daging babi, tapi juga ayam dan seafood ke seluruh Indonesia via daring. Sejalan dengan upayanya tersebut, lambat laun penerimaan atas kehadiran bisnisnya di marketplace, disambut dengan masuknya orderan, ternyata tak kalah antusias dengan di Bali. Namun tak lantas, pemasaran di Bali ia ‘bekukan’ begitu saja, pasca pandemi, King Pork Bali sudah menjalin kerja sama dengan beberapa hotel dengan packaging dan label yang lebih eksklusif, demi menghindari oknum manipulatif yang pernah dengan sengaja menukar dagingnya dengan produk lain. Belajar dari tantangan dan pengalaman hadapi oknum-oknum nakal yang mewarnai bisnisnya, King Pork Bali diharapkan ke depannya mampu bertumbuh dengan nama dan kualitas yang terpercaya. Tak ketinggalan juga keinginan sukses untuk bisa merangkul lebih luas masyarakat setempat untuk bergabung di King Pork Bali, yang akan menjadi kebanggaan sebagai wirausahawan yang berangkat dari anak transmigran, kemudian kembali ke kampung halaman, berpartisipasi menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal.