Mendesain Bangunan yang Berkarakter dan Selaras dengan Alam
Pada saat duduk di bangku sekolah, awalnya Made Dharmendra lebih memiliki ketertaikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan teknik elektro. Di usia yang masih sangat muda, ia sudah mampu berkreativitas membuat pemancar atau memperbaiki radio. Namun bukan menutup kemungkinan, ketertarikannya akan ilmu lain mulai berkembang, terlebih saat darah bakat kakek sebagai pekerja bangunan menurun padanya.
Saat duduk di bangku SMA, tepatnya SMAN 1 Denpasar, Made Dharmendra aktif dalam organisasi OSIS, berperan sebagai seksi teknik elektro dan bahkan ia pandai dalam mementaskan diri sebagai penari Bali murni. Siapa sangka dibalik minatnya tersebut, ternyata menyisihkan hobi yang begitu klasik, dan sukses menampilkan darah seninya di stasiun TVRI.
Darah keluarga besar Made Dharmendra memang menyukai seni, terutama Ayahnya yang pandai bermain gendang dan melukis. Bila dihubungkan antara bakat kakek dan ayahnya, mungkin hal ini yang menyebabkan ia akhirnya terjun dalam bisinis yang berhubungan dengan ilmu teknik arsitektur.
Sebelumnya, bila kembali mengingat masa kecil hingga remaja, Made Dharmendra jarang mendapat didikan khusus dari orangtua, mengenai ke mana arah masa depannya. Asalkan apa yang ia kerjakan positif, orangtua akan selalu memberi dukungan. Sikap ini, membuat ia sebagai anak, sangat bersyukur memiliki orangtua yang memberikannya hak kebebasan untuk memilih jalan kariernya.
Setelah tamat SMA, ketika akan melanjutkan hobinya ke jenjang perguruan tinggi, Made Dharmendra mengurungkan niatnya, setelah tahu bahwa ilmu tersebut lebih banyak menjurus ke teori, hal ini tentu berseberangan dengan passion-nya. Mulailah mencari minat di bidang lainnya, yakni teknik arsitektur.
Awalnya Made Dharmendra memutuskan untuk memilih hanya karena mendengar “kekerenan” dari sebuah nama “teknik arsitektur”. Saat akan mendaftar di sebuah kampus, ia tak lantas diterima, hingga terpaksa menundanya selama satu tahun.
Masa-masa satu tahun itulah, Made Dharmendra mulai merasakan kedekatannya bersama keluarga. Ia pun dianjurkan untuk ikut bimbel, dan berhasil masuk di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Sambil mengikuti perkuliahan, Made Dharmendra juga mengerjakan proyek-proyek dengan bayaran satu jutaan saat itu. Meski telah menghasilkan uang sebelum lima tahun memperoleh gelar sarjananya, ia mengaku tak terpikirkan akan berprofesi sebagai arsitek profesional.
Tamat tahun 2002, ia kemudian melamar pekerjaan dengan tawaran gaji dibawah satu juta. Bukan sebuah kewajaran menerima nominal angka tersebut sebagai bayaran karyawan pada masa itu. Sekejap, tanpa melupakan ucapan terima kasih, ia langsung menolak tawaran tersebut.
Made Dharmendra kembali melamar pekerjaan, pada sebuah perusahaan milik orang asing, meski awalnya salary yang didapat tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, namun ia berhasil memperjuangkan haknya.
Tahun 2003, pria kelahiran Denpasar, 31 Desember 1977 ini meninggalkan pekerjaannya tersebut, dan berangkat ke Singapura. Berawal dari ia mendapat tawaran dari rekannya untuk propose design sebuah vila di Petitenget. Sekian bulan setelah menanti hasil dari tawaran desainnya, ia malah dihubungi oleh teman dari pemilik vila, yang lebih tertarik dengan hasil desainnya yang bergaya tradisional Bali. Ia pun diajak untuk bergabung pada perusahaannya di Singapura.
Pengalaman Menjadi Bagian Industri Arsitek di Maldives
Bekerja di perusahaan itulah yang menjadi sebuah batu loncatan bagi Made Dharmendra, ia mendapat kepercayaan sebagai design manager untuk mengerjakan proyek di Maldives, sebuah kepulauan yang memperkenalkan padanya industri arsitektur yang sebenarnya, di mana segala culture penjuru dunia berkolaborasi dalam industri tersebut.
Tak hanya profesional dalam bekerja, Made Dharmendra mampu beradaptasi dengan mudah, dengan rekan-rekannya, bahkan mereka mengungkapkan ia satu-satunya orang Asia yang sejauh mereka kenal, tak hanya asyik dalam bekerja, namun juga asyik dalam pergaulan.
Sepulang dari Maldives, Made Dharmendra memutuskan untuk menikah dan menetap di Bali. Ia pun diajak bekerja sama untuk membangun sebuah kantor cabang di Sanur, dari perusahaan rekannya di Singapura pada tahun 2004.
Tahun pertama dan kedua biaya operasional dan gaji karyawan masih berjalan normal yang didatangkan dari kantor pusat. Namun tahun ketiga, keuangan kantor cabang mulai berjalan tidak seharusnya dan tidak mendapat support dari kantor pusat.
Setelah melakukan pembicaraan dengan baik-baik, kemudian diputuskan untuk melakukan pembagian saham dan mendirikan usaha masing-masing.
Lahirlah PT Made Dharmendra Architect pada tahun 2010, berlokasi di Jalan Tunjung Sari Gg Pandan Arum No 3, Denpasar Barat, sebuah perusahaan yang menawarkan diskusi tentang desain bangunan yang diinginkan klien, menjadi tolok ukur sebuah hunian yang nyaman untuk ditinggali.
Sebagai proyek perdana yang dikerjakan adalah sebuah private villa “Simmita Villa” di Ubud, milik warga asal Libanon. Proyek tersebut, begitu ia apresiasi karena merupakan proyek pertama yang sangat besar. Di tahun 2016, tak hanya sekedar berhasil ia dirikan, proyek tersebut mendapat sebuah penghargaan sebagai “Arsitektur Rumah Tinggal di Bali”.
Berbagai prestasi tak hanya sekali diraih oleh PT Made Dharmendra, hal ini membuat perusahaan ini semakin dikenal dan klien-klien mulai berdatangan. Hal ini berkat prinsip dalam bekerja yang ia pegang, yakni seorang arsitek sebaik-baiknya menghasilkan karya yang memperlihatkan karakter atau jiwa daripada bangunan itu sendiri. Dan yang tidak kalah penting, profesi arsitek tidak hanya soal mempelajari bangunan, tapi juga hubungan dengan manusia dan alam, agar menghasilkan desain yang berkelanjutan untuk mencapai sebuah keseimbangan.