Mengukir Munggu Dalam Pelestarian Seni Bali Di Era Bisnis Properti

Di tengah gemerlapnya pasar properti di desa kelahirannya, Munggu, Sugi muncul sebagai figur yang tak sekadar tergiur oleh potensi bisnis, melainkan juga membawa semangat idealisme tinggi dalam bidang arsitektur Bali. Latar belakangnya dalam Teknik Sipil memberinya wawasan teknis yang kuat dan juga memiliki hasrat yang sama besar terhadap warisan budaya Bali. Sebagai anak desa yang peka terhadap potensi di sekitarnya, Sugi tak hanya semangat untuk menjadi tuan di tanahnya sendiri, juga berupaya turut melestarikan ukiran khas Munggu. Namun, di tengah-tengah segala harapan dan aspirasi, ada sebuah dilema yang masih menyelimutinya.

Desa Munggu tengah merekah-rekahnya dengan bisnis properti yang dilakoni oleh warga lokal. Di antara mereka, ada Sugi yang meningkatkan profesionalismenya dalam menjalankan bisnis ini dengan mendalami bidang Teknik Sipil. Ia percaya bahwa pengalaman yang mendalam bidang tersebut akan membantunya tampil sebagai pengusaha yang lebih terampil dan kompeten dalam menggarap proyek properti milik warga Munggu, maupun miliknya pribadi. Serta menilik potensi sumber daya lokal dan keindahan alam sekitar untuk mencapai kemajuan yang lebih besar.

Dari latar belakang orang tuanya beragam, Sugi mewarisi nilai-nilai penting tentang pendidikan dan seni. Ayahnya seorang guru SMP, berusaha keras untuk menyekolahkan anak-anaknya meski dengan gaji yang terbatas. Demi menambah penghasilan, ayahnya juga menjadi tukang foto. Sementara ibunya adalah pedagang, yang kemungkinan menuruni darah berdagang kepada Sugi. Ibunya juga merambah sebagai petani dan tak jarang mengajak Sugi saat masih kecil ke sawah.

Menyentuh bisnis properti sudah diawali Sugi saat masih duduk di bangku kuliah. Kisahnya juga berangkat dari ketidaksengajaan. Ada kerabat yang mengalami kesulitan dalam melanjutkan pembayaran kredit lahan yang dibelinya. Sugi dan keluarga kemudian ditawarkan untuk melanjutkannya, yang otomatis sekaligus menjadi pengambil alih pemilik lahan tersebut. Memandang Sugi sudah cukup dewasa dari segi usia dan sudah saatnya mengelola tanggung jawab sebelum ia memasuki bahtera rumah tangga, akhirnya orang tua menyerahkan sepenuhnya lahan tersebut kepada Sugi.

Saat menempuh kuliahnya, Sugi mengakui bahwa ia memilih off selama dua tahun karena suntuk dengan aktivitas kuliah. Di samping itu, ia juga memiliki tujuan untuk mulai mencari proyek-proyek secara mandiri untuk tetap produktif selama masa tersebut. Terlebih, ia tengah merencanakan untuk membangun sebuah kos-kosan di atas lahan yang telah dialihkan kepadanya. Singkat cerita, Sugi akhirnya sukses mendirikan kos-kosan, bukan di daerah Munggu, melainkan di Desa Bantas, Kabupaten Tabanan pada tahun 2008.

Lulus kuliah, Sugi belum mempertimbangkan untuk mengembangkan bisnis properti selanjutnya, ia memilih mengabdi dalam jati diri ilmu dengan membangun usaha jasa arsitektur Bali atau orang Bali menyebut dengan “stil Bali”, dengan nama usaha Putra Tunggal. Usaha tersebut diharapkan bisa melestarikan ukiran Bali, khususnya Desa Munggu. Merenungi lebih dalam, Sugi menyadari bahwa keberadaannya bukan hanya sekadar individu yang mengejar kesuksesan pribadi, tetapi juga sebagai bagian dari komunitasnya. Ia ingin memberikan kontribusi yang berarti bagi desa Munggu, bukan hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisi Bali yang kaya. Dengan demikian, Putra Tunggal tidak hanya menjadi sebuah bisnis, tetapi juga sebuah wadah untuk mewujudkan visi dan misinya dalam membangun serta melestarikan warisan budaya Bali. Tergelitik Kembali ke Properti Setelah kepergian ayah tercinta, Sugi merasa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Setelah bisnis kos-kosan, ia membangun akomodasi penginapan pada tahun 2016, di atas lahan yang ia beli secara mandiri pada tahun 2013. Penginapan tersebut berkomersilkan namanya sendiri, Sugi Deluxe Room, sebagai penanda bisnis akomodasi penginapan pertamanya di pariwisata. Untuk proses pembangunan, tak terjadi secara mulus dan ia melakukannya secara bertahap. Sugi memanfaatkan basicnya dalam seni yang diwarisi keluarga dan pengetahuan dalam ilmu Teknik Sipil, hingga tahun 2018, ia masih melakukan penyesuaian dan perbaikan secara berkelanjutan.

Akhirnya pada tahun 2019, Sugi berhasil menyelesaikan proyek Sugi Deluxe Room yang terletak di Jl. Sahadewa I, Munggu, Mengwi, Badung. Penginapan ini terdiri dari 8 kamar, kolam renang dan pemandangan sawah yang hijau khas Munggu. Sayangnya, kesuksesan tersebut disusul dengan tantangan yang besar ketika pandemi Covid-19 melanda, mengakibatkan penurunan drastis dalam jumlah wisatawan dan pembatasan perjalanan yang signifikan. Sugi pun harus berjuang keras untuk menjaga kelangsungan bisnisnya di tengah situasi sulit tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan Sugi, ia mencari proyek-proyek di luar bisnisnya. Ada juga peluang rezeki tak terduga, saat wisatawan ingin mengontrak view sawah di samping rumahnya. Berkat langkah-langkah tersebut, Sugi mampu mendiversifikasikan pendapatannya yang tetap bertahan di tengah tantangan yang dihadapi.

Pascapandemi, Sugi semakin memperlebar sayap bisnisnya, terutama di sektor properti. Setelah sukses dengan 2 unit vila yang ia sewa tahunan, ia memutuskan untuk mengambil langkah lebih maju dengan berkolaborasi bersama teman untuk proyek masa depan di Cemagi. Pandemi memang telah memberikan pelajaran berharga bahwa berkolaborasi adalah kunci untuk menghadapi tantangan yang tak terduga dan kompleks, serta memperluas jangkauan dalam dunia bisnis. Dalam kerja sama tersebut, Sugi berharap bisa menggandakan potensi dan mencapai kesuksesan yang lebih besar daripada jika ia beroperasi sendiri.

Kendati telah mencapai kesuksesan dengan beberapa bisnis propertinya, Sugi masih dihantui oleh dilema yang menantang. Bisnis stil Bali, Putra Tunggal, saat ini mengalami kesulitan dalam mencari tenaga ukir yang berkualitas. Di satu sisi, jika proyek diterima tanpa memiliki tenaga ukir yang andal, kualitas ukiran bisa terganggu. Namun di sisi lain, jika ia menolak proyek tersebut, tak banyak lagi pihak yang mampu melestarikan seni ukir tradisional Bali. Sugi memiliki standar yang tinggi dalam memilih tukang ukir, tidak ingin menghasilkan karya seni yang kurang memuaskan atau bahkan asalasalan. Dalam situasi ini, ia harus mempertimbangkan dengan hatihati antara memenuhi permintaan pasar dan mempertahankan kualitas seni yang tinggi.

Dalam usaha pelestarian budaya, tantangan dan hambatan seringkali menjadi hal yang tidak terelakkan. Sebab itu, penting untuk tidak mudah menyerah pada kondisi sulit dan mengeluh tentang situasi yang ada. Sebaliknya harus mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas keadaan tersebut. Dengan sikap proaktif dan tekad yang kuat, dapat mengatasi rintangan dan mewujudkan visi pelestarian budaya yang dianut.

Sejauh ini Sugi sangat menghargai upaya-upaya pemerintah untuk melestarikan budaya ini dan diharapkan komitmen tersebut terus dijaga. Dan para tenaga ukir dapat mulai mencari penerusnya, sehingga warisan seni tidak terputus di tangan mereka saja. Sugi juga mengajak anak semata wayangnya dan generasi muda untuk tidak hanya memperhatikan bisnis modern seperti properti, kuliner, kedai kopi dan lain sebagainya. Sebagai generasi penerus, mereka juga wajib memperhatikan warisan budaya kita agar tetap hidup berdampingan di tengah masifnya perkembangan bisnis properti di Desa Munggu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!