Sebentuk Dedikasi Terhadap Pembangunan di Bali
Dikenal sebagai seorang penyuka seni dan gemar menggambar sejak kecil merupakan alasan bagi I Gusti Ngurah Agung Wikananjaya untuk memilih berkarier menjadi arsitek. Baginya, menjadi arsitek tidak hanya sekedar profesi, tetapi tentang bagaimana menggali dan mengasah talenta menjadi sesuatu yang bermanfaat. Menyadari tidak memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang serupa, hal itu justru memacu semangat dalam dirinya untuk memperdalam ilmu serta wawasan tentang dunia arsitektur yang membawa pada titik kesuksesan. LinggaYoni.design dibangun oleh I Gusti Ngurah Agung Wikananjaya, S.T yaitu Agung Jey sendiri sebagai senior architect, A.A. Adhiwara putra, S.T sebagai junior architect, dan I Gusti Ngurah Manik Wahyu Widagda sebagai admin project, yang mana ketiganya bersama dan bersinergi untuk mendirikan perusahaan secara mandiri. Jalinan relasi semakin luas serta pengalaman yang mumpuni, membuat optimis akan profesi dan usaha ini mampu berkembang lebih maju dari saat ini.
Selama proses perjalanan meniti karier sebagai seorang arsitek, pria yang biasa dipanggil Agung ini mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Meski tidak memiliki dasar dalam bidang arsitektur, putra pertama dari tiga bersaudara, yang ayahnya bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil dan ibu seorang pegawai Bank BPD ini menuturkan bahwa ia gemar menggambar sejak kecil. Talentanya tersebut digali dan diasah melalui didikan ayahnya. Saat pulang kampung, mengetahui cucunya suka menggambar, neneknya membelikan Agung sebuah buku gambar kosong untuknya. Agung sangat suka menuangkan seluruh imajinasinya ke dalam buku gambar. Kehidupan masa kecilnya lebih banyak diisi dengan bermain bersama temanteman di rumah yang lengkap dengan segala fasilitas permainan yang sedang tren pada masa itu seperti game bot. Walaupun kondisi ekonomi keluarganya berkecukupan, Agung tidak serta merta dimanja oleh orang tua. Sejak kecil ia diajarkan untuk menabung uang saku yang nantinya dipakai untuk membeli keperluan sehari-hari.
Disela kesibukannya bersekolah, setiap hari Sabtu dan Minggu Agung menyempatkan waktu berkumpul bersama keluarga seperti pergi bersama ke toko kaset dan bermain di pantai. Saat ibunya memutuskan untuk pensiun dini dan mulai mendirikan usaha bengkel di Nusa Dua, di masa remaja, sepulang sekolah Agung ikut membantu dalam mengelola bisnis tersebut. Setiap tiga bulan sekali ayahnya mengajak seluruh keluarga untuk pergi ke Surabaya mencari barang keperluan bengkel sambil menikmati waktu bersama keluarga pada saat itu. Seiring waktu dengan banyaknya dealer motor yang masuk ke Bali, membuat bisnis ibu mengalami pasang surut sehingga orang tuanya memutuskan untuk menutup usaha dan beralih mendirikan usaha yang menjual hasil bumi seperti beras, cengkeh dan kopi yang mana barang-barang tersebut diletakan di dalam sebuah gudang besar. Agung terbiasa bangun pukul 03:00 subuh untuk membantu membawa beberapa karung beras total seberat 1 ton dari gudang yang dipindahkan ke luar. Selain itu, ia juga ikut membantu meletakan berkarung-karung cengkeh dan kopi yang dibawa oleh ayahnya untuk dijual.
Selain kesibukannya bersekolah dan membantu usaha keluarga, Agung juga aktif dalam kegiatan kepramukaan di sekolah. Dari sana jiwa kepemimpinan serta kedisiplinannya mulai ditempa. Sempat terpikir untuk melanjutkan kuliah di kedokteran, namun ia mengurungkan niatnya dan memilih jurusan arsitek sesuai dengan mimpinya sejak kecil. Pada tahun 1999, Agung resmi memulai perkuliahannya di jurusan arsitektur atas keinginannya sendiri. Di awal masa perkuliahan, Agung sempat bingung lantaran di dalam keluarga sama sekali tidak memiliki pondasi dalam bidang bangunan dan arsitektur, bahkan sosok role model yang bisa dipakai acuan baginya. Agung mempelajari ilmu arsitek mulai dari nol. Dalam praktiknya, menjadi arsitek tidak hanya mempelajari teori, tetapi bagaimana menerapkan teori tersebut dalam sebuah kertas gambar besar yang menggunakan meja khusus dengan teknologi menggambar belum secanggih sekarang. Demi mendukung putranya, ayahnya menjual tanah seluas dua are untuk Agung.
Setelah melewati masa perkuliahan, pada semester enam, Agung memilih berhenti sementara waktu dan memutuskan untuk bekerja di bidang farmasi sebagai sales obat karena pada saat itu ibunya jatuh sakit. Selama empat tahun menjadi sales obat, Agung memperoleh ilmu dan pengalaman di bidang farmasi yang bertolak belakang dengan pendidikan arsiteknya. Ia mulai mempelajari berbagai jenis produk obat-obatan di Surabaya demi menunjang pekerjaannya tersebut. Sampai akhirnya pamannya yang merupakan dekan di fakultas tempat ia kuliah memintanya untuk melanjutkan kuliah. Akhirnya Agung kembali ke dunia perkuliahan dan mengurus tugas akhir sambil bekerja sebagai sales obat., namun sebelum akhirnya ia diputusan untuk wisuda, tiga bulan kemudian ibunya meninggal dunia.
Lulus kuliah pada tahun 2007, pada saat itu Bali sedang mengalami kemajuan pesat dalam hal pembangunan. Berbagai proyek besar tengah di bangun di berbagai daerah. Melihat kondisi tersebut menjadi peluang dan kesempatan bagi Agung untuk memulai kariernya sebagai seorang arsitek. Saat itu, ia mulai menyusun strategi tentang bagaimana mengembangkan kariernya dimulai dari menangani proyek pertama dengan salah satu perusahaan kontraktor yaitu proyek pembangunan hotel St Regis di Nusa Dua selama satu tahun. Sejak saat itu tawaran mulai berdatangan, berbagai proyek besar mulai diambil selama ia masih ikut berkecimpung dalam perusahaan kontraktor tersebut. Sampai pada tahun 2010, dengan sederet pengalaman yang diperolehnya, akhirnya Agung memutuskan untuk berdiri mandiri. Proyek mandiri pertama yang ia lakukan adalah menerima tawaran untuk memegang proyek di Tangerang bersama temannya dengan menangani salah satu klien yang merupakan seorang pengusaha batu bara mendirikan sebuah rumah dengan kombinasi gaya arsitektur Jawa dan Bali. Saat itu, Agung menceritakan pengalamannya membawa sebanyak 50 orang tukang ukir dari Bali untuk membantu proyeknya tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, Agung mulai menerima kembali proyek besar lainnya seperti pembangunan hotel Shangri-La selama 4 tahun.
Pada tahun 2015 Agung resign dari perusahaan, krmudian mengajak kedua adiknya membentuk consultant architecture yang diberi nama LinggaYoni.design dan saat itu ia bersama adik-adiknya mulai mendesain dan membuat hasil karya dari bangunan rumah, villa sampai resort. Salah satu hasil karya mereka adalah Menzel Villa di Ubud, Cemara Hill di Pecatu dan beberapa lagi yang lain. Bisnisnya tersebut seiring waktu mulai berkembang dari menangani proyek kecil hingga merambah ke proyek besar. Sebuah perjalanan yang tidak mudah bagi Agung pada saat itu. Dari hasil proyek yang ia tangani selama ini, dengan melalui proses panjang telah berhasil melewati berbagai kendala dan tantangan yang ditemui pada saat itu, menunjukan dedikasi serta totalitas Agung dalam berkarier. Semangat untuk terus berusaha menjadikannya sosok inspiratif yang memiliki pribadi pantang menyerah dan suka bekerja keras. Menjadi aristek tidak hanya demi keuntungan baginya semata, tetapi bagaimana Agung dengan bakat dan talentanya tersebut dapat berguna bagi masyarakat khususnya terhadap pembangunan di Bali.