Berkat Support System Lingkungan Positif I Wayan Muji Kini Menjelma sebagai Seniman dan Pemilik Galeri Sukses
Pengalaman adalah guru berharga, mengalahkan ilmu di pendidikan formal mahal sekalipun. Itulah yang bisa dipetik dari perjalanan hidup I Wayan Muji yang tak tamat sarjana, karena keterbatasan biaya pendidikan. Beruntungnya, Semesta telah mempertemukannya dengan orang-orang yang memiliki vibrasi positif dan memberikan support system, layaknya sebuah keluarga kedua baginya. Ia yang dahulunya tak stabil secara ekonomi, kini panen raya sebagai seniman lukis dan dalam bisnis galerinya “Muji Art Family”.
Setelah tak lulus dari fakultas ekonomi, perihal biaya yang bertolak belakang dengan kondisi keluarga, I Wayan Muji kini menjelma sebagai seorang seniman lukisan yang diakui karya-karyanya. Bukan hanya kreativitasnya yang kental, dari segi teknik ia pun ahli, bahkan mengalahkan mereka yang sejak lahir, konon sudah disodorkan dunia seni.
Sejak SMP, I Wayan Muji harus mengikhlaskan kepergian orang tua kehadapan Sang Pencipta. Biaya sekolah saat itu syukurnya masih ditanggung oleh pemerintah. Setelahnya, ia mendapat bantuan dari banyak saudara untuk melanjutan kuliah lewat jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan diterima di Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram, Lombok. Tapi sayangnya, biaya yang makin menghimpit, tak membawanya sampai diwisuda. Mimpinya yang sempat ingin menjadi karyawan bank, sepertinya bukan menjadi bagian dari nasib baiknya.
Pria asal Klungkung ini, sempat merantau ke Lombok, bekerja di pedagang babi guling, kemudian pindah ke Griya Mendara, berjualan bambu. Tak membawa perubahan hidup yang berarti, ia kembali ke Bali, bekerja sebagai pedagang acung, kemudian menjadi tukang kebun di sebuah artshop & galeri patung. Lewat kalimat sederhana namun memiliki makna yang mendalam, ia mengatakan “Saya tidak pernah memiliki goals tertentu akan menggeluti karier seperti apa di masa depan, hanya fokus dan menjalani dengan versi terbaik saja hari itu juga. Lebih baik seratus rupiah di tangan, daripada memikirkan satu miliar masih di angan-angan”. Aura positif yang terpancar dari I Wayan Muji menarik energi positif berupa orang-orang baik yang secara suka rela membantunya. Ia didukung untuk mulai meningkatkan level ekonominya dengan mengelola sebuah artshop di daerah Kemenuh, Gianyar, sebagai sales promotion, yang mempertemukannya dengan relasi pemandu wisata yang membantunya membangun koneksi dengan wisatawan internasional.
Sampai tahun 1992, I Wayan Muji bekerja selama empat tahunan sampai ia bisa membeli tanah 2 are yang berlokasi di Kemenuh. Berdasarkan saran dan buah pikiran temanteman di pariwisata, ia hendak mengontrak tanah di Mawang senilai Rp35 juta untuk mulai membuka usaha galeri. Dari tanah 2 are, investasi emas dan pinjam modal Rp4 juta, totalnya baru terkumpul Rp7,8 juta. Untuk kekurangannya ia harus memutar otak, belum lagi modal lukisan yang menjadi fokus bisnisnya. Sekali lagi, ia mendapat pertolongan dari orang-orang yang meski tak sedarah dengannya, yakni rekanrekan sesama pelukis yang membantu dirinya meminjamkan modal lukisan dan pengalaman yang paling berkesan, ia bisa secara langsung mengasah teknik melukisnya dari para maestro, I Made Kedol (Alm) dan I Nyoman Gunarsa (Alm).
Saat masih belum selengkap sekarang, ia sudah membuka galeri dengan jumlah lukisan seadanya. Tiga bulan setelah konstruksi maupun interior di Muji Art Family rampung, relasi dari para guide sangat antusias menyambut pembukaan galeri tersebut, dengan berbondong-bondong menggandeng masing-masing tamu mereka. Lukisan yang semakin hari, semakin laku dan mulai menipis stock-nya, ia harus dengan segera mengisi kekosongan tersebut. Hingga bentang satu tahun, I Wayan Muji sudah mampu mengantongi uang Rp1 miliar. Pencapaiannya yang sangat singkat ini, membuat dirinya sebagai pemiliki pun sempat heran, terlebih orang-orang sekitar yang sempat semakin mengundang tanya, sampai stigma bahwa ia menggunakan unsur negatif di bisnis tersebut.
Bersyukurnya I Wayan Muji, istri dan keluarga bukanlah tipikal orang kaya baru, mereka tetap tampil bersahaja dan lebih memilih membenahi aset yang bisa dipakai bersamasama, dengan membenahi sanggah dan tempat tinggal. Ia juga kerap berbagi kepada para karyawan dan masyarakat sekitar, dengan berbagi kebutuhan pokok, terutama saat masa krisis pandemi, hingga membuka kelas seni Muji Art Painting Studio untuk anak-anak hingga dewasa. Semoga kebijakan bisa terus bertambah, seiring bertambahnya usia, meski dalam ritual masih belum dikatakan sempurna. Setidaknya transformasi yang lebih baik, terpondasi dari diri sendiri dan senantiasa bersyukur atas keberlimpahan dari Sang Pencipta.