Menjaga Akurasi, Menguatkan Integritas
Memilih profesi sebagai penilai properti menjadi keputusan strategis I Made Sumertadana yang membuka peluang di segala kondisi. Profesi ini membuatnya bisa ‘berpesta’ kapan pun, bahkan saat situasi ekonomi tidak menentu. Di balik pernyataan ringan itu, tersimpan keyakinan kuat bahwa dunia penilaian properti masih menyimpan banyak ruang yang belum tergarap. Tak seperti bisnis lain yang mudah ditiru, profesi penilai menuntut kompetensi, integritas, dan pemahaman mendalam terhadap regulasi maupun dinamika pasar. Inilah bidang yang menurut Sumertadana, justru semakin relevan di tengah kompleksitas kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.
Sumertadana lahir di Jembrana, tepatnya di Dusun Yeh Mecebur, Desa Penyaringan, pada 18 April 1973. Ia berasal dari keluarga petani penggarap kacang, yang hidup sederhana namun menjunjung tinggi nilai kerja keras. Sejak muda, ia terbiasa hidup dengan keterbatasan, tetapi semangat belajarnya tidak pernah surut. Ketika mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan D3 di Bandung, ia menjadi peserta ke 22 dari 22 orang yang diterima, sebuah pencapaian yang menuntut usaha keras, termasuk mengikuti les tambahan untuk memenuhi standar masuk. Tahun 1992, ia berangkat ke Bandung dan mulai kuliah pada Agustus 1992, tinggal di asrama dengan aturan ketat. Tiga tahun ia jalani dengan disiplin tinggi sebelum melanjutkan pendidikan S1 di Jakarta, mengambil jurusan Ekonomi Studi Pembangunan. Pilihan ini diambil untuk mendapatkan pendekatan analitik dan makro ekonomi dari program studi tersebut yang mampu memperluas cara pandangnya terhadap dinamika sosial dan ekonomi.
Ketertarikannya terhadap profesi penilaian mulai tumbuh saat melanjutkan studi S2 di bidang Penilaian Properti di Universitas Gadjah Mada. Ia melihat bahwa dunia penilaian masih sangat luas dan belum banyak digarap secara serius. Dari sanalah muncul pemikiran untuk menjadi konsultan, sebuah profesi yang menurutnya tidak memerlukan investasi besar dalam hal perangkat keras. Profesi ini bukan hanya efisien, juga memiliki keunggulan kompetitif, tidak mudah ditiru dan menuntut integritas tinggi. Dunia penilaian membuka peluang untuk menjadi ahli di bidang yang sangat dibutuhkan, mulai dari sektor perbankan, pembebasan lahan, pasar modal, hingga urusan waris. Dalam pandangan Sumertadana, ini adalah dunia yang penuh potensi, dan ia telah memilih untuk menjadi bagian penting di dalamnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan S2 di bidang Penilaian Properti, ia sempat mengalami masa sulit karena cukup lama tidak mendapatkan pekerjaan. Dalam upayanya mencari peluang, ia mulai beriklan secara mandiri dan akhirnya mendapat telepon dari sebuah perusahaan appraisal. Namun, pekerjaan tersebut hanya berlangsung 6 bulan, karena mengingat kembali mengejar cita-cita lamanya, membangun usaha sendiri. Ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta, ia berhasil bertemu dengan 5 perusahaan jasa penilai aset, namun belum membuahkan hasil. Hingga akhirnya, ada satu perusahaan yang merespons dan bersedia menjalin kerja sama. Bersama klien yang juga kemudian menjadi partner, mereka mendirikan sebuah perusahaan penilaian properti berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) pada tahun 2005.
Selama 5 tahun pertama, perusahaan tersebut hanya menjadi rekanan Bank Tabungan Negara (BTN). Seiring waktu, jaringan kliennya berkembang, termasuk BPR Lestari yang terjalin melalui relasi istrinya, serta beberapa bank lainnya seperti BNI, yang memperluas cakupan kerja perusahaan di dunia penilaian properti. 5 tahun berjalan, pada tahun 2010 regulasi yang berlaku mendorong perusahaan penilai untuk bertransformasi menjadi Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Langkah ini diikuti oleh Sumertadana dengan memperluas cakupan layanan, tidak hanya sebagai rekanan perbankan, tetapi juga merambah sektor pemerintahan, khususnya dalam proyek-proyek pembebasan lahan. Pada tahun 2015, muncul keinginan untuk mengembangkan usaha ke divisi lain, seperti sektor pasar modal di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta penilaian yang berkaitan dengan transaksi jual beli saham. Untuk itu, Sumertadana memutuskan untuk bergabung dengan mitra baru demi memperkuat legalitas dan kapasitas tim dalam memenuhi standar OJK. Namun, tantangan muncul dari perbedaan fokus bisnis dan keunggulan masing-masing rekan.
Sumertadana memiliki kekuatan di sektor perbankan, termasuk dalam memenuhi standar dan sistem kerja yang berlaku di setiap bank. Sementara mitranya telah lama berkecimpung sebagai rekanan di berbagai pemerintah daerah. Namun, kolaborasi tersebut tidak berjalan efektif karena tidak saling menguatkan. Tim dari mitranya tidak memiliki spesialisasi di sektor perbankan, sementara tim Sumertadana tidak bisa optimal di pasar modal karena tidak memenuhi standar OJK Pasar Modal (STD OJK). Kondisi ini menyebabkan ketimpangan kerja sama. Salah satu mitra akhirnya mundur, terutama karena perusahaan tidak mampu memenuhi standar OJK dalam waktu 2 tahun, dan mitra tersebut pun tidak lagi aktif di bisnis properti. Menyadari dinamika ini, Sumertadana mengambil keputusan penting, berdiri sendiri kembali pada tahun 2017, dengan fokus pada penguatan kapasitas internal dan mempertahankan nilai-nilai yang telah menjadi fondasi perusahaannya, ketepatan, kepercayaan, dan profesionalisme dalam layanan penilaian properti.
Salah satu tantangan teknis yang pernah dihadapi oleh Sumertadana terjadi saat masih bergabung dengan partner-nya. Saat itu, ia terlibat dalam pekerjaan penilaian yang berkaitan dengan lelang dan pembebasan lahan, yang kemudian berkembang hingga menyentuh ranah hukum. Meski hanya diminta sebagai saksi, pengalaman tersebut memperlihatkan betapa pentingnya akurasi dan kehati-hatian dalam menjalankan profesi penilai. Penilaian bukan sekedar angka, tapi menyangkut kepentingan hukum, sosial, dan ekonomi yang lebih luas. Di sisi lain, dari aspek bisnis, KJPP juga menghadapi tantangan dalam bentuk perang tarif antarpraktisi. Situasi ini menjadi ujian bagi integritas dan profesionalisme, terutama ketika sebagian pengguna jasa lebih mengutamakan harga murah dibanding kualitas dan akurasi penilaian. Persaingan ini semakin tajam ketika memasuki tahun 2019-2021, saat sektor perbankan mulai menunjukkan kejenuhan. Banyak bank beralih menggunakan penilaian internal, hanya menyisakan sebagian kecil yang tetap menggunakan penilai eksternal, biasanya diwajibkan dalam kasus-kasus tertentu seperti pembiayaan besar yang membutuhkan keadilan objektif bagi pemilik aset. Namun demikian, harapan tetap terbuka di sektor-sektor lain yang mulai berkembang, seperti dalam penyelesaian sengketa waris, pemisahan aset, audit aset pemerintah, hingga kebutuhan strategis perusahaan. Di sinilah peran KJPP menjadi semakin relevan, bukan sekedar penilai, tapi juga penengah yang menjunjung integritas dan keadilan dalam setiap laporan yang dikeluarkan.
Presisi dan Integritas
Pengguna jasa pada dasarnya menginginkan informasi yang akurat dan presisi, baik dalam hal standar maupun nilai properti. Dua hal inilah yang menjadi inti dari pelayanan KJPP Sumertadana. Pertama, komitmen terhadap kecepatan dan ketepatan, KJPP Sumertadana berusaha memberikan layanan dengan kecepatan maksimal tanpa mengorbankan akurasi yang cermat. Bila kecepatan harus dikompromikan, maka akurasi tetap menjadi prioritas utama. Akurasi ini tidak hanya berdasarkan data, tetapi juga merujuk pada regulasi yang berlaku. Kedua, adalah integritas dalam melayani, baik lahir maupun batin. Prinsipnya jelas, tidak menerima apa yang bukan menjadi hak, dan menjaga kepercayaan klien dengan penuh tanggung jawab. Kombinasi antara profesionalisme dan etika yang menjadi fondasi kuat KJPP Sumertadana dalam membangun reputasi dan kepercayaan.
Di balik kesibukannya memimpin KJPP, Sumertadana terus memikirkan masa depan yang lebih tenang. Sejak tahun 2010, ia mulai membangun kavling-kavling di Jembrana sebagai bentuk investasi jangka panjang menuju kemandirian finansial di hari tua. Visi Sumertadana tak berhenti di sana. Ia menargetkan agar KJPP Sumertadana yang dirintisnya dapat hadir di seluruh pulau besar di Indonesia. Kini hanya Sulawesi dan Irian yang belum tersentuh. Tantangan pendidikan dan ketersediaan tenaga profesional menjadi perhatian utama, khususnya di Sulawesi, yang menurutnya masih memerlukan waktu untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memenuhi syarat izin praktik selama 2 tahun. Meski begitu, Sumertadana tetap optimis, selama ada kesempatan dan komitmen, cabang-cabang baru akan tumbuh menyusul, satu per satu. Langkah-langkahnya menggambarkan satu hal yang jelas, bahwa keberhasilan bukanlah soal kecepatan, tetapi tentang visi jangka panjang, kesabaran dalam membangun fondasi, dan semangat untuk terus berkembang tanpa melupakan akar dan nilai yang menjadi pijakan.