Dari Menyambut Penumpang, hingga Menjemput Peluang
Dari bandara, di sanalah gerbang I Ketut Sujana sebagai pengusaha terbuka. Di lingkungan bandara memberinya kesempatan luas untuk berinteraksi dengan berbagai kalangan, termasuk pelaku bisnis dari dalam dan luar negeri. Ketut Sujana mulai memahami alur perdagangan global, pentingnya jaringan, dan etika profesional dalam pelayanan. Pengalaman itu menjadi landasan penting untuk dirinya merintis usaha sendiri. Ia mulai membangun bisnis ekspor-impor, memanfaatkan relasi dan pemahamannya terhadap logistik internasional yang ia pelajari secara langsung dari bandara. Seiring waktu, keberhasilannya dalam bidang perdagangan membawanya pada peluang lain, bisnis properti. Buah ketekunan, menjadikannya pengusaha sukses yang menapaki jalannya dari ruang tunggu bandara hingga ke ruang negoisasi bisnis besar.
Kisahnya dimulai pada tahun 1989, Ketus Sujana pernah bekerja menjadi kernet truk pasir dan pedagang asongan di daerah Kuta, baru setelahnya ia bekerja di bandara. Menjadi karyawan tetap di bandara adalah impian banyak orang. Selain gaji yang stabil, tunjangan kesehatan dan jaminan sosial menjadikannya pekerjaan yang diidamkan. Itulah yang seharusnya dinikmati Ketut Sujana. Selama 32 tahun, ia mengabdi di Gapura Angkasa melalui divisi Greeting Service. Sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari status outsourcing hingga diangkat menjadi pegawai tetap. Sebuah pencapaian yang tentu tidak datang dengan mudah. Ia melaluinya dengan dedikasi, kesabaran, dan loyalitas tinggi. Namun pada satu titik, Ketut Sujana mengambil keputusan yang tidak banyak orang berani lakukan. Meninggalkan zona nyaman dan memulai segalanya dari awal sebagai pengusaha.
Dari pengalamannya melayani penumpang dari berbagai negara, berkomunikasi dengan profesional dunia, dan memahami ritme bandara, telah membentuk naluri bisnisnya. Namun, sebelum Ketut Sujana benar-benar terjun ke dunia usaha, ia telah lebih dulu menyadari pentingnya mencoba peluang di luar pekerjaan utamanya. Berbekal pendapatan yamg ia sisihkan selama bekerja di bandara, ia mulai merintis usaha kecil-kecilan di bidang penyewaan mobil. 3 unit mobil pertama berhasil ia kumpulkan dari hasil jerih payahnya sendiri. Usaha rent car ini menjadi langkah awalnya dalam memahami manajemen aset, pelayanan pelanggan, dan kepercayaan.
Kembali tumbuh keberanian baru dalam dirinya untuk menjajaki jalur yang lebih menantang, dunia ekspor-impor. Ia memanfaatkan jejaring yang selama ini terbangun dari pekerjaannya di bandara. Dan benar saja, pembeli pertamanya datang dari salah satu penumpang asing yang pernah ia bantu dengan sepenuh hati. Dengan semangat yang tak surut dan kemampuan melayani yang sudah tertanam kuat, Ketut Sujana mulai membangun usahanya secara perlahan. Saat menikah pada tahun 1997, bisnis ini pun semakin berjaya dengan turut sertanya istri dalam mengambil peran.
Jatuh bangun dalam ekspor-impor sudah menjadi bagian dari perjalanan bisnis I Ketut Sujana. Tahun 1998 menjadi ujian besar bagi banyak pelaku usaha di Indonesia. Krisis moneter mengguncang sendi ekonomi nasional, nilai tukar rupiah jatuh bebas, dan banyak bisnis gulung tikar. Namun, bisnis ekspor-impor yang ia rintis mampu bertahan, bahkan sempat mencapai puncaknya. Di tengah kekacauan ekonomi, Ketut Sujana berhasil mengirimkan satu kontainer penuh barang ke luar negeri. Sebuah pencapaian yang menandakan kepercayaan pembeli luar negeri terhadap konsistensi dan integritas usahanya. Badai belum berhenti di situ. Pada tahun 2002, setelah membuka toko ekspor-impor pertamanya di kawasan Kuta, ujian besar kembali datang. Baru 2 minggu dibuka, tragedi Bom Bali mengguncang Pulau Dewata. Wisatawan sepi, ekonomi lokal lumpuh seketika. Dalam situasi sulit ini, syukurnya masih ada usaha rent car yang berjalan dan sang istri juga mengambil langkah berani membuka toko kebaya. Menjadi pilar yang memperkuat fondasi keluarga mereka di tengah masa sulit
Langkah ke Properti
Langkah awal Ketut Sujana di dunia properti secara sederhana namun penuh keyakinan. Bermodal lahan milik sendiri, ia membangun 6 kamar kos sebagai sumber pendapatan pasif pertamanya. Dari situ, perlahan ia mulai terlibat dalam aktivitas jual beli rumah, membeli rumah yang membutuhkan renovasi, memperbaikinya, lalu menjual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Selain soal transaksi, proses belajar langsung di lapangan dirasakan Ketut Sujana, ia memahami harga tanah, membaca tren pasar, dan membangun jaringan kepercayaan dengan tukang, agen, dan pembeli. Seiring waktu, kepercayaan dan insting bisnisnya semakin terasah. Dari 6 kamar kos, usahanya berkembang menjadi kompleks kos-kosan yang lebih besar hingga 20 kamar di kawasan Imam Bonjol, Denpasar. Tak berhenti di situ, Ketut Sujana mulai naik kelas, membangun 3 unit properti semi vila di kawasan Seminyak, masing-masing disewakan dengan harga antara Rp6-8 juta per bulan.
Tahun 2012, menjadi titik balik penting perjalanan bisnis Ketut Sujana. Saat tren properti mulai naik daun dan Bali mengalami lonjakan permintaan tanah serta hunian, ia menangkap momentum itu dengan cermat. Berbekal pengalaman di lapangan dan jaringan yang terus tumbuh, ia bersama anaknya, mulai aktif mengembangkan dan menjual kavling di berbagai wilayah strategis hampir di seluruh Bali. Dari utara ke selatan, dari kawasan pariwisata hingga daerah pemukiman, ia menanam jejak usahanya. Dunia properti bukan tanpa dinamika. Kadang ada transaksi yang lancar dan menguntungkan, kadang pula ada masa-masa sepi tanpa satu pun closing. Tapi ketekunan dan keberanian menghadapi risiko membuatnya terus bertahan. Ia memahami bahwa bisnis properti adalah permainan jangka panjang, perlu kesabaran, reputasi, dan kepercayaan yang dibangun dari waktu ke waktu.
Setelah 32 tahun mengabdi di dunia aviasi dan menjalani dua dunia secara paralel, Ketut Sujana resmi meninggalkan gaji tetap dan memilih fokus penuh di dunia usaha. Sebuah babak baru pun dimulai, ditandai dengan pendirian badan usaha, berbentuk perseroan terbatas, PT Shankara Pro Utama. Selain rumah komersial, I Ketut Sujana justru lebih dulu melirik segmen rumah subsidi. Ia melihat bahwa kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah akan hunian tetap tinggi, dan program subsidi pemerintah membuka peluang untuk terlibat langsung dalam solusi sosial tersebut. Ketut Sujana menyadari bahwa proyek rumah subsidi memiliki tantangan tersendiri, ruang geraknya lebih terbatas dibandingkan properti komersial. Skema dan margin yang ketat membuatnya tidak bisa kembangkan secara fleksibel, baik dari segi desain maupun harga jual. Meski begitu, semangatnya tak surut. Bahkan di tengah pandemi Covid-19, ketika banyak pelaku usaha menahan ekspansi, Ketut Sujana justru membuktikan keberaniannya. Ia membangun sepuluh unit rumah di 3 titik berbeda di kawasan Jimbaran. Ini bukan semata-mata soal bisnis, tetapi bentuk komitmen untuk terus bergerak dan bertumbuh, sekaligus berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat, bahkan di masa sulit.
Dari bandara sebagai pintu gerbang awalnya, I Ketut Sujana menyerap banyak pelajaran, kedisiplinan, ketekunan, dan kepekaan terhadap peluang. Semua itu menjadi bekal ketika ia memutuskan menempuh jalan penuh tantangan sebagai pengusaha. Dari usaha kecil seperti rental mobil, ekspor-impor, hingga properti berskala besar, ia membuktikan bahwa mimpi bisa dibangun secara bertahap dengan keberanian untuk melangkah dan konsistensi dalam bekerja. Melalui PT Shankara Pro Utama, ia tak hanya menanam aset di atas tanah, tetapi juga menanam nilai-nilai kerja keras dan keberanian dalam setiap langkahnya. Ketut Sujana harapkan kisahnya menjadi contoh bahwa keberhasilan bukan tentang seberapa cepat kita sampai, melainkan seberapa teguh kita berjalan, bahkan saat arah angin berubah.