Tingkatkan Literasi Keuangan dengan kembangkan Kedai Kopi sekaligus Self-Laundry

Tak hanya memproteksi dari virus Covid-19, pandemi disinyalir mampu membangun alasan kreativitas seseorang, karena kondisi yang dirumahkan atau sekedar mencari kesibukkan, guna menghilangkan kebosanan selama pembatasan mobilitas. Tak terkecuali pria kelahiran Tabanan dari orang tua sebagai pengusaha laundry komersil yang kemudian dipercaya mengelola salah satu pabrik, membuat I Gede Ketut Triskar Adi Wisnu puas dengan zona nyaman tersebut, justru berani mencoba potensi bisnis yang berbeda di masa masih krisis ekonomi.

I Gede Ketut Triskar Adi Wisnu

Secara kasat mata, masa remaja I Gede Ketut Triskar Adi Wisnu mungkin bukanlah kandidat masa depan yang bisa sukses dengan mengandalkan kepintaran akademis. Diceritakan olehnya, ia adalah tipikal remaja yang lebih banyak menuruti egonya dibandingkan mengikuti pelajaran di sekolah. Saat berkuliah pun, orang tua yang sengaja mengirimkannya ke Negeri China agar lebih memaknai arti perjuangan hidup, sembari mempelajari skill Bahasa Mandarin, masih belum sepenuhnya mampu ia cerna dengan baik.

Setelah dua kali Drop Out (DO) dan satu kali memilih mundur dari kampus yang masingmasingnya berbeda universitas, disebabkan faktor musim dingin yang ekstrem membuatnya sebagai orang tropis tak mampu beraktivitas. Kemudian penyebab kedua, ia keasyikan bermain billiard, hingga manajemen waktu tidurnya berantakan dan otomatis kuliah pun ikut terbengkalai.

Triskar kemudian pindah ke Hongkong setelah jenuh dengan lingkungan kampusnya. Kali ini ia lebih serius dalam mempelajari Bahasa Mandarin tanpa bernegoisasi dengan jurusan lainnya. 3,5 tahun berselang, ia berhasil lulus dan langsung kembali ke Bali. Sementara ia memikirkan langkah selanjutnya yang ia kerjakan, orang tua sempat menyarankannya untuk melanjutkan studi. Tanpa basa-basi, pria asal Jimbaran tersebut langsung menolak, hingga singkat cerita ia tertarik untuk merintis sebuah usaha yang bergerak di bidang jasa travel agent, dengan basic keahlianya dalam Bahasa Mandarin.

Sayangnya perusahaan tersebut hanya mampu bertahan 1,5 tahun. Tiga tahun setelahnya, Triska tak ada kejelasan pekerjaan yang membuatnya luntanglantung tanpa tujuan. Ketiga kakaknya kemudian menyarankan untuk membuka cabang Langgeng Laundry yang berfokus melayani industri pariwisata. Di tahun 2016, ia pun langsung dilepas untuk buka di Yogyakarta, setelah hanya mendapat binaan dari orang tua selama dua bulan. Jangka waktu hanya sekian membuatnya sempat kaget menghadapi layanan permintaan, pengiriman hingga keluhan klien. Ironisnya, ia sempat dilanda stres mengelola usaha di area seluas 20 are tersebut. Syukurnya setelah menetap di Yogyakarta selama empat tahun dan memahami situasi mekanisme usaha maupun target pasar, kini setidaknya ia bisa pulang ke Bali dan menyambangi laundry-nya setiap sebulan sekali.

Kondisi pandemi yang meluluhlantakkan pariwisata, mendorong Triska mengembangkan literasi keuangannya. Pilihannya adalah membuka bisnis kedai kopi di Gerbang Taman Griya, Jl. Danau Batur Raya, Jimbaran pada April 2022. Respons masyarakat atas hadirnya kedai ini pun cukup instan, membuatnya tak kalah sigap memperluas dan membenahi area sekitar dalam kurun waktu hanya dua hari. Selain coffee place-nya, konsepnya juga bersamaan dengan self-laundry yang membuatnya unik dari kedai lain. Triska sadar, dalam membuat sesuatu yang beda dari bisnis yang sudah semakin menjamur adalah upaya penting untuk membangun usaha berkarakter di tengah ketidakpastian pandemi. Yang tak kalah mencengangkan sebagai pelaku ekonomi, harus mempersiapkan diri atas segala perubahan, bahkan isu-isu resesi (perlambatan ekonomi) yang sudah merebak, diperkirakan akan terjadi di tahun 2023.

Semakin berani mengambil keputusan-keputusan yang mungkin sebelumnya tak terpikirkan dan jauh dari zona kita adalah salah satu caranya. Demi mencegah ketimpangan sosial semakin melebar dan mewujudkan masyarakat yang lebih setara dan adil.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!