Pensiun dari Lautan, Bangkit dari Nol Demi Membangun Kesuksesan Jangka Panjang

Pemuda-pemudi Bali sampai saat ini, masih memandang bekerja di kapal pesiar merupakan peluang besar dalam meraup penghasilan dalam bentuk dollar yang menggiurkan. Di balik kilau gemerlap dollar, ada realita yang harus dihadapi. Mungkin ini tidak berlaku bagi semua awak kapal, jika kita mampu menyikapinya dengan bijaksana. Tapi, berbanding terbalik dengan kisah Dewa Made Putrayana, pendapatannya sering kali habis untuk kebutuhan sehari-hari, terutama karena keluarganya tidak meninggalkan warisan apapun, sehingga ia harus menjadi tulang punggung finansial tanpa memikirkan investasi untuk masa depannya sendiri. Setelah menikah, Dewa semakin berpikir jangka panjang dan menyadari pentingnya membangun pondasi keuangan yang lebih mandiri. Tanpa pikir panjang, ia berhenti dari pekerjaan di kapal pesiar dan memulai kehidupan barunya sebagai sosok suami dan ayah yang lebih dekat dengan keluarga dan pebisnis lokal yang Berjaya.

Kenyataan bahwa orang tuanya telah berpisah dan kondisi ekonomi yang jauh dari kemapanan harus dihadapi oleh Dewa sejak masa kecil. Masa kecil Dewa dihabiskan di Sukawati, Gianyar bersama ibu, sementara kakaknya tinggal bersama ayahnya. Secara emosional, Dewa jelas lebih dekat dengan ibunya, yang ia anggap sebagai sosok pahlawan nyata dalam hidupnya. Ibu menghidupinya dengan bekerja sebagai penjual sarana banten dan petani penggarap di lahan milik orang lain, karena mereka tidak memiliki lahan sendiri. Di tengah dari tantangan tersebut, Dewa sangat berterima kasih kepada paman dan bibi dari pihak ibu, yang juga mengulurkan bantuan kepada Dewa dan ibunya. Sebagai bentuk balas budi, Dewa pun berusaha selalu hadir dalam membantu pekerjaan rumah tangga paman dan bibinya.

Dalam akademis, Dewa dengan konsisten meraih peringkat di kelas. Selain bersekolah, ia juga bergabung dengan sebuah sanggar tari yang tak sulit ditemukan di kota seni, seperti Desa Sukawati. Dari hasil didikan sanggar dan latihan rutin yang ia lakukan, membuka kesempatan bagi Dewa untuk tampil dalam berbagai pentas, dari satu hotel ke hotel lainnya. Tak hanya keterampilan dalam menari, ia menyadari pentingnya keterampilan tambahan untuk menunjang kebutuhan hidupnya, ia kemudian belajar mengukir patung, demi bisa memberinya uang saku tambahan. Tamat SMP, Dewa mulai mengukir langkahnya untuk bergerak di industri pariwisata. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Tata Graha di SMK. Demi tetap bisa bersekolah, Dewa harus sambil bekerja sebagai pengukir. Dengan jujur, ia mengakui bahwa terkadang terpaksa absen dari sekolah demi bekerja, karena jarak yang ia tempuh ke sekolah memakan waktu 1 jam dengan berjalan kaki, begitu pula saat pulang. Untuk menghindari kelelahan, Dewa terkadang absen dari sekolah, karena ia perlu membayar uang sekolah dan memenuhi kebutuhan pribadinya.

Setelah lulus, Dewa mendapatkan pekerjaan di Sanur Beach Hotel, sebagai tenaga outsourcing di bidang pengendalian hama (pest control). Kejadian tak terduga kemudian muncul saat peristiwa pelengseran Soeharto dari kursi kepresidenan pada Mei 1998, yang berdampak pada pekerjaan di sektor-sektor yang terkait dengan pemerintah termasuk hotel tempatnya bekerja. Meskipun statusnya sebagai pekerja outsourcing, ia turut merasakan imbasnya dengan kehilangan pekerjaan. Kembalilah ia ke Sukawati dan bekerja sebagai pengukir. Empat bulan kemudian, seorang teman yang memiliki galeri menawarkan pekerjaan yang berlokasi di Nusa Dua, di bagian penjualan perhiasan perak dan emas. Melihat kinerjanya yang baik, ia dipindahkan untuk mengelola cabang galeri lain di Tampaksiring. Berjalan setahun, Dewa mulai merasa bosan akibat kurangnya interaksi sosial dalam bekerja di galeri tersebut. Ia memilih berhenti dan kembali mengukir sambil mencari peluang pekerjaan baru. Hingga pada tahun 2006, ia diterima bekerja di kapal pesiar, yang menjadi titik penting dalam perjalanan kariernya.

Di kapal MSC (Mediterranean Shipping Company), pertama kalinya Dewa mengenal lingkungan bekerja di kapal pesiar. Ia diterima pada posisi bellboy yang ia lakoni selama dua tahun. Kemudian ia pindah ke cabin steward yang lebih menghasilkan dollar. Setelah 5,5 tahun bekerja di kapal pesiar, Dewa memutuskan untuk beristirahat dan pulang karena ayahnya jatuh sakit, sebelum akhirnya ayahnya wafat pada tahun 2013. Kehilangan dua sosok penting dalam hidupnya, di mana sang ibu pun sudah pergi terlebih dahulu pada tahun 2010, menjadi pukulan berat bagi Dewa, namun ia sadar bahwa kehidupan harus terus berjalan. Masih di Bali, Dewa mencoba mencari pekerjaan dan diterima bekerja di sebuah hotel di Ubud. Kemudian, seorang teman menginformasikan bahwa ada lowongan di Disney Cruise Line, betapa beruntungnya ketika ia diterima di bagian cleaner. Mengingat sebuah kesempatan yang sangat sulit didapatkan karena persyaratan yang ketat. Sayangnya, pendapatannya tidak imbang dengan pengaruh gaya hidup di kapal dan kebutuhan keluarga, terlebih saat itu ia sudah menikah. Membuatnya merenungi diri, apakah karier ini bisa berhasil dijalani jangka panjang.

Pensiun Berlayar

Atas dorongan istri, Dewa akhirnya berhenti menjadi awak kapal di tahun 2017, setelah enam tahun berlayar. Dalam masa pensiun ini, ia baru saja mulai membekali dirinya dengan investasi tanah seluas 2 are, yang ia beli dari saudaranya dan masih proses mencicil. Untuk membayar cicilan selanjutnya, ia bekerja di beberapa tempat pada posisi seperti reservasi dan pemasaran, yang menjadi pengalaman baru dan segar baginya. Dari sana, ia mulai tertarik untuk memiliki bisnis penginapan dan mendiskusikannya bersama istri. Mendapatkan dukungan dari istri maupun keluarga, Dewa tidak mau berpikir terlalu lama. Ia membatalkan pembelian tanah sebelumnya dan memohon kepada saudaranya untuk mengembalikan uang cicilan yang sudah ia bayar. Ia kemudian menambahkan modal lagi dari pinjaman ke bank, atas bantuan istri yang lebih mudah mendapat kepercayaan dalam melakukan kredit dengan latar belakang bekerja di BUMN. Akhirnya, di atas lahan kontrakan milik saudara, Dewa berhasil membangun Dedeane Ubud Hotel, penginapan bintang tiga yang berlokasi Desa Singakerta, Ubud.

Dalam peluncuran Dedeane Ubud Hotel pada tahun 2020 yang terdiri atas 13 kamar, tak disangka Dewa bisa dengan segera mendapatkan sambutan hangat dari pengunjung yang datang menginap, padahal saat itu masih dalam kondisi pandemi dan pembangunan belum sepenuhnya rampung. Para tamu mengapresiasi keindahan dan ketenangan lingkungan hotel, serta perhatian detail yang diberikan Dedeane Ubud Hotel dalam menciptakan suasana yang nyaman dan menyatu dengan alam Ubud. Hal itu sesuai dengan filosofi Dedeane Ubud Hotel, yaitu menyediakan tempat peristirahatan di mana para tamu dapat menemukan kedamaian, kemewahan dan keterhubungan yang mendalam dengan alam dan budaya. Sebagai bisnis perdananya, Dewa tidak hanya mengandalkan modal untuk sukses, tetapi juga menghadapi berbagai tantangan signifikan, terutama dalam menarik pelanggan dan membangun kepercayaan. Dalam industri perhotelan, kepercayaan adalah mata uang utama yang tidak bisa dibeli dengan uang semata. Kepercayaan harus dibangun melalui hubungan yang solid dengan pelayanan yang konsisten dimulai dari dalam yakni tim yang bekerja bersamanya. Oleh karena itu, ia memastikan bahwa setiap anggota tim memiliki nilai dan tujuan yang sejalan dengan misinya. Memiliki mentalitas tulus dan keinginan untuk melayani dengan hati, menciptakan sebuah oasis kedamaian dan kemewahan yang terjalin dengan budaya lokal dan keindahan alam Ubud.

Dari seorang pemuda yang berjuang di kapal pesiar hingga menjadi pengusaha sukses, Dewa memiliki pesan, “Bagi generasi muda jika mencari pengalaman, jangan bekerja di kapal pesiar, karena di sana kita bekerja seperti mesin pecetak uang”. Syukurnya, ia telah melalui itu semua dan membuktikan bahwa tidak ada batasan bagi mereka yang berani melangkah dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Lebih dari itu, kesuksesan Dewa tidak hanya dilihat dari keberhasilan membangun Dedeane Ubud Hotel, ia adalah seorang yang tidak melupakan asal-usulnya dan bagaimana perjalanan hidupnya dibantu oleh banyak tangan yang peduli. Pengalaman ini membentuk komitmen dalam dirinya untuk memberikan kembali kepada masyarakat. Ia sadar betul bahwa di balik setiap langkah suksesnya, ada orang-orang yang telah mendukung dan membimbingnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setelah mencapai stabilitas dalam bisnisnya, Dewa merasa terpanggil untuk melanjutkan kebaikan itu. Ia dengan senang hati bisa menjadi bagian dari perjalanan sukses orang lain, memastikan bahwa keberhasilannya juga memberikan manfaat yang luas bagi komunitas dan generasi mendatang.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!