Mendedikasikan Diri sebagai Notaris dengan Mengedepankan Totalitas Pelayanan Masyarakat
Saat memutuskan terjun dalam dunia hukum sebagai seorang notaris, Natalia Ningsih berkomitmen untuk totalitas dalam memberikan pelayanan. Kiprahnya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah selama puluhan tahun berhasil membangun kepercayaan masyarakat, dengan melihat fenomena yang terjadi saat ini di mana masyarakat Bali beramai-ramai menjual aset tanah, membangkitkan nalurinya untuk memberikan bantuan hukum terpercaya sehingga mampu membantu masyarakat terutama dalam memberikan bantuan hukum terhadap hak atas kepemilikan tanah. Di sisi lain, berbagai pengalaman di sepanjang hidupnya telah menumbuhkan keinginan untuk menjadi sosok perempuan mandiri yang mendedikasikan dirinya untuk membantu masyarakat.
Neneng, demikian ia akrab di sapa, lahir di Pekan Baru Riau adalah putri dari orang tua yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Keuangan dan ibu rumah tangga. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, Neneng menjadi sosok panutan yang selalu mengayomi keempat adiknya. Perempuan kelahiran 26 Desember 1967 ini sejak kecil selalu berdiam di rumah dan tumbuh dengan limpahan kasih sayang orang tua. Di balik kelembutan sifatnya yang di turunkan ibu padanya, tersimpan keinginan untuk bisa menjadi perempuan mandiri yang berpenghasilan dan tidak menggantungkan hidup kepada suami seperti ibunya yang pada saat itu menjadi ibu rumah tangga. Meski begitu, Neneng sangat mencintai kedua orang tuanya. Demi membalas jasa orang tua, Neneng berjuang untuk menjadi anak berprestasi di sekolah untuk membuat orang tuanya bangga.
Dikenal sebagai anak yang sangat dekat dengan orang tua, sebagian besar kesehariannya di masa kecil lebih banyak dihabiskan di rumah. Sepulang sekolah, Neneng melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kakak mengurus keempat adiknya sambil mengerjakan pekerjaan sekolah. Semua dilakukan atas inisiatif diri sendiri. Didikan tegas dan demokratis dari ayahnya mendisiplinkan Neneng. Di matanya, ayahnya tetap seorang berhati lembut, suka menolong, dan berjiwa sosial tinggi. Sebagai anak berprestasi di masa sekolah, Neneng kerap mengikuti berbagai kompetisi dan merupakan anak yang aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Hidup mandiri dan berpenghasilan sendiri adalah cita-citanya di masa kecil.
“Suatu saat nanti saya ingin menjadi perempuan yang bisa hidup mandiri. Melalui penghasilan yang saya dapatkan, saya berharap bisa membantu perekonomian keluarga, terutama membantu suami kelak,” tuturnya saat menceritakan keinginan besarnya di masa kecil
Ketika ditanya soal cita-cita sebagai notaris, Neneng mengakui belum terpikir pada saat itu. Saat duduk di bangku SMA sempat terpikir ingin menjadi dokter. Lulus sekolah, Neneng mengikuti tes masuk kedokteran namun tidak lolos. Akhirnya, Neneng memilih masuk Fakultas Hukum karena dinilai merupakan salah satu jurusan paling popular di Pekanbaru masa itu. Selain itu, Fakultas Hukum dikenal sebagai jurusan yang cukup fleksibel dilihat dari prospek kerjanya. Melihat kondisi pada saat itu, banyaknya masyarakat yang kesulitan mencari bantuan hukum terutama dalam hal penyelesaian sengketa tanah, mengetuk pintu hati Neneng untuk akhirnya memilih terjun menjadi seorang notaris. Di satu sisi, pekerjaan notaris adalah pekerjaan yang netral dan tidak memihak
“Sebagian besar banyak yang dulu memilih untuk bekerja di bidang manajemen, saya ini tipenya kurang suka diatur. Saya ingin menjadi bos untuk diri saya, karena lebih bisa berekspresi, kalau kerja sama pimpinan harus patuh pada SOP yang ada, jadi saya berpikir pada waktu itu, fakultas hukum adalah jurusan yang paling tepat untuk saya,” tandasnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan hukum selama 3 tahun, sembari menunggu jeda wisuda, Neneng menyibukan diri dengan membantu proses pembuatan skripsi bagi temantemannya yang mengalami hambatan dalam membuat tugas akhir tersebut. Penghasilan yang didapat disimpan untuk digunakan sebagai modal utama melanjutkan kuliah S2 Kenotariatan. Usai wisuda, Neneng pergi merantau ke Jakarta untuk melamar sebagai dosen. Berselang berapa lama akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan studi S2 Kenotariatan di Universitas Gajah Mada pada tahun 1992. Kerasnya pendidikan notaris di UGM pada saat ini sempat memberikan pukulan cukup berat akibat sulitnya mendapat nilai tinggi. Di masa ia melakukan introspeksi diri, Neneng bertemu dengan sosok yang kelak menjadi suaminya, drg. Agus Asmara Putra, melalui perkenalan lewat sahabatnya. Seiring perkenalan yang terjalin, Neneng memutuskan untuk menikah di masa cuti kuliah dan ikut suaminya untuk tinggal di Bali.
Neneng melanjutkan studi S2 dengan bolak-balik Bali Yogyakarta dan lulus pada tahun 1996. Setelah lulus program spesialisasi notariat UGM, Neneng balik ke Bali dan magang di Kantor Notaris/PPAT I Ketut Mustika Udaya, S.H., dan sebelumnya juga pernah magang di Kantor Notaris/ PPAT I Gusti Kade Oka, S.H., saat masih menempuh pendidikan S2. Di sana dirinya mendapatkan banyak pengalaman dan pembelajaran berharga serta bertemu dengan orang-orang yang senantiasa memberikan dukungan padanya. Neneng resmi dilantik sebagai notaris pada tahun 1999 dengan penempatan di Bajera, Tabanan, tempat dia dan suami tinggal bersama ketiga anaknya, yakni yang pertama sebagai notaris bernama Canina Asmara Putri, SH., M.Kn., yang mana sedang menempuh program S3 di Universitas Udayana, anak kedua yaitu Denta Asmara Putra, S.H, sedang magang sebagai advokat, dan anak ketiga yaitu Dentino Asmara Putra, yang sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati. Sebagai pejabat negara dalam hal ini notaris yang melayani kepentingan masyarakat, Neneng menilai semua pekerjaan notaris diatur oleh negara. Tidak hanya itu, cuti dan batas usia telah diatur. Dalam menangani pekerjaan klien, Neneng dituntut untuk bekerja secara formal.
“Profesi Notaris tidak hanya melindungi masyarakat tetapi juga melindungi diri sendiri, sifatnya tidak memihak dan bekerja secara formal, terutama dalam hal pengecekan identitas yang dibawa, kita mengantisipasi sebagai pihak pertama dan kedua bagaimana saya memformulasikan apa keinginan mereka sesuai dengan aturan, jadi disini prinspi kehati-hatian sangatlah penting,” ungkapnya.
Perkembangan digitalisasi saat ini mempermudah kinerja Neneng. Ia mengombinasikan cara kerja manual dengan teknologi digital demi meningkatkan efisiensi, kecepatan dan kualitas pelayanan hukum. Memberikan pelayanan secara total demi membangun kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan, merupakan harapan besarnya hingga saat ini. Melihat pesatnya zaman, Neneng menyadari bahwa dirinya harus mampu beradaptasi demi kelangsungan pekerjaannya. Neneng memberikan kursus digital untuk para staf yang bekerja di bawah naungannya dengan harapan mampu mengatasi berbagai kendala dalam hal pelayanan dan selalu membuka diri terhadap wawasan baru di tengah kemajuan zaman.