Memanfaatkan Privilege untuk Pendidikan yang Berkualitas

Mempelajari kembali, bagaimana orang tua Gde Ngurah Anindita sangat ‘sensitif’ dalam bidang pendidikan anak-anaknya, Gde pun menyadari akan hal tersebut. Pendidikan merupakan pondasi yang krusial untuk membentuk masa depan yang sukses. Seperti pengalaman Gde yang langsung percaya diri untuk mengambil proyek sendiri, namun upayanya mengalami kegagalan. Hal ini mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat S2, dengan harapan dapat meningkatkan branding dirinya dan mendirikan perusahaan kontraktor terpercaya, termasuk mampu bersaing dengan para pemain yang berasal dari luar Bali.

Sebenarnya seberapa pentingkah pendidikan itu? Ada yang meyakini bahwa pendidikan adalah pondasi penting dalam membangun masa depan yang sukses, sementara yang lain berpendapat bawa kesuksesan tidak selalu tergantung pada tingkat pendidikan formal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Ada orang-orang yang berhasil meskipun hanya lulusan SD. Mereka mungkin memiliki bakat alami yang memungkinkan mereka meraih kesuksesan dalam bidang tertentu. Apalagi di zaman serba terbuka saat ini, membawa perubahan besar dalam akses terhadap informasi. Seiring dengan kemajuan teknologi, sekarang lebih mudah bagi setiap individu untuk belajar dan mengembangkan keterampilan mereka, terlepas dari tingkat pendidikan formal yang dimiliki. Terlepas dari apapun faktornya, pendidikan tetaplah harga mati untuk memberikan dasar pengetahuan, membantu membuka pikiran, mengasah keterampilan dan membantu individu meraih potensi terbaik mereka. Ini membuka pintu peluang yang lebih luas dalam karier dan kehidupan di masa depan yang semakin bersaing. Selayang pandang di atas menggambarkan setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih jalur suksesnya. Kembali lagi ke kisah Gde, ia sejak kecilnya telah dididik akan pentingnya pendidikan. Orang tuanya begitu royal ketika membahas apa yang menjadi kebutuhan dalam pendidikan. Ya, dari segi ekonomi, keluarganya tergolong mampu, ayahnya merupakan mantan anggota dewan dan mantan Wakil Bupati Buleleng. “Tapi, ketika saya meminta sesuatu di luar itu, saya seolah-olah menanti keajaiban,” ucapnya sambil tertawa. Pria asli Singaraja ini, sejak SD hingga SMA sudah pindah ke Denpasar. Tamat dari SMP 1 Denpasar, ia kemudian bersekolah di SMAN 3 Denpasar sebagai angkatan tahun 1997. Orang tua memiliki alasan kuat, mengapa ia disekolahkan di tempat tersebut bukan sekolah negeri lainnya. “Tujuan orangtua biar saya tidak hedon (hidup mewah), saat SMA pun, saya masih naik angkot,” ungkapnya.

Setelah memasuki masa dewasa, orang tua Gde memutuskan untuk mengirimnya kuliah di luar Bali, yaitu di Universitas Trisakti, agar Gde dapat menjadi pribadi yang lebih mandiri dan memperluas pandangannya tidak hanya di Bali. Dalam program studi, Gde memilih Teknik Sipil, karena ia terinspirasi oleh latar belakang keluarga dari garis kakek ibunya, yang memiliki keterkaitan yang erat dengan usaha kontraktor. Melalui studi di bidang ini, Gde berharap dapat mengembangkan pengetahuannya tentang rekayasa sipil dan mewarisi keterampilan serta nilainilai keluarga dalam dunia konstruksi.

Manfaatkan Privilege

Lulus S2, Gde mendirikan perusahaannya pada tahun 2013, bernama Artcore. Cikal bakal Artcore berdiri sebelumnya, ia terlibat di suatu proyek hotel dekat Bandar Udara Ngurah Rai bersama perusahaan kontraktor milik pamannya. Namun di tengah perjalanan, pamannya memilih mundur, karena berdasarkan jam terbang yang dimiliki, kemungkinan besar proyek tersebut akan berisiko mengalami kerugian. Sementara Gde yang masih penasaran, tetap menjalankan proyek semaksimal mungkin, dengan masih menggunakan bendera perusahaan pamannya. Proses luar biasa pun dirasakan Gde, terutama dalam memperoleh pelajaran berharga bahwa teori-teori yang dipelajari di kampus tidaklah bermakna tanpa pengalaman di lapangan. Untungnya proyek tersebut berhasil terselesaikan meski, tak mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Dalam memasarkan perusahaan yang masih baru, menjadi tantangan bagi Gde. Untuk mengatasi ini, ia memperkenalkan Artcore sebagai perusahaan kontraktor yang juga dilengkapi dengan staf desain yang bisa memenuhi permintaan klien. Bila perusahaan arsitek, mungkin mengerjakan desain tanpa mengetahui bagaimana struktur bangunan di lapangan, Artcore dapat menyediakan desain dan sekaligus mengimplementasikannya di lapangan dengan memahami struktur bangunan secara keseluruhan. Secara eksplisit, Gde juga menggunakan privilegenya dengan mengklaim bahwa Artcore merupakan bagian dari Adi Murti, perusahaan kontraktor senior yang dimiliki oleh kakeknya, Bapak Made Suwita.

Meskipun memiliki keuntungan tertentu, Gde tetap berhadapan dengan yang namanya proses menuju perusahaan kontraktor terpercaya. Baginya, pembuktikan hasil karya di lapangan satu hingga dua tahun kemudian adalah tonggak penting dalam menunjukkan kualitas karya Artcore. Hal ini menandakan bahwa kesuksesan perusahaan tidak semata bergantung pada siluet atau reputasi kakeknya maupun peran ayahnya di pemerintahan, tetapi pada hasil nyata yang dihasilkan oleh Artcore sendiri.

Dari beragam proyek yang ditangani oleh Artcore, proyek yang paling berkesan, saat Gde terlibat dalam event akbar KTT G20. Dengan batasan waktu yang ditentukan, Gde sampai melibatkan bantuan TNI dalam proyek beautifikasi atau proyek penataan lingkungan dalam penanaman bunga kembang kertas sepanjang jalan tol sekitar 80%. Tak hanya itu, juga pembuatan 60 tiang bendera di pinggir jalan tol melalui Bandara Ngurah Rai dan Nusa Dua dalam waktu hanya tiga hari. Benar-benar tantangan luar biasa. Syukurnya, dalam menyukseskan proyek pemerintah maupun swasta, Artcore telah memiliki kunciannya, Artcore selalu tegas dalam surat kontrak yang jelas dan manajemen risiko yang baik, tidak hanya terbatas pada manajemen struktur bangunan saja. Saat ini Artcore sedang mengerjakan proyek di Natadesa Jimbaran, Bellevue Nusa Dua, Perancangan Masterplan Desa Wisata Sibanggede.

11 Tahun berkarya bersama Artcore, Gde memiliki harapan yang tidak muluk-muluk. Setiap proyek yang dipercaya kepada Artcore, mampu diselesaikan dengan paripurna, serta mengembangkan studio desain yang sempat tertunda karena kesibukan. Namun, ada satu hal yang sangat mengganggu perhatiannya yaitu perilaku kontraktor luar yang mengambil proyek di Bali. Setelah proyek selesai, mereka meninggalkan lokasi begitu saja. Hal ini membuatnya kembali menyadari pentingnya pendidikan untuk membantu membangun standar profesionalisme yang tinggi dalam industri ini. Oleh karena itu, ia memotivasi generasi muda terlebih memiliki privilege sepertinya, untuk menghargai kesempatan pendidikan yang ada dan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk meraih impian dan bersaing di era globalisasi in

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!