Konsistensi Anak Petani Menjadi Insinyur untuk Mendukung Pertanian Lokal
Lahir dan besar di lingkungan pertanian yang sederhana tepatnya di kawasan dingin, Desa Candikuning, Tabanan, tidak membuat Ketut Indiani Masmini jera sebagai anak petani. Justru ia konsisten dengan bidang tersebut dengan mengejar pendidikan dan berhasil lulus sebagai insinyur pertanian. Dengan pengetahuan yang ia peroleh, ia kemudian mendirikan suatu wadah yang bertujuan untuk memberdayakan para petani di desanya. Ketut Indiani Masmini menginginkan penghasilan para tani mereka tidak hanya terpaku pada bahan baku yakni sayur-sayuran, tetapi juga diolah menjadi produk yang laris-manis di pasaran.
Pada tahun 1979, menjadi titik balik Ketut Indiani yang masih duduk di bangku kelas V SD jengah dengan perekonomian keluarga. Ia harus kehilangan ayahnya sebagai tulang punggung perekonomian keluarga yang bermatapencaharian sebagai petani. Kehidupan Ketut Indiani saat itu sederhana, dan kehilangan ayahnya menjadi pukulan berat bagi keluarga. Menolak untuk menyerah, ia termotivasi untuk sukses dengan membangun ekonomi keluarganya agar lebih sejahtera dengan tetap konsisten dalam bidang pertanian. Ketut Indiani memang spesial. Biasanya orang-orang kebanyakan akan menghindari sebagai petani setelah mengalami masa lalu yang kurang menyenangkan. Sementara dirinya memilih tetap konsisten pada bidang tersebut. Sambil bersekolah, setiap hari jam 3 pagi, ia sudah meringankan beban ibu dengan mengangkat sayur-mayur untuk dibawa ke Pasar Kumbasari yang akan dijual ibunya. Kerja keras sang ibu yang tidak kalah hebatnya dengan mendiang ayah, berhasil membawanya melanjutkan kuliah bidang pertanian di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Sambil kuliah, tanpa rasa gengsi, ia masih membantu ibu berjualan di Pasar Kumbasari yang jaraknya sudah tidak sejauh saat ia masih di Tabanan.
Di Denpasar, Ketut Indiani tinggal di rumah kerabat. Sebagai bentuk terima kasih karena telah diterima untuk tinggal, ia turut membantu pekerjaan rumah tangga. Atas seizin kerabat, ia juga mencurahkan pengalamannya dalam bercocok tanam dengan menanami area kosong di belakang rumah dengan cabai dan tanaman lainnya untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan begitu, kerabatnya tidak perlu repot-repot membeli sayuran, cukup memetik dari kebun. Nilai tambah lainnya, tanaman yang ditanam sendiri jelas lebih sehat, tanpa semprotan pestisida atau produk kimiawi lainnya. Belum lagi, kegiatan bercocok tanam juga memberi manfaat bagi tubuh tetap bergerak dan aktif.
Dengan pengetahuan dan pengalaman yang terus berkembang dari perguruan tinggi, Ketut Indiani mulai mengidentifikasi produk bahan baku yang paling diminati di Denpasar. Ia juga aktif mencari solusi untuk masalah hama dan penyakit pada tanaman, semua ini dilakukan untuk mendukung ekspansi usaha ibunya di pasar. Setelah lima tahun kuliah, Ketut Indiani lulus dan berhasil lolos dalam tes CPNS di bidang Pertanian, di mana ia bekerja hingga tahun 2017. Setelah itu, ia beralih ke bidang Ketahanan Pangan dan menjalani karier di sana hingga mendekati usia pensiunnya, yang kini ia tempuh pada usia 58 tahun. Meskipun memilik karier yang stabil sebagai PNS, Ketut Indiani tidak meninggalkan pekerjaan bercocok tanam yang telah berjasa memberikan asupan gizi sejak kecil, hingga mengiringi perjalanannya sebagai perempuan dari keluarga petani yang berhasil sukses sesuatu yang jarang terjadi pada masa itu. Ia merasa sangat bangga atas pencapaiannya sambil mengakui peran penting ibunya yang gigi dalam membesarkan empat anak dan membantunya mencapai kesuksesan ini.
Kiprahnya sebagai PNS memberikan Ketut Indiani ruang lebih luas untuk terjun ke pelosok masyarakat dalam bidang pertanian. Salah satu masalah utama yang ia temui adalah produk pertanian yang tidak tahan lama dan acap kali tidak laku terjual. Untuk mengatasi masalah ini, ia menginformasikan kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu, bahwa jika bahan baku tidak laku dijual, mereka bisa mengolahnya menjadi produk seperti keripik sayur, minuman teh atau produk lainnya. Dari tantangan tersebut, Ketut Indiani memiliki ide untuk membentuk suatu wadah yang mendukung kegiatan pertanian masyarakat dan memasarkan produk hasil kreativitas mereka. Maka pada tahun 2020, ia mendirikan Pondok Indi berlokasi di Br. Pohgending, Desa Pitra, Penebel, Tabanan.
Jika di masa pandemi Covid-19, orang-orang yang sebelumnya bekerja di sektor pariwisata beralih ke pertanian sebagai sumber penghasilan alternatif. Ketut Indiani pun melakukan hal yang sama, tetapi bukan karena keadaan pandemi. Komitmennya yang kuat dan kesetiaannya pada pertanian lokal mendorongnya untuk tetap fokus pada bidang ini. Produkproduk UMKM olahan pertanian lokal seperti laklak khas Penebel yang enak dan gurih, Mie Kelorgud, Arjuna Bakery, teh Rosella, serta produk-prosuk lainnya yang berbahan dasar tanaman organik, kemudian dipasarkan di Pondok Indi dan pasar lainnya. Agar semakin banyak masyarakat yang datang sekaligus mendukung produk lokal, Pondok Indi pun didesain dengan area aparkir yang luas dan pemandangan sawah yang sejuk, cocok dalam kegiatan seperti studi banding, arisan, rapat kantor, reuni maupun garden party termasuk ulang tahun, resepsi dan bazar. Pondok Indi yang juga dilengkapi koki yang handal siap menyajikan hidangan dari kebun organik untuk setiap kegiatan dengan pilihan menu yang memanjakan selera.
Pondok Indi adalah harapan. Harapan bagi para ibu tani dalam berkreativitas, terutama dalam menghasilkan pundi-pundi rupiah dalam karya mereka. “Ibu-ibu tani disini sebenarnya kreatif, hanya saja medianya kurang. Saya berharap semakin luas produk-produk di Pondok Indi dikenal, akan semakin banyak produk yang diserap dan berkolaborasi,” ucapnya. Demi menjaga keberlangsungan kegiatan positif ini, Ketut Indiani juga mengajak masyarakat yang belum bersinggungan dengan pertanian, tidak gengsi untuk mulai bercocok tanam, minimal di rumah sendiri. “Hidup tidak ada habisnya bila berurusan dengan gengsi,” katanya. Ia menekankan bahwa penting bagi kita untuk tidak merasa malu melakukan pekerjaan yang dianggap sederhana namun nyatanya adalah kebutuhan esensial di seluruh lapisan masyarakat, baik kaya maupun miskin. “Jangan sampai kita kehilangan pasar kita hanya karena merasa gengsi. Pertanian adalah tulang punggung perekonomian kita dan perlu kita jaga serta kembangkan bersama,” tambahnya. Dengan semangat ini, Ketut Indiani berusaha membangun kesadaran akan pentingnya bertani, tidak hanya sebagai sumber penghasilan, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga ketahanan pangan dan kemandirian komunitas.