Bukan Pengabdi Korporat, Kebebasan Kreatif dan Kepercayaan Diri Dewa Ditya
Bebas, kreatif, percaya diri, karakter itulah yang cukup mewakili Dewa Aditya atau pemilik nama panjang dari I Dewa Agung Gede Yogeswara Aditya Negara ini. Tanpa disadari, karakter-karakter tersebut menggiringnya untuk menjadi seorang pebisnis atau bekerja dalam bidang yang tidak mengenal istilah pengabdi korporat dalam kamus pria asal Klungkung ini.
Sebelum berbisnis, dengan kepiawaiannya dalam bahasa Inggris dan berkomunikasi, Dewa Aditya diterima bekerja di perhotelan meski latar belakang kuliahnya adalah di bidang Hukum. Alasan ia mundur dari disiplin ilmu tersebut karena saat PKL di suatu pengadilan negeri, ia menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan idealismenya. Akhirnya ia putuskan untuk tidak terjun ke ranah Hukum dan tidak pernah menyesali keputusan tersebut. Dewa Aditya lantas menggali pekerjaan atau usaha apa yang kiranya cocok untuknya dengan mencoba banyak hal baru. Ia pernah membuka bisnis clothing dengan nama Weird Company, namun gagal karena salah dalam manajemen keuangan. Salah satu penyebabnya karena penghasilan yang didapat ia gunakan untuk melukis tubuhnya dengan tato. Semenjak memiliki tato, jiwa entrepreneur Dewa Aditya justru semakin terpanggil, selain karena mencintai kebebasan, otomatis ia tidak leluasa untuk bekerja di segala sektor. Dewa Aditya kemudian mengawali sepak terjangnya dalam berbisnis dengan membuka bisnis tur, namun belum berjalan mulus. Ia pernah kembali menyentuh posisi karyawan di Bali Safari, dan di beberapa hotel sejak tahun 2016 pada posisi butler yang dilakoni hanya selama setahun. “Saya tak pernah bekerja di bawah perusahaan lebih dari setahun. Jika merasa sudah cukup, saya pindah ke tempat lain,” ungkapnya. Peralihan dari hotel satu ke hotel lain pun dilakukan Dewa Aditya, dan berakhir di tahun 2018 pada posisi sebagai social media specialist.
Lepas dari korporat, Dewa Aditya menghidupkan usaha tur yang sempat terhenti. Dewa Aditya yang juga dikenal sebagai travel blogger dan fotografer pernikahan dengan dua brand-nya yaitu Dewa Snap Shots (lokal) dan Lemuriarts (Internasional), mencurahkan keahliannya dalam membuat konten dan memajang foto yang memukau di media sosial bisnis turnya. Namun, saat pandemi Covid-19 pekerjaan tersebut tidak berjalan semulus biasanya. Selain tetap aktif membuat konten di masa pandemi, bersama istri ia membuka kuliner The Lalapan. Belum puas di sana, masih bersama keluarga yaitu sepupu dan kakak, mereka merintis kuliner Ajik Guling di atas lahan milik sepupunya yang dulunya merupakan bekas toko bangunan yang sudah tutup. Dengan kombinasi antara ketersediaan lahan yang strategis, pengalaman kakak sepupu, Dwagung Lesmana & Dewa Dian dalam menjual kuliner babi guling dan strategi pemasaran yang dipunyai Dewa Aditya, mereka yakin Ajik Guling akan menjadi kuliner babi guling terbaik di Klungkung.
Bagi Dewa Aditya, membangun keunikan bisnis adalah krusial dalam segala sektor bisnis. Dalam karier fotografinya yang sudah sembilan tahun dijalani, ia cenderung menggunakan gaya Street Photography & Couple Portrait. Gaya foto yang dihasilkannya tidak terpaku pada pola atau format yang sama, sehingga setiap pasangan yang difotonya memiliki ciri khas yang berbeda signifikan. Untuk Ajik Guling, selain memiliki keunggulan dengan lokasi yang strategis, juga sangat nyaman dan cozy untuk menikmati babi guling dengan cita rasa bumbu Klungkungnya yang khas. Sekali lagi, dalam membangun bisnis di era digital, menciptakan konten-konten menarik sangatlah penting. “Pada akhirnya, orang yang akan sukses adalah mereka yang mampu membentuk persepsi publik atau klien,” ujar Dewa Aditya. Ini menunjukkan bahwa di dunia digital saat ini, tidak hanya leadership, produk atau layanan yang penting, tetapi juga bagaimana sebuah bisnis dapat mempengaruhi pandangan dan opini publik melalui konten kreatif dan strategi pemasaran yang efektif. Membentuk persepsi yang positif di mata masyarakat atau pelanggan dapat menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang Dalam hal ini, Ajik Guling pun telah aktif dan responsif. Meskipun baru beroperasi tiga bulan, eksposur melalui reels dan konten lainnya memberikan kesan bahwa bisnis ini telah berjalan bertahun-tahun. Dengan antusiasme masyarakat dan warganet yang positif, Dewa Aditya yakin bahwa Ajik Guling memiliki masa depan yang cerah dan dapat menjadi warung babi guling terkemuka di Klungkung. Bahkan ia optimis dalam beberapa tahun ke depan, Ajik Guling mampu menyaingi popularitas restoran babi guling di Ubud dan menjadi salah satu yang terbaik di Bali.