Estetika Kopi yang Menghangatkan Kembali Hubungan Sosial dengan Lingkungan Sekitar
Masa kecil Kadek Bery Sanjaya sudah harus menyaksikan perpisahan kedua orang tuanya. Ia yang akhirnya tinggal bersama ibunya pun harus mengupayakan berbagai cara untuk terus mampu memenuhi kebutuhan hidup. Bersyukurnya sang ibu telah memang memiliki pekerjaan sebelumnya di bidang pariwisata, setidaknya setiap bulannya, sudah ada penghasilan pasti. Namun seiring berjalannya waktu, kebutuhan yang semakin meningkat, tentu tak bisa mengandalkan penghasilan bulanan saja, dari sinilah cikal bakal Kadek Bery Sanjaya melancarkan aksinya untuk membangun usaha.
Saat di usianya empat tahun, Kadek Bery mengaku sudah bisa merasakan ketidaknyamanan dalam rumah, saat orang tuanya akan berpisah, walaupun ia masih terlalu dini untuk mengerti mengapa orang tuanya memutuskan untuk hidup masing-masing. Namun dalam hal ini, sang ibu berhasil mendidiknya meski dalam kondisi single parent, agar ia tidak menjadi remaja yang kekurangan kasih sayang yang dapat menjerumuskannya dalam pergaulan tidak sehat.
Benar saja, Kadek Bery yang mulai beranjak remaja tak mampu menghindari bahwa pergaulan yang dikhawatirkan oleh ibunya, memang benar ada disekitarnya. Namun karena ia telah memiliki bekal didikan yang kuat, ia pun memilih lebih baik menghindari pergaulan tersebut dengan melanjutkan kuliahnya di Bandung
Karena pergaulan yang tidak sehat, memaksakan Kadek Bery untuk mencari lingkungan yang lebih positif. Bahkan meski jauh dari keluarga, pola pemikirannya justru semakin terbuka dan mandiri dalam melakukan segala tanggung jawab untuk remaja seusianya. Dalam hubungan dengan ibu pun terjalin semakin dekat, karena ia sempat merasakan pencapaiannya tidak akan sampai disini tanpa peran orang tua, khususnya ibu.
Sebelum tamat kuliah, Kadek Bery juga sempat membuka kedai kopi bersama teman-temannya. Berjalan selama setahun, masing-masing dari mereka kemudian memilih untuk melepas usaha tersebut untuk berkarier di suatu perusahaan. Akhirnya modal yang sebelumnya tertanam pada usaha tersebut, dikembalikan dengan bijak kepada pemiliknya.
Sesampai Kadek Bery di Bali, ia memilih melanjutkan kembali kedai kopi tersebut, namun ternyata tak semudah membayangkannya. Walaupun ia tergolong pecinta kopi dan bisa membuat kopi, usahanya tak mudah diterima begitu saja. Ternyata permasalahannya ialah untuk usaha sekelas kedai, kopi dengan sebatas ilmu yang dimiliki belum menjawab estetika kopi yang sebenarnya. Beranjaklah anak kedua dari dua bersaudara ini, untuk menambah ilmunya dalam dunia kopi. Secara perlahan dan sabar ia pelajari, Praya Social Hub pun bertransformasi menjadi kedai kopi yang diminati masyarakat, khususnya generasi muda.
Dari hanya berupa angkringan, bersama kakaknya, Kadek Bery sukses mengembangkan kedai kopinya setahap demi setahap, hingga resmi berdiri berwujud seperti sekarang ini pada 27 Maret 2020. Melihat tanggal diresmikannya, saat itu pandemi mulai memasuki Pulau Bali, ia pun sempat kalang kabut memikirkan usaha kedai kopi ini kedepannya, karena di hari pertama saja ia sudah merasakan dampaknya, tak satu seduhan kopi pun terjual dan menjadi fase terberat saat pertama kali menjalani bisnis.
Beruntung Kadek Bery memiliki support system yang unggul dalam keluarga, sehingga ia tak mudah terpuruk begitu saja dan tak patah arah untuk selalu memegang pemikiran bahwa harapan akan selalu ada. Dan di bulan Juni 2021, setelah menemui tantangan demi tantangan yang tidak mudah dan mengatasi dengan inovasi-inovasi berupa promo-promo menarik, Kadek Bery pun menarik nafas leganya bahwa kedai kopi yang ia namai “Sekopi” berjalan dengan lancar.
Langkah Kadek Berry selanjutnya, ia kembali membuka coffee shop yang kedua berlokasi di Hayam Wuruk No. 158 Denpasar, dengan konsep bangunan modern dan tanaman hijau disekitarnya. Melalui gagasan ini, sang pemilik berharap akan membawa suasana yang hangat kepada para penikmat kopi, begitu pula dalam hal nama brand “Praya Social Hub” yang bisa menjadi penyambung dari atmosfer yang ditampilkan dari bangunan, agar Praya Social Hub, tak hanya menjadi kedai kopi yang aji mumpung, tapi benar-benar hadir di tengah kota untuk menghangatkan kembali hubungan sosial kita dengan lingkungan sekitar.