Berani Membuka Peluang Bisnis di Pecatu yang Masih Tersimpan Potensinya

Dari kawasan yang semakin populer, Pecatu di Kuta Selatan, tepatnya di Jl. Gunung Tengger, adalah pasangan suami istri I Nyoman Budiarta dan Ni Nyoman Sariani yang berani mengambil peluang sekaligus risiko membangun penginapan di saat belum banyak fasilitas yang ada di sekitar mereka. Di tambah berlatar belakang karyawan swasta, mereka memiliki keterbatasan dalam hal modal, namun tak meruntuhkan semangat berani dan tekad yang kuat untuk memulai usaha dan mengubah takdir mereka menjadi wirausahawan di tanah sendiri.

Budiarta dan Sariani memiliki latar belakang yang berbeda, Budiarta pernah berkarier di perbankan dan Sariani di pariwisata dengan bekerja di Villa Blue Point dan Ocean Wedding selama 20 tahun. Setelah tragedi kebakaran terjadi di lokasi Villa Blue Point, mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi seluruh karyawan, termasuk Sariani. Namun, sebenarnya sebelum kejadian tersebut, Sariani sudah mempersiapkan diri untuk mundur dari pekerjaan, dikarenakan ia dan suami telah memulai usaha laundry dan merintis pembangunan penginapan. Kejadian tersebut menjadi pendorong bagi Sariani untuk mengambil langkah berani dan fokus pada pengembangan bisnisnya sendiri.

Pilihan mereka untuk memilih usaha laundry sebagai langkah pertama dalam perjalanan bisnis mereka, didasarkan pada pemahaman bahwa laundry adalah kebutuhan yang tak pernah lekang oleh waktu. Di tengah kesibukan dan rutinitas yang semakin kompleks, kebutuhan akan jasa laundry semakin meningkat. Dan bila potensi pariwisata di Pecatu semakin meningkat, bisnis mereka berpotensi tidak hanya dari masyarakat umum, tetapi juga dari sektor industri seperti hotel, restoran dan penginapan.

Pada pertengahan tahun 2017, impian Budiarta dan Sariani untuk memiliki bisnis penginapan menjadi kenyataan dengan lahirnya “Breeze Hidden Village” yang dilengkapi dengan WiFi, AC, layanan antar-jemput bandara, taman, parkir, teras dan balkon masing-masing kamar. Lokasinya pun strategis dengan objek wisata seperti Pantai Nunggalan, Pantai Nyang-Nyang, Pura Uluwatu dan Garuda Wisnu Kencana (GWK).

Pada masa itu jumlah penginapan di daerah tersebut masih sangat terbatas, dengan hanya beberapa orang lokal yang memiliki usaha serupa. Budiarta dan Sariani melihat potensi besar dalam industri perhotelan di kawasan tersebut, karena keindahan alam dan popularitasnya sebagai destinasi pariwisata yang trus meningkat.

Di tengah masa pandemi Covid-19 yang melanda, Breeze Hidden Village pun mengalami dampak yang membuat penginapannya harus beralih ke penyewaan bulanan dengan harga yang jauh lebih rendah dari biasanya. Belum lagi kewajiban kredit di LPD yang harus dibayarkan. Langkah yang mereka ambil ialah tetap saling mendukung dan berpegang teguh pada tekad untuk tidak menyerah. Bersyukurnya ada usaha laundry yang membuat mereka bisa dikatakan selamat dari pandemi. Sampai akhirnya penerbangan internasional mulai dibuka, ada sinar harapan yang mulai muncul di cakrawala dan tingkat okupansi Breeze Hidden Village semakin meningkat.

Pascapandemi, Budiarta dan Sariani tak berhenti dalam mengembangkan bisnis mereka. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk menambah 6 unit akomodasi baru, dengan harapan dapat memperluas jangkauan dan meningkatkan pelayanan kepada para tamu. Dengan keyakinan dan semangat yang tak tergoyahkan, Budiarta dan Sariani siap menghadapi tantangan dan mengambil peluang yang ada untuk mencapai visi dan impian mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!