Warung Nami Rasa Mengangkat Kuliner Pedesaan dalam Konsep Prasmanan
Langkah Komang Wastika untuk membangun bisnis kuliner Warung Nami Rasa berawal dari kegiatan gotong royong atau yang biasa orang Bali sebut, ngayah di banjar. Pada saat itu orangtua yang bertugas untuk memasak, secara tidak langsung memperlihatkan keterampilannya dalam memasak dan berhasil menarik perhatian warga Desa Wanasari dengan hasil makanan yang lezat.
Melihat ada sebuah peluang dari skill orangtua dalam memasak, Komang Wastika kemudian belajar memasak terutama dalam menu-menu tradisional khas pedesaan. Setelah memiliki ilmu yang cukup, ia pun memperoleh kepercayaan dari keluarga dan warga untuk membangun bisnis kuliner.
Bisnis kuliner yang berlokasi di Tabanan, tepatnya di Jalan Batukaru No. 115, ini diberi nama “Nami Rasa” memiliki filosofi, sebuah resep masakan yang berasal dari warisan orangtua (Nami), dengan menggunakan bahan-bahan yang sederhana dan cara pengolahan khas pedesaan. Menu spesial dari Nami Rasa meliputi ikan bakar, ayam betutu dan nasi campur, yang menggunakan aneka bahan sayur seperti sayur paku, sayur gonda, sambal pangi, sambal matah yang disajikan dalam konsep prasmanan.
Selain aneka makanannya yang beragam, lokasi yang ditawarkan pun nyaman untuk menikmati santap siang atau makan malam Anda. Bila Anda datang bersama keluarga maupun rombongan disediakan beberapa bungalow untuk menyantap hidangan, bahkan kuliner ini juga menyediakan ruang meeting dan aula untuk berbagai kegiatan pesta maupun pernikahan. Namun terlepas dari fasilitas yang disediakan, Nami Rasa konsisten untuk memberikan kualitas dan cita rasa masakan terbaiknya demi mempertahankan kepuasan kepada para pengunjung, dengan terjun langsung memperhatikan cara pengolahan apakah sudah sesuai dengan standar Warung Nami Rasa.
Jauh sebelum Komang Wastika membangun bisnisnya, ia lahir dalam keluarga sederhana, ayah bekerja sebagai pedagang dan ibu sebagai petani dengan kepemilikan sawah pribadi, namun tidak banyak. Untuk membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup, ia juga mengambil pekerjaan sebagai peternak ayam dan babi.
Selain pekerjaan orangtua sebagai petani dan pedagang, ternyata skill orangtua dalam dunia kuliner tidak main-main, hal tersebut pun membukakan jalan untuknya belajar memasak, menggunakan bumbu dan rempah-rempah tradisional yang merupakan warisan turun temurun dari orangtua. Kecintaannya dalam memasak pun tumbuh menjadi hobi, atas dorongan orangtua dan warga desa, ia pun memiliki inisiatif untuk membangun bisnis kuliner.
Hingga saat ini, Warung Nami Rasa sudah berusia 16 tahun, segala tantangan telah dilalui untuk mencapai usia bisnis kulinernya hingga saat ini. ‘‘Astungkara, apa yang menjadi harapannya dapat berjalan’’ ucap Komang Wastika. Sebagai bentuk rasa syukur, ia pun berbagi kepada masyarakat khususnya generasi muda, agar mulai bangkit menjadi entrepreneur yang menggerakan roda ekonomi kehidupan. Berhenti menjadi penumpang, dan mulailah untuk menjadi pengendali kehidupan ekonomi sendiri, ia yakin generasi muda saat ini justru lebih memiliki kreativitas dan kesempatan untuk menuangkan ide mereka lebih luas. Namun semuanya kembali lagi, kepada pribadi masing-masing, apakah siap untuk menerima tantangan tersebut atau tidak.