SAREN INDAH HOTEL AND RESTO
PERTAHANKAN IDENTITAS BALI
Ubud memang telah tersohor sebagai sebuah desa tradisional yang memiliki keeksotisan alam dan budayanya. Di desa ini hidup bermacam kesenian mulai dari seni lukis, seni pahat, seni tari maupun seni musik. Pun dibarengi panorama persawahan berundag yang masih tersedia untuk memanjakan mata bagi siapa saja yang datang untuk mengunjunginya.

Dengan keunikan dan keindahan yang dimilikinya, Ubud menjelma menjadi sebuah kawasan pariwisata yang diminati oleh wisatawan yang ingin jauh dari hingar-bingar perkotaan. Kebutuhan akan fasilitas akomodasi penginapan pun terjawab manakala berbagai homestay bermunculan. Salah satu warga lokal yang pandai melihat peluang bisnis homestay di Ubud ialah I Wayan Ada. Berkat ketekunan dan disiplin dalam menjalankan usahanya itu, kini homestay yang dimilikinya telah berkembang menjadi sebuah hotel yang bernama Saren Indah Hotel and Resto.
Wayan Ada lahir di Peliatan, tanggal 20 November 1970 di sebuah keluarga yang bermatapencahariaan sebagai petani. Ayahnya sering mengajaknya ke sawah, praktis hal itu membuat masa kecil Wayan Ada banyak dihabiskan di sawah. Ia kerap bermain di pematang sawah, tanpa alas kaki dan baju atasan. Terkadang kenakalan khas anak-anak dilakukannya seperti mencuri tebu atau diam-diam mencabut ketela di kebun orang lain. Begitu selesai bermain, ia pun menuju sungai yang tak jauh dari persawahan untuk membersihkan badannya. Rutinitas tersebut dilaluinya setiap hari sehingga hari-hari yang dilalui putra pasangan I Wayan Dana dan Ni Made Cebluk ini begitu menyenangkan. Pada masa itu belum terdapat taman kanak-kanak sehingga Wayan Ada baru mengenyam bangku sekolah di usia tujuh tahun. Jangankan bersepatu, sepasang sandal pun tak mampu dibelinya sebagai alas kaki menuju ke sekolahnya di SD 4 Peliatan. Meski tanpa alas kaki, Wayan Ada tidak mengeluh berjalan kaki ke sekolahnya yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.
Di sela-sela kegiatannya di sekolah dan bermain di sawah, Wayan Ada menyempatkan diri membantu ibunya menyiapkan barang dagangan yang akan dijual ke pasar. Ia membantu ibunda tercinta untuk menggoreng kacang yang akan dijajakan ibunya sejak pagi-pagi buta. Semakin hari produksi kacang goreng semakin meningkat karena pesanan yang diterima mereka semakin banyak. Wayan Ada pun semakin giat membantu Sang Ibu. Penghasilan dari berjualan kacang tersebut nyatanya lebih menjanjikan ketimbang hasil bekerja sebagai petani. Untuk meningkatkan daya produksi kacang goreng tersebut, Sang Ayah juga ikut membantu. Berawal dari satu jenis kacang saja, akhirnya berkembang menjadi lima jenis kacang. Banyaknya varian jenis kacang itu pula yang membuat semakin banyak pelanggan yang meminati produk mereka.
Kebahagiaan masa kecil yang dilalui Wayan Ada bersama kedua orangtua tercinta mendadak pupus tatkala Sang Ayah pergi menghadap Sang Maha Kuasa. Saat itu ia baru saja menginjak kelas 1 SMP. Ketiadaan ayahanda terkasih menyebabkan kesedihan yang mendalam pada diri Wayan Ada. Ada rasa iri dalam hatinya saat melihat anak-anak lain dapat bercengkerama dengan ayah mereka. Wayan Ada baru menyadari betapa berartinya keberadaan Sang Ayah selama hidupnya yang tidak begitu disadarinya justru ketika ayahanda masih berada di sisinya. Namun kesedihan Wayan Ada tidak akan mampu mengembalikan sosok Sang Ayah. Ia tetap harus menjalani hidup seperti sebelumnya dengan rasa syukur karena bagaimanapun juga masih ada ibu dan kedua adiknya yang harus dijaganya.

Ketika telah memasuki masa SMA, Wayan Ada memutuskan untuk merantau ke Denpasar dan melanjutkan pendidikan. Ia tinggal menumpang bersama pamannya yang telah lama menetap di Denpasar. Pada awal masa sekolah di kota, Wayan Ada mengalami kesulitan dalam beradaptasi. Kesulitan yang dihadapi dalam hal bersosialisasi dengan siswa lainnya. Ia kerap merasa minder karena latar belakangnya yang merupakan seorang anak yang lahir dan bertumbuh di desa. Perasaan rendah diri itu membuat dirinya sempat merasa tertekan dan takut untuk bergaul dengan siswa lainnya. Prestasi belajarnya pun semakin buruk akibat rasa stres yang menghantuinya. Seiring berjalannya waktu, Wayan Ada akhirnya mampu beradaptasi dengan lingkungannya meskipun ia tidak sepenuhnya pandai bergaul di antara teman-temannya. Nilai-nilainya pun kian membaik sehingga ia dapat menimba ilmu dengan baik hingga tamat SMA.
Setelah lulus, Wayan Ada melanjutkan kembali pendidikannya ke perguruan tinggi. Ia sempat berkuliah di Universitas Warmadewa selama dua semester, namun ia merasa tidak sreg dan memutuskan untuk pindah. Pilihannya jatuh pada ilmu kepariwisataan di Universitas Udayana. Ia melihat perkembangan pariwisata di Bali yang kian berkembang dengan baik membuat banyak peluang terbuka lebar di bidang tersebut. Sehingga ia ingin mengetahui lebih lanjut seluk-beluk pariwisata yang dilihatnya sebagai lahan yang menjanjikan. Di masa kuliah inilah Wayan Ada mulai mampu bersosialiasi dengan baik. Ia aktif dalam kegiatan organisasi di kampus sehingga jaringan pergaulannya semakin luas. Penggemar olah raga voli ini bergabung di Kegiatan Senat Mahasiswa dan sempat juga menjadi ketua senat di fakultasnya. Pada saat itulah, ia dipertemukan dengan Ni Made Aryathi, adik tingkatnya di kampus sekaligus perempuan yang mampu menawan hatinya. Namun hubungan yang telah berlanjut ke jenjang berpacaran tersebut harus kandas di tengah jalan.
Wayan Ada memiliki sebidang tanah di Ubud yang merupakan warisan dari orangtuanya. Ia merenungkan, sebaiknya tanah tersebut ia kelola sehingga dapat memberikan hasil ketimbang dibiarkan begitu saja. Ia mendapat ide tentang menyulap tanah kosong tersebut menjadi sebuah bangunan homestay. Pada masa itu memang tengah menjamur pembangunan homestay di Ubud sebagai sarana pendukung kegiatan pariwisata di daerah tersebut. Sembari berkuliah, ia mencoba membangun homestay tersebut dan mengelolanya bersama-sama dengan ibunya. Usaha penginapan tersebut berjalan cukup baik meski sempat terpuruk pada tahun 1997. Di tahun tersebut merupakan masa menjelang krisis sehingga pariwisata sedang turun pamor. Namun hal itu tak lantas membuat Wayan Ada menutup usahanya. Ia masih percaya bahwa situasi akan membaik sehingga ia hanya perlu bersabar saja.

Ternyata memang benar, ketika kondisi ekonomi kian membaik dan pariwisata naik kembali, usaha homestay miliknya kembali berjalan dengan baik. Bahkan tidak hanya berhenti sebagai sebuah homestay saja, bisnis penginapan miliknya kini telah menjelma menjadi sebuah hotel yang bernama Saren Indah Hotel and Resto. Hotel yang berada di Jl. Nyuh Bojog Nomor 30 Desa Nyuh Kuning, Ubud ini memiliki desain arsitektur tradisional dimana banyak terdapat ornamen maupun ukiran khas Bali di dalamnya. Pemilihan desain bangunan seperti itu bukan tanpa alasan. Tamu-tamu yang datang ke homestay miliknya dulu banyak memberi masukan untuk pengembangan hotel tersebut. Mereka menyarankan agar Wayan Ada memberikan corak tradisional pada penginapannya sehingga wisatawan yang datang merasakan atmosfer Bali yang sesungguhnya. Para tamu yang menginap rata-rata merupakan wisatawan asing dengan karakter usia 50 tahun ke atas sehingga mereka yang datang memang mencari suasana yang damai dan tenang. Karena itulah Saren Indah banyak diminati karena lokasinya berada di dekat persawahanan dan jauh dari hiruk-pikuk. Selain menawarkan suasana yang damai dan penuh ketenangan serta panorama persawahan yang memukau pandangan, Saren Indah Hotel and Resto juga menyediakan pelayanan personal kepada para tamunya. Wayan Ada menganggap, keramahtamahan merupakan kunci utama dalam berbisnis di bidang hospitality sehingga para karyawan yang bekerja di Saren Indah dapat menciptakan keakraban dengan para pengunjung.
Berbagai fasilitas disediakan Wayan Ada kepada para tamunya free wifi internet di seluruh area hotel, kolam renang yang selalu dijaga kebersihannya, Doctor on Call, tourist information, tour program, dan masih banyak fasilitas lainnya. Pada restoran hotel tersaji beragam masakan baik western maupun makanan khas Bali. Di hotel ini pula disediakan pelayanan spa berupa balinese massage sehingga para tamu yang datang tidak perlu keluar hotel untuk mendapatkan pelayanan relaksasi. Jenis kamar yang disediakan juga bervariasi mulai dari Superior Garden Room hingga Deluxe View Room.
Setelah lulus kuliah, Wayan Ada sempat mencari keberadaan Made Aryathi yang pernah menjadi kekasih hatinya. Setelah berusaha mencari informasi dari berbagai kenalannya, akhirnya mereka dipertemukan kembali. Tanpa berpikir panjang, Wayan Ada langsung meminang Aryathi. Meski sempat terkejut, namun lamaran itu langsung diterima oleh Aryathi dan pihak keluarganya. Akhirnya mereka berdua naik ke pelaminan pada tahun 1999. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua orang putri.
Sebagai seorang pemilik sekaligus general manager di Saren Indah Hotel and Resto, tentu kegiatan yang dimiliki Wayan Ada sangat padat. Namun di tengah kesibukannya mengelola bisnis, ia masih berusaha menyediakan waktu luang untuk keluarganya. Selain menjalankan bisnis demi meraih profit, Wayan Ada juga menyisihkan penghasilannya untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dan putus sekolah. Bantuan tersebut terkelola dengan baik melalui organisasi yang bernama Bali Bagus Kids. Wayan Ada berharap niatannya tersebut dapat membantu anak-anak kurang mampu secara finansial untuk dapat menimba ilmu sehingga anak-anak tersebut dapat berguna bagi bangsa kelak di kemudian hari.