Pesona Keindahan Jatiluwih Menantang Perilaku Jengah Sang Pemilik CV Maha Sri Dana
Lahir di kaki Gunung Batukaru, tepatnya Desa Jatiluwih, Kabupaten Tabanan. Setiari bahagia sekaligus bangga, masa kanak-kanaknya dapat menjadi bagian dari keindahan alam tersebut. Bagaimana tidak, UNESCO telah menetapkan Subak sebagai salah satu situs warisan budaya dunia yang wajib diwariskan. Tak cukup pesonanya hanya sampai di sana, lahir pula orangtua yang luar biasa dalam memberi Setiari pendidikan sejak kecil. Sembari mengerjakan pekerjaan mereka yang mulia, sebagai penggiling padi.
Selain sebagai petani yang sukses dengan kepemilikan lima lokasi penggilingan, orangtua juga memiliki peternakan dan perkebunan. Setiari pun memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah tingkat SMP, di SMPN 1 Penebel, Tabanan. Di sela-sela pendidikannya, orangtuanya yang memiliki lokasi penggilingan di lokasi tersebut, memanfaatkan waktu untuk mengajarkan ia dan kakak bekerja.
Saat libur sekolah, dimanfaatkan untuk “meburuh”, bahkan sang kakak perempuan dan Setiari sudah mampu mengendarai truk untuk mempermudah pekerjaan mereka. Tidak ada larangan dari ayah untuk melakukan hal tersebut, melainkan ia didukung untuk bekerja mengangkut hasil panen dari lokasi satu ke lokasi lain, jauh dari kata pamer.
Setiari tak hanya bekerja dengan saudarinya, ia juga mengajak teman-teman di sekitarnya untuk bekerja sekedar sebagai pengangkat barang. Dari pekerjaan tersebut, ia sudah mampu memberikan imbalan yang dapat membeli kesenangan mereka, belum lagi ayahnya akan membawa bungkusan cokelat kecil untuknya dan teman-teman. Sebuah kebahagiaan sederhana, namun terselip pelajaran berharga untuk saling berbagi.
Pada saat dibangku SMA, keluarga Setiari sebagian besar jatuh sakit, akibatnya sawah terbengkalai dan mengakibatkan kebusukan. Pembelian beras pun mengalami penurunan, belum lagi di tahun 1998 terjadi krisis moneter, memaksa ayahnya untuk meminjam uang dan menjual murah hasil penggilingan mereka. Melihat kondisi tersebut, Setiari khawatir bila ia tidak bisa melanjutkan ke jenjang S1. Namun ayahnya bersikeras tetap membiayai kuliahnya, karena merasa hanya modal pendidikan yang bisa diwariskan kepadanya.
Hidup Jengah Demi Mendapatkan Uang
Berangkatlah Setiari ke Malang pada tahun 1994 dan bertemu dengan teman-teman dari Bali yang memiliki latar belakang ekonomi yang lebih tinggi daripada keluarganya. Sambil memikirkan bagaimana menambah biaya untuk kebutuhan hidup di Malang, Setiari terkadang menyetiri mobil dari Malang ke Bali, milik temannya tersebut, asal ia diberi imbalan. “Ketenarannya” sebagai tukang setir, merembet informasi tersebut ke teman-temannya yang lain. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia mengambil pekerjaan tersebut dan mengantarkan temannya saat pulang ke Bali. Sebelum sesampai di Bali, ia mampir ke pasar Surabaya, untuk membeli celana jeans yang kemudian ia jual kembali. Uang yang ia peroleh, ia sisihkan untuk membuka rekening, yang sampai saat ini, no rekening tersebut masih aktif digunakan.
Pada kuliah semester III hingga semester VI, Setiari kemudian bekerja sebagai surveyor dan tukang ketik laporan di PT Tiang Lima Utama. Meski bekerja sambil kuliah, bukan berarti ia tidak dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, justru ia mampu hanya dalam waktu tiga tahun, dengan prestasi predikat cum laude sekaligus memperoleh beasiswa untuk melanjutkan S2 di ITB Bandung.
Ayahnya bangga, atas keberhasilan anaknya, namun lagi-lagi karena terhambat biaya, ayahnya berniat untuk membiayainya dengan menjual tanah. Namun Setiari menolak apa yang akan ayahnya lakukan, baginya mendapatkan predikat sarjana saja, sudahlah cukup.
Setelah lulus, Setiari kemudian mencari pekerjaan di Surabaya, dan diterima di PT Ciputra. Namun ibu menginginkan ia untuk pulang dan bekerja di Bali. Ia pun memutuskan kembali ke Bali, sekaligus mengikuti tes CPNS dan berhasil lulus. Saat ayahnya menanyakan apakah menjadi pegawai negeri adalah cita-citanya. Secara terang-terangan, ia mengatakan “tidak”, hal ini ia lakukan, berdasarkan alasan karena di Bali tidak terdapat perusahaan sebesar PT Ciputra.
Mendengar pernyataannya, Sang Ayah kemudian menjelaskan pekerjaan tersebut, meliputi aturan, penghasilan dan fasilitas yang didapatkan, mengingat bagaimana ia tahu betul kelakuan anaknya sejak kecil hingga kuliah, terbiasa “jengah” dalam menghadapi kehidupan. Sekejap, Setiari kemudian menyatakan pengunduran dirinya melalui surat dan kembali ke Surabaya.
Menjadi Sales untuk Mengetahui Seluk Beluk Bali
Singkat cerita, ia harus kembali ke Bali karena kondisi ibu yang masuk rumah sakit, ia memikirkan kembali bagaimana agar segera mendapatkan pekerjaan. Ia akhirnya bekerja sebagai sales building market di Denpasar, dengan gaji 225 ribu pada tahun 1997.
Orangtua yang sebelumnya tidak mengetahui pekerjaan anaknya, kaget apalagi mendengar hal tersebut dari omongan orang-orang sekitar. Setelah pertemuannya dengan orangtua, ia pun menjelaskan bahwa ia belum tahu pekerjaan apa yang akan ia kerjakan. Ia memutuskan mengambil pekerjaan tersebut, untuk mengetahui seluk beluk Pulau Bali, peluang apa yang bisa ia ambil. Akhirnya orangtua memberi ia kesempatan, dan mempercayai apa yang menjadi pilihannya.
Malamnya, Setiari dipusingkan atas keputusannya tersebut, bahkan ia sempat ingin menyerah untuk kembali menjadi PNS. Tak mau berlama-lama termenung, ia kembali melanjutkan pekerjaan sales yang semakin memperkenalkannya dan menjalin hubungan yang baik dengan banyak orang, sejak tahun 1999- 2005. Dalam rentang tahun itu, ia berhasil mengantongi 1000 lebih daftar kontak yang hingga saat ini masih ia simpan dengan rapi.Waktu berlalu, di pertengahan 1999 ibu tiga orang anak ini, tak kunjung menemukan apa yang menjadi pilihan kariernya. Ia pergi menuju Pura Tanah Kilap dan mempertemukannya dengan suami yang mampu memenuhi kebutuhannya secara lahir dan batin.
Setiari kemudian menyatakan keinginannya untuk menikah, Sang Ibu yang mendengar hal tersebut kaget, sedangkan ayahnya mencoba menenangkan ibunya, dengan mengatakan bahwa memang sudah waktunya, di usia putrinya tersebut untuk melangsungkan menikah.
Kembali pada perusahaan tepatnya bekerja, ia mendapatkan kesempatan untuk mengelola lebih jauh perusahaan tersebut, Pada tahun 2005 memutuskan untuk keluar, untuk membuat usaha dengan minus modal hutang cicilan rumah. Sebuah proyek tergoda untuk ia ambil, namun ia tidak memiliki modal, ia kemudian diberi modal oleh mertua. Penanganan proyek tersebut berhasil meningkatkan rekomendasi perusahaan CV Maha Sri Dana yang berlokasi di Jl. Cokroaminoto No. 495, Ubung Kaja, kepada distributor-distributor dan masyarakat. Lumayan membutuhkan waktu hanya berbulan-bulan, ia sudah berhasil membawa CV Maha Sri Dana, menjadi distributor bahan bangunan yang siap bersaing dengan bisnis serupa lainnya. Bahkan di masa pandemi, ia bersyukur hingga saat ini tidak melakukan pengurangan karyawan atau memotong upah hasil kerja mereka.
CV Maha Sri Dana saat ini sudah memegang beberapa distributor, yakni :
- Baja ringan Axis PT Indah Timur Steel
- Fibercement dari PT SHERA Building Solution
- Agen atap : Beton Duco, UPVC, Bitumen CTI, Alderom, Onduline dan Genteng Metal Primaroof.
Kesuksesannya dalam menemukan jalan kariernya tersebut, berkat memiliki sosok orangtua, khususnya Sang Ayah yang selain pekerja keras, juga kreatif dalam mendidiknya. Ajaran bahwa untuk meraih apa yang ia inginkan, butuh perjuangan dan tekad yang kuat, telah berhasil ia wujudkan. Meski sempat mengalami kegagalan, namun ia mampu bangkit kembali dan membuktikan tantangan tersebut kepada ayahnya yang kini telah berusia 81 tahun dengan kondisi yang masih sehat, untuk menyaksikan keberhasilan yang telah ia raih.