Pejuang Tanpa Gelar Menaklukkan Tantangan Hidup
I Wayan Salin memang tak memiliki pendidikan formal, tapi pengalamannya dalam bekerja di dunia nyata, bisa saja setara dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Itulah keadilan Semesta. Nilai tambahnya, Wayan Salin adalah seorang pejuang kehidupan yang memulai segalanya dari nol. Di mulai dari era 70-an, pria yang telah memasuki usia paruh baya ini sudah terbiasa terpapar pekerjaan petani lahan kering di masa muda. Namun, kondisi debit air yang kecil menjadi kendala berat bagi Wayan Salin bertaruh hidup sebagai petani. Kendala-kendala ini mendorong Wayan Salin untuk mencari peluang lain dan memulai perjalanan panjangnya dari pekerjaan satu ke pekerjaan lainnya.
Inisiatif selanjutnya pada tahun 1981, Wayan Salin bekerja sebagai buruh bangunan. Setiap batu yang ia angkat dan setiap dinding yang ia bangun, menambah kekuatan mental dan fisiknya, serta memperluas pengalamannya dalam berbagai bidang pekerjaan. Pengalaman ini semakin memperkaya pemahamannya tentang berbagai aspek kehidupan kerja, dari tenaga kasar hingga keterampilan teknis. Kesediaannya untuk mengambil risiko dan beradaptasi dengan kondisi baru menunjukkan ketekunan dan keberanian yang menjadi ciri khasnya sebagai pejuang kehidupan.
Menggeliatnya pariwisata pada tahun 1990, Wayan Salin mengambil peluang pekerjaan baru dengan mulai mempelajari kerajinan logam perak yang dibuat menjadi cincin. Setelah itu, ia jual secara ngacung di Pantai Bingin. Berjalan setahun, dengan modal Rp100, cincin tersebut dijual seharga Rp5.000, penghasilan yang didapatkan mencapai dua kali lipat dari penghasilan sebagai buruh bangunan yang hanya Rp1.700 per hari. Apa yang ia kerjakan kemudian dilirik Dikmas (Pendidikan Masyarakat), yang memberinya binaan dan modal usaha pada tahun 1992. Dengan mengikuti pembinaan tersebut, sangat membantu pertumbuhan kemampuan Wayan Salin, hingga dirinya berhasil membangun artshop pada tahun 1997. Tahuntahun selanjutnya Wayan Salin aktif mengikuti pameran di luar daerah dengan dibina oleh perusahaan BUMN, Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC) dan bergabung dengan Dekranasi Bandung (Dewan Kerajinan Seni). Sampai di tahun 2004, ia berlaku bijaksana dengan lebih mempersilahkan para pengrajin seni yang baru muncul untuk mengikuti pameran. Dari pekerjaan tersebut ia sangat bersyukur bisa membawa anak-anaknya bersekolah, tidak seperti dirinya yang tak berpendidikan tinggi.
Atas diskusi bersama keluarga, tahun 2007 Wayan Salin memutuskan ekspansi ke bisnis penginapan dengan nama 3D Homestay. Pembangunan perdananya terdiri atas 6 bangunan di bagian atas. Keberanian Wayan Salin dan keluarga besar untuk membangun karena juga didukung oleh pendapatan dari usaha warung yang telah diperhitungkan akan mampu meng-cover kredit untuk modal pembangunan. Tahun 2014, 3D Homestay kembali diperluas dengan pembangunan 6 kamar. Tiga tahun kemudian, mereka getol menambah 10 kamar lagi, sehingga total kamar yang dimiliki adalah 22 kamar. Namun, tahun 2020 menjadi mimpi buruk bagi para pelaku bisnis di pariwisata dengan munculnya pandemi Covid-19. Peristiwa tersebut membuat keluarganya lepas tangan, menyerahkan setiap keputusan kepada Wayan Salin. Wayan Salin tidak menyerah, ia berupaya menata kebun dan aspek dari penginapan, agar tak terbengkalai selama pandemi. Ia juga menurunkan harga kamar menjadi dibawah Rp200 ribu per malam untuk menarik tamu domestik. Meski demi tetap mempertahankan bisnis tersebut, Wayan Salin terpaksa menjual lahan, karena kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak.
Syukurnya masa-masa itu telah berlalu dan yang lebih bijaksana Wayan Salin mampu menyikapinya situasi kala itu secara tepat sasaran. Mungkin karena sudah terbiasa berjuang dan bertahan secara mandiri sejak muda, ia mampu menghadapi tantangan dengan keteguhan dan inovasi. Kini 3D Homestay tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang, menjadi saksi bisu dari semangat dan kesederhanaan figur Wayan Salin. Pengalaman hidupnya mengajarkan bahwa keberhasilan tidak selalu bergantung pada pendidikan formal, tetapi juga pada ketekunan, kerja keras dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.