Pahlawan Kampoeng Kepiting Perjuangkan Kesejahteraan Nelayan dan Lingkungan yang Berkelanjutan

Sosok I Made Sumasa memperlihatkan bagaimana latar belakang personal bisa memberikan pengaruh besar pada perjalanan hidup seseorang. Ia dididik dalam lingkungan ekonomi yang sulit namun penuh semangat untuk bekerja keras. Pengalamannya dalam dunia perdagangan sejak remaja membentuknya menjadi seorang pengusaha yang sukses dengan berbagai bisnis. Yang tak kalah membuat Sumasa menjadi sosok yang luar biasa adalah dedikasinya terhadap kegiatan sosial. Koneksi emosionalnya dengan lingkungan pesisir, mangrove dan komunitas nelayan mendorongnya untuk melakukan lebih dari mencari keuntungan dalam bisnisnya, dengan menjaga lingkungan dan memberikan kembali kepada masyarakat yang membesarkannya.

Di tanggal bersejarah, 30 Septembera 1965, I Made Sumasa dilahirkan dari keluarga nelayan di daerah Tuban. Karena tempaan ekonomi, orang tua Sumasa memiliki prinsip untuk semangat dan tekun dalam bekerja yang diturunkan kepada anak-anak mereka, tentu saja kepada Sumasa. Beranjak remaja di tahun 80-an, mulailah ia dididik untuk mengelola usaha ternak bersama keluarga, berupa ternak babi, kambing yang jumlahnya hingga ratusan dan tambak ikan serta udang windu seluas empat hektar. Di tengah kesibukan dengan aktivitas pekerjaan, pendidikan tetap yang utama, orang tua menegaskan jika mereka melanggar, akan berkonsekuensi pada hukuman yang tegas. Sikap tegas ini membawa dampak positif pada anak-anaknya yang berhasil menempuh pendidikan tingkat S1 bahkan S2.

Sumasa yang sempat ingin bergabung dengan TNI, berubah pikiran untuk beralih ke Ilmu Hukum. Tinggal dua semester lagi, perjalanan pendidikannya terpaksa terhenti karena faktor ekonomi yang mengharuskannya untuk membantu membiayai pendidikan adikadiknya. Selama empat hingga lima tahun terjeda, akhirnya diputuskan Sumasa untuk berhenti kuliah. Singkat waktu, Sumasa dengan kondisi ekonomi yang lebih stabil, bersemangat untuk kembali mengulang kuliahnya, masih di kampus yang sama, Universitas Dwijendra. Modal didapatkan dari usaha rentcar, dengan konsep menyalurkan mobil-mobil dari temantemannya dan Sumasa mengambil fee sebesar 25%. Selain Sumasa bisa melanjutkan pendidikannya, ia juga berhasil memiliki mobil pribadi, sebuah mobil jeep second adalah buah karyanya dalam bisnis pertamanya.

Empat tahun usaha rentcar milik Sumasa berjalan sukses, namun suatu insiden menimbulkan salah satu mobil dibawa kabur. Kejadian tersebut membuatnya kapok memiliki bisnis rental. Ia lantas beralih dengan bekerja sama dengan perusahaan travel. Insting bisnisnya kali ini membeli perahu jaring nelayan yang sudah tak terpakai kemudian diubah menjadi perahu modern yang dipasarkan untuk membawa wisatawan menyaksikan pemandangan matahari terbenam, sambil menikmati minuman atau aktivitas memancing. Bisnis tersebut kembali ia jalankan dengan memilih sistem pembagian keuntungan persentase. Sayang bisnis tersebut juga tak berumur panjang, memaksa Sumasa menghentikan kerja samanya dan mengikuti insting bisnis selanjutnya.

Setelah merasakan pengalaman lima tahun bergabung dengan Garuda Group sebagai bagian Divisi General Affair Transportasi Darat, muncul kepercayaan diri Sumasa kembali untuk terlibat dalam industri transportasi. Hanya saja arah bisnisnya kali ini lebih menyediakan jasa bukan lepas kunci. Keputusan Sumasa pun tepat sasaran, dari kesuksesan bisnis tersebut membawanya untuk ekspansi ke bisnis selanjutnya yaitu penginapan dan kuliner. Berjalannya waktu, Sumasa yang merasa sudah tak muda lagi, membutuhkan orang-orang yang energik dan memahami teknologi untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya. Oleh karena itu, ia pun mulai menyertakan anak-anaknya dalam aktivitas bisnis. Menggabungkan pengetahuan dan keahlian mereka terutama dalam bidang teknologi, seperti pembuatan website yang lekat dengan generasi saat ini. Di samping itu, Sumasa telah memiliki misi yang lebih mendalam terkait dengan masyarakat sekitarnya dan peran dirinya sebagai warga pesisir. Sudah saatnya ia berbuat lebih banyak bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Saatnya Berbakti untuk Masyarakat dan Bahari

Kepedulian Sumasa pada masyarakat terutama golongan tidak mampu ditunjukkan melalui profesinya sebagai advokat dengan tergabungnya ia dalam organisasi PERADI (Perhimpunan Advokad Indonesia). Melalui keanggotaannya dalam organisasi tersebut, ia memperoleh sertfikasi dengan harapan dapat memberikan bantuan hukum kepada keluarga atau warga sekitar yang membutuhkan, terutama yang tidak mampu. Kemudian di tahun 2008, Sumasa juga mendirikan kelompok nelayan melalui proses yuridis atau hukum dengan tujuan utama melestarikan krama bendega dalam upaya pelestarian kawasan hutan mangrove. Dalam proses pembentukannya, Sumasa harus menghadapi cibiran dari pihak-pihak tertentu. Penolakan dari generasi penerus para nelayan yang merasa malu untuk bergabung pun turut ia dapatkan. Sumasa yang tak mungkin memaksa, apalagi terkait anggota organisasi sosial yang bersifat sukarela. Dengan lapang dada ia menerima situasi tersebut dan terkumpulah 18 orang nelayan yang bersedia terdata.

Pada tahun 2009, setelah mendapatkan persetujuan legal dari dinas terkait, Sumasa menyosialisasikan program yang akan dijalankannya melalui organisasi tersebut. Dalam sosialisasinya mengajak masyarakat Tuban untuk mengelola Ekowisata Mangrove Wanasari, ia menegaskan “Saya tidak mengeksploitasikan tempat ini, melainkan ingin tempat ini lebih bersih dan lebih banyak yang melancong”. Langkah-langkah yang ia lakukan seperti pemanfaatan perahu-perahu yang tak digunakan, diubah fungsinya untuk mengantar pengunjung memancing, demi kenyamanan pengunjung, ia juga memperbaiki dan membuat jalur trekking tambahan, dari jalur trekking yang sudah ada sebelumnya. Dan agar para nelayan semakin termotivasi untuk melestarikan hutan mangrove, mereka perlu didukung oleh penghasilan yang memadai, didirikanlah Kampoeng Kepiting. Sebuah program budidaya kepiting yang melibatkan kelompokkelompok beranggotakan empat orang. Sumasa menekankan bahwa budidaya dengan keramba jaring tancap ini tidak boleh dilakukan oleh satu orang saja agar modal yang diperlukan tidak terlalu memberatkan. Dengan langkah-langkah ini, Sumasa berharap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar sekaligus melestarikan lingkungan.

Banyak tantangan yang dihadapi Sumasa telah menguji kesabaran dan konsistensinya, demi merealisasikan program-program positif Kampoeng Kepiting. Setelah 14 tahun penantian izin dari pemerintah, kini Kampoeng Kepiting telah menjadi kawasan wisata berkonsep konservasi tanaman mangrove, sekaligus sukses membuka kuliner kepiting bakau persembahan warga lokal, yang mengundang kunjungan wisatawan domestik maupun internasional. Atas perjuangannya bersama masyarakat nelayan Wanasari, Sumasa pun dianugerahi penghargaan Pahlawan untuk Indonesia pada tahun 2014. Namun, bagi Sumasa penghargaan tersebut lebih dari sekadar bentuk apresiasi. Sumasa melihatnya sebagai awal perjalanan tanggung jawab yang lebih besar dan komitmen untuk memperkuat keberlanjutan ekonomi lokal, melestarikan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan sosial di wilayah tersebut. Tak ketinggalan, Sumasa menambahkan semoga dari kisahnya sebagai perintis, menginspirasi dan memunculkan pahlawan-pahlawan lingkungan selanjutnya di tanah dewata tercinta ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!