Mengemas Mimpi dengan Doa dan Harapan

Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengepakan/ pengemasan barang. Banyaknya masyarakat yang saling berkirim barang dari tempat yang jauh membuat jasa ini menjadi sangat penting. Perkembangan teknologi di era modern saat ini juga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap kebutuhan masyarakat akan jasa pengiriman barang.

Bisnis pengemasan barang kian hari prospeknya kian melambung saja. Apalagi geliat bisnis online berperan besar dalam meramaikan dunia usaha ekspedisi tersebut. Marketplace dan online shop terus bermunculan, menjadikan setiap transaksi tersebut membutuhkan jasa pengemasan barang, agar pengiriman barang para pembeli dapat sampai tanpa kerusakan.

Selain itu, komoditas tiap daerah yang kian aktif, membuat jasa pengiriman dan pengemasan ini semakin dibutuhkan. Kualitas jasa pengemasan barang di dalam pemindahan ataupun pengiriman barang sangat menentukan keamanan terhadap barang yang akan dikirim. Untuk itu jenis pengemasan yang digunakan baik pengepakan kayu (Full wooden box, crate, pallet, liftvan) ataupun jenis pengepakan lainnya (box carton, paper/bubble/plastic wrap, alumunium foil, stretch plastic / film) merupakan hal yang sangat penting di dalam proses pemindahan maupun pengiriman barang. Namun sebenarnya bisnis ini sudah ada dan diperlukan sejak dulu, jauh sebelum internet dan bisnis online merebak.

Adalah Made Sudiksa yang telah melakoni bisnis pengemasan barang ini jauh sebelum aktivitas jual beli internet hadir. Sebagai pengusaha, Made Sudiksa pun pernah mengalami masa-masa pahit, sehingga ia harus jatuh bangun untuk bertahan hidup. Mulai dari bekerja ikut orang, hingga akhirnya mampu merintis usaha jasa pengemasan bernama ‘Bina Sarana Cipta’ dan sukses dengan usahanya itu yang mampu meraup omset hingga ratusan juta setiap bulannya.

Terlahir dari keluarga petani sekaligus pedagang, lantas tidak membuatnya patah arang. Selama masih duduk di bangku sekolah, Made Sudiksa telah terbiasa dengan aktivitas jual beli dengan mengikuti orang tuanya berdagang di pasar. Meskipun keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan memaksanya untuk menjadi seorang pekerja keras, sedari kecil Made Sudiksa justru sangat antusias dalam mempelajari proses aktivitas jual beli tersebut, meski sudah cukup lelah karena mengikuti ekstrakulikuler pramuka di sekolahnya.

Hal itu sudah tertanam sejak masih kecil, sehingga ia sudah terbiasa dengan pekerjaan-pekerjaan berat hingga ia dewasa. Pahit getir pekerjaan yang pernah di lakoninya, membuat ia tumbuh dengan memiliki semangat tinggi yang tidak akan mudah berpangku tangan. ‘Dasa Darma Pramuka’ pun tetap di pegang sebagai pedoman hidup agar tidak mudah menyerah dalam mengubah nasib hidupnya dengan tidak mengandalkan orang lain. Walaupun pada saat itu ia hanya seorang kurir pengantar barang, tidak membuat Made Sudiksa longgar dalam melihat peluang.

Awalnya, peluang itu ia dapatkan dari melihat tempat-tempat jasa ekspedisi yang tampak selalu sibuk tanpa jeda. Pagi, siang, malam sampai ke pagi, aktivitas di gudang ekspedisi seakan tidak pernah berhenti. Ia pun mulai mengamati dan mempelajari proses berjalannya bisnis ekspedisi ini, dari penerimaan barang, pengemasan, hingga pengiriman. Dari sana ia mulai terinspirasi karena melihat proses pengemasan barang di perusahaan ekspedisi tersebut selalu memakan waktu lama dan sering mengakibatkan barang yang hendak dikirim menjadi tertunda. Maka dari itu, ia pun mulai berpikir untuk membuat suatu bisnis yang dapat berkonsentrasi pada jasa pengemasan barang saja.

Tak menunggu lama, Made Sudiksa yang kian jengah dengan upah kecilnya sebagai kurir, kemudian membulatkan tekad untuk memulai bisnis sendiri yang berfokus pada jasa pengemasan barang yang telah dipikirkannya.

Mulailah, pada tahun 1998 ia berhenti dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta dan menjadi seorang pengembang bisnis. Dengan modal dari hasil pinjaman seorang teman dari Jakarta sebesar Rp. 3.000.000,- ia memulai dari emperan rumah dengan tanah seluas 1 are, uang tersebut kemudian digunakan untuk membeli kayu dan alat tukang. Langkah yang telah diambilnya ini tentu saja menjadi titik balik hidupnya.

Sedari awal, Made Sudiksa sudah bermimpi untuk membesarkan usaha miliknya sendiri. Untuk meraih mimpinya itu, memang harus melalui sejumlah tahapan. Karena ia sendiri sadar bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, dan tentu saja modal yang ia miliki sangat terbatas. Saat itu jalan yang terjal harus ia alui dalam merintis usahanya, meski berhasil mendapat banyak orderan, namun kecukupan modal masih menjadi tantangan.

Betapa tidak, dengan banjirnya orderan yang semakin menumpuk, iapun harus mempunyai modal yang lebih besar untuk biaya pemenuhan material terlebih dahulu, sementara ia hanya sendirian dan belum siap mempunyai pegawai, lebih lagi mobil transportasi pun ia tak punya. Hingga pada tahun 2000 Made Sudiksa harus menghadapi kebangkrutan karena tidak dapat mencukupi kebutuhan pasar dan kian kehilangan para customernya dalam persaingan bisnis.

Harus kehilangan bisnis yang dimulainya dari nol merupakan sebuah tragedi tidak terlupakan dan menjadi pecutan hidupnya untuk lebih gigih menghadapi semua batu terjal yang mengiringi perjalanannya. Ia sadar bahwa kesuksesan tidak dapat diraih semudah membalikkan telapak tangan, karena ada banyak hal dan strategi yang harus diasah. Dari proses gagal tersebut mental bisnis Made Sudiksa semakin tajam, dan sekarang, esok, dan kedepannya ia akan lebih antisipasi pada kemungkinan apapun yang terjadi.

Kebangkrutan usaha itu mengharuskan Made Sudiksa untuk kembali mencari pekerjaan lagi agar dapat menyambung hidupnya. Namun beruntung, ketika ia sedang berada di titik terbawah, ternyata Tuhan memberikannya kembali sebuah peluang dan harapan. Berkat track record yang baik dan pengalamannya menjalankan bisnis, iapun dipercaya seorang pemodal untuk mengelola bisnis ekspedisinya di Bali.

Benar saja, dengan modal yang sudah terpenuhi, bisnis ekspedisi itu kemudian dijalankannya dengan penuh strategi dan perhitungan. Belajar dari kegagalan di awal bisnisnya, dalam kurun waktu satu tahun Made Sudiksa sudah mampu membuahkan hasil yang maksimal, sehingga ia sudah bisa mengembalikan semua modal awal pinjamannya. Dari kesuksesan itu, perlahan-lahan Made Sudiksa mampu bangkit dan mendirikan sebuah perusahaan berbadan hukum bernama ‘Bina Sarana Cipta’ pada tahun 2002, yang menjadi perusahaan jasa pengemasan barang profesional dan kian sukes memenuhi permintaan pasarnya.

Kini, setelah melewati berbagai penempaan di lapangan selama bertahun-tahun, perusahaan ‘Bina Sarana Cipta’ miliknya sudah memiliki 23 orang tenaga kerja yang mempunyai integritas tinggi terhadap para pelanggan dan terlatih di bidang jasa pengepakan. Sehingga keselamatan barang-barang yang akan dikirimkan para pelanggannya dapat terjamin.

Dengan material yang berkualitas dan pengalaman menangani berbagai macam proses pengepakan barang, ‘Bina Saran Cipta’ telah dipercaya oleh beberapa perusahaan ‘Pemerintahan’ maupun ‘Swasta’ dalam menangani proses pemindahan barang dan berkas.

Memiliki bisnis yang sukses adalah impian setiap pengusaha. Namun kebanyakan dari mereka menginginkan cara yang instan untuk menggapai kesuksesan tersebut, padahal menurut Made Sudiksa sebuah bisnis besar tentunya dimulai dari awal. Semuanya dibangun dengan jatuh bangun dari bawah menuju puncak kesuksesan.

Oleh sebab itu, ia pun menegaskan bahwa dalam membangun bisnis sendiri dibutuhkan niat kuat dan cara yang hebat. Kalau hanya niat saja, semua tidak akan dapat berjalan. Sebelum memulai bisnis tentunya Made Sudiksa mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara memulainya, apa untung ruginya, apa saja yang harus dipersiapkan, dan lain sebagainya. Menilik hal tersebut, sebelum memulai hendaknya seseorang harus memperluas wawasan terhadap bisnis yang ingin dijalankan dahulu secara umum.

Suka maupun tidak suka, yang namanya berbisnis tentu semua orang akan dihadapkan oleh risiko kegagalan. Kegagalan baik dalam skala besar atau kecil sekalipun, adalah rintangan yang harus dilewati sebagai seorang pebisnis. Kegagalan memang terkadang membawa sesorang pada satu titik, yaitu menyerah. Namun alih-alih menyerah, justru Made Sudiksa harus terus maju menerjang ‘badai’ karena ia selalu ingat bahwa di bawahnya ada orang-orang yang bergantung kepadanya sebagai pemimpin di keluarga maupun dalam bisnisnya. Oleh sebab itu, kegagalan demi kegagalan sesungguhnya telah membuatnya di titik lebih tinggi dalam mengejar impian untuk meraih kesuksesan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!