Dididik Untuk Menjadi Wanita Bali Yang Mandiri & Modern
Firasat Sang Ibu dari I Gusti Made Ayu Suryati, tentang kelihaian putrinya tersebut dalam berbisnis, sudah dirasakan sejak putrinya masih remaja. Bagaimana tidak, Sang Ibu pun dengan sengaja memberi pendidikan dalam keluarga, khususnya pada garis keturunan matrilineal, agar tumbuh menjadi wanita Bali yang mandiri dan modern, tidak bergantung sepenuhnya pada penghasilan suami.
Masa remaja I Gusti Made Ayu Suryati banyak dihabiskan untuk bekerja sambil menempuh pendidikannya. Bila mendengar bagaimana perempuan kelahiran Tabanan ini menceritakan masa itu, ia tidak terlihat melakukan pekerjaannya tersebut secara terpaksa. Justru ia melahirkan inovasi-inovasi pada barang yang dapat dijual di toko milik orangtuanya yang berlokasi di Tabanan.
Dimulai saat Ayu Suryati masih duduk di bangku SMP, ia memiliki kepuasan tersendiri bila sudah membantu pekerjaan orangtuanya, ia mulai mencari barang dagangan yang dapat dijual di sebuah toko sembako yang dimiliki orangtua. Toko sejenis itu masih sangat sedikit pada masa itu, keadaan ini menjadikan toko milik keluarganya banyak dikunjungi pembeli.
Tak mau kehilangan kesempatan, Ayu Suryati pun mulai memutar otak, mencari-cari sekiranya ada barang lagi yang bisa dipasok dan dijual di tokonya. Ia pun memiliki ide untuk menjual pupuk, karena pada saat itu ada pembeli yang menanyakan ketersediaan pupuk di tokonya. Ia pun menyarankan orangtua untuk menambah pupuk dalam daftar barang dagangan mereka, orangtuanya pun menyetujui hal tersebut.
Pupuk yang mereka jual justru lebih banyak laku terjual, dibandingkan dengan produk kebutuhan bertani lainnya. Tak hanya warga setempat, tapi juga masyarakat dari pulau Jawa pun jauh-jauh mendatangi Bali hanya untuk membeli pupuk di tokonya.
Tak berhenti sampai di sini, Ayu Suryati kembali menambah barang dagangannya. Ia tiba-tiba tertarik untuk menjual semen, meski saat itu belum ada permintaan pasar. Ibunya awalnya menolak, karena berpikir sudah terlalu banyak jenis barang yang dijual. Namun ia tetap mengambil langkah tersebut, setelah ia memasuki bangku kuliah.
Sempat berpikir, apakah ia mampu menjual semen, dari pesaingnya orang-orang keturunan Tionghoa yang memiliki persatuan dalam bisnis yang kuat. Namun ia tetap mengambil langkah tersebut, dan mengambil semen di distributor, dalam jumlah yang masih dibatasi oleh pihak distributor. Meski tidak semudah menjual pupuk, Ayu Suryati tidak menyerah dalam melakoni pekerjaan tersebut, dan sudah menjadi bagian dari rutinitasnya. Pada pagi hari ia berangkat kuliah, di siang hari ia bekerja di toko.
Konsisten dalam menjual produk tersebut, menarik perhatian pemilik dari distributor semen Gresik. Dari penjualan semen, hingga ia dipercaya memegang subdistributor produk semen tersebut. Sebelumnya ia sempat bertanya apakah diperkenankan untuk berjualan produk semen selain merk Gresik. Dari distributor pun tidak keberatan, namun setelah ia menjual dua merk semen tersebut sekaligus, ada peraturan baru yang melarang untuk menjual produk semen tersebut, harus memilih salah satu merk semen untuk dijual. Akhirnya dengan berat hati, ia mengikuti peraturan tersebut, padahal ia telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan distributor lainnya. Namun ia harus memilih salah satunya, yakni merk semen Gresik, dengan harga yang lebih baik saat itu.
Seiring berjalannya waktu, Ayu Suryati mulai mendapatkan pelanggan kontraktor besar, salah satunya Tunas Jaya. Ia akui saat itu, ia masih awam dengan produk yang ia jual, justru rekan-rekan pembelilah yang banyak memberikannya informasi. Hingga ia resmi menjadi distributor, pada tahun 1997 sampai di tahun 2008.
Pada tahun 2009 Ayu Suryati ditarik oleh pabrik untuk meng-upgrade status perusahaannya menjadi Perseroan Terbatas, bernama PT Graha Surya Darma Abadi yang berlokasi di Jalan HOS Cokroaminoto No. 298, Ubung Kaja. Perusahaan tersebut dipegang oleh tiga orang pemilik, termasuk dririnya sendiri dan membentuk tim yang memiliki semangat tinggi, keuletan dan keyakinan. Keyakinan dalam melakukan pekerjaan dan menyertakan Tuhan di setiap langkah. Tak hanya pada perusahaan, hal ini pun ia terapkan pada anak-anaknya. Sama halnya pada saat ia masih muda, salah satu anaknya persis seperti dirinya. Mungkin tidak hanya DNA, namun prestasi ibu yang mendidiknya ikut ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih sebagai wanita Bali, harus mulai berpikiran terbuka dan modern dengan perkembangan zaman. Tak terkecuali sebagai wanita Bali harus mulai belajar mandiri, tak bergantung sepenuhnya pada penghasilan suami. Hal terpenting harus saling memberi dukungan atas prestasi masing-masing.