Berbagi Materi sebagai Wujud Kebersamaan, Tanggung Jawab dan Cinta Keluarga
Perhatian I Made Tekun terhadap keluarganya tidak pernah pudar, bahkan setelah ia berhasil meraih kesuksesan yang selama ini diimpikan. Ia selalu mengingat masa-masa ketika keluarganya harus berjuang keras menghadapi keterbatasan ekonomi. Mereka bersatu, satu rasa dan saling mendukung dalam melewati berbagai kesulitan. Sebagai bentuk rasa syukur dan kasih sayangnya, Made Tekun memberikan hal-hal bernilai materi kepada keluarganya, seperti rumah, kendaraan atau kebutuhan lainnya. Namun baginya, apa yang ia berikan bukan hanya sekadar soal materi. Yang lebih penting adalah tetap menjaga kebersamaan dan mempererat hubungan keluarga.
Sesuai dengan namanya, Made Tekun, adalah sosok yang tekun bekerja demi bisa melanjutkan sekolah. Setelah orang tuanya yang bekerja sebagai petani dan buruh ukir menyerah untuk membiayai sekolahnya setelah tamat SD, ia tidak putus asa. Tamat SD tahun 1974 di SD 2 Petulu, ia merantau ke Denpasar dan bekerja sebagai tenaga ukir, keterampilan yang sudah ia pelajari sejak kecil. Dari pekerjaan tersebut, ia mulai memperluas kemampuan ukirnya dan menjual hasil karyanya. Tak lama kemudian, bosnya yang bekerja di hotel mengajaknya untuk mempromosikan hasil karyanya kepada tamu-tamu hotel. Setelah empat tahun bekerja, Made Tekun memutuskan untuk berhenti dan mencoba membuka usaha ukir sendiri di rumah. Ia melakukan promosi ke berbagai daerah, seperti Kuta dan Sanur hingga berhasil memiliki pasar tersendiri. Usaha ukirnya kemudian diserahkan kepada kakaknya, sementara Made Tekun merantau ke MAS, Ubud, untuk bekerja di Rudana Gallery. Sambil melanjutkan SMP, ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar bahasa Inggris saat memasarkan produk-produk dari Rudana Gallery.
Made Tekun pindah bekerja ke artshop Semar Kuning. Bertemulah ia dengan pelanggan asal Jakarta yang mengadakan pameran lukisan di Bali Beach Hotel Sanur. Kebetulan orang tersebut tengah mencari tenaga yang bersedia menjaga pamerannya. Tanpa pikir panjang Made Tekun menawarkan diri, karena ia begitu tertarik untuk masuk ke hotel bergengsi itu. Setelah satu bulan terlibat dalam pameran, ketertarikannya semakin berkembang. Ia berinisiatif mengajukan proposal pengadaan pameran lukisan, mengingat ia memiliki banyak relasi dari museum dan artshop yang terdiri dari seniman-seniman berbakat. Made Tekun sempat ditolak oleh manajer hotel, hingga suatu hari dari pihak hotel secara tak terduga mendatangi kediamannya di Petulu, Gianyar. Ia sangat terharu atas kunjungan itu, terlebih lagi karena memberinya kesempatan untuk membuka pameran. Momen itu menjadi titik penting dalam karier Made Tekun, yang menandai perjalanan barunya dalam dunia seni dan mulai menaikkan derajatnya dalam finansial.
Pameran demi pameran lukisan dibuka I Made Tekun dan rekanrekannya secara antusias. Setelah Bali Beach Hotel Sanur, ia mengadakan pameran di hotel-hotel prestisius lainnya, yaitu Inaya Putri Bali Nusa Dua selama dua bulan, Club Med Hotel selama empat bulan. Setelah itu, Bali Beach Hotel kembali memanggilnya untuk mengadakan pameran selama delapan bulan. Namun, pandemi Covid-19 yang melanda membuat pariwisata menjadi sepi dan ia tak bisa mengadakan pameran lagi. Menghadapi situasi tersebut, Made Tekun beralih membangun Villa Popolan yang terdiri atas enam unit, dengan modal dari aset yang ia peroleh melalui kesuksesannya dalam pameran. Dalam bisnis properti bukanlah hal baru baginya, karena sejak tahun 2004, ia sudah membangun dua unit vila bernama Villa Ubud.
Meskipun telah mencapai kesuksesan, Made Tekun tidak pernah berubah dalam sikapnya. Keberhasilannya tidak hanya ia nikmati sendiri, ia juga berbagi dengan saudara-saudaranya, memastikan mereka memiliki bekal yang cukup untuk masa depan, sebelum dirinya menikah di tahun 1989. Setelah menjadi seorang ayah dari tiga anak, dua perempuan dan satu laki-laki, Made Tekun putuskan tidak berpegang teguh pada sistem purusa dalam masyarakat Bali, di mana anak laki-laki biasanya menjadi penerima warisan utama. Sebaliknya, ia berkomitmen untuk memastikan bahwa kedua anak perempuannya juga mendapatkan bagian dari warisannya. Ia bahkan sedang mempersiapkan penambahan unit vila yang nantinya akan diwariskan kepada kedua putrinya. Sebuah langkah yang mencerminkan nilai-nilai modern yang menghargai kesetaran sekaligus tanggung jawabnya sebagai orang tua untuk mempersiapkan masa depan yang baik bagi semua anaknya. Langkah ini juga baginya lebih dari sekedar membagi harta, karena warisan sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai kebersamaan, tanggung jawab dan cinta keluarga.