Bali Jungle Huts Penginapan Tenang Dengan Taksu Mata Air Suci
I Nyoman Cendikiawan memiliki prinsip yang memotivasi hidupnya, “Tiada yang mudah untuk mencapai kesuksesan, namun tak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama mau berusaha”. Terbukti, meski takdir tidak membawanya untuk menjadi seorang guru, justru pintu kesuksesan tersebut semakin terbuka lebar untuk Nyoman Cendikiawan.
Setelah mengalami beberapa kali penolakan untuk melamar menjadi guru, pria asal Banjar Pujung Kaja Desa adat Talepud, Desa Dinas Sebatu, Kecamatan Tegallalang tak pantang arah, dengan menciptakan peluang di desa kelahirannya yang dikenal sebagai daerah pariwisata dengan adat seni dan budaya yang masih lekat dalam lingkungan masyarakatnya. Semangat dari Nyoman Cendikiawan sendiri, tahun 1990 ia melakukan perjalanan keliling benua Eropa selama tiga bulan, sebagai Duta Seni Tradisional. Pengalaman tersebut ia ungkapkan dengan rasa syukur sekaligus bangga dapat lahir di desa Sebatu, dengan seni dan budaya yang patut dilestarikan. Terkait dengan seni dan budayanya, Desa Sebatu dikenal dengan pengrajin seni patung yang cukup mensejahterakan masyarakat, termasuk Nyoman Cendikiawan dan keluarga. Namun semenjak peristiwa bom Bali, memberikan pengaruh besar sehingga menimbulkan penurunan dalam profesi ini. Masyarakat pun sebagian ada yang memilih untuk berdagang, bertukang bahkan mereka kreatif menciptakan Pasar Tradisional Desa Telepud di atas tanah kepemilikan desa. Pasar tersebut pun dikembangkan, baik dalam permodalan sehingga berjalan hingga saat ini.
Ubud menjadi daerah yang padat akan pariwisata, namun seiring berjalannya waktu, pariwisata mulai menyentuh desa-desa di bagian ke utara dan memasuki desa Tegallalang dan desa Pujung. Masyarakat pun mulai mengembangkan akomodasi penginapan, tak terkecuali Nyoman Cendikiawan yang memanfaatkan tanah keluarga seluas 1,2 ha dengan membangun sebuah penginapan dengan suasananya yang menenangkan.
Tak hanya penginapannya, ada sesuatu yang unik dan metaksu di penginapan yang diberi nama Bali Jungle Huts ini. Di lokasi yang beralamat Jalan Raya Pujung Kaja, Sebatu, Tegallalang-Gianyar ini memiliki sumber mata air yang sakral yang tak disembarang lokasi bisa ditemui. Tak ingin kehilangan taksu dari lokasi tersebut, Nyoman Cendikiawan mengelola dan memelihara mata air suci tersebut dengan dibuatkan tempat suci pada akhir Desember tahun 2015.
Setelah dilakukan penataan sedikit demi sedikit dan demi mengikuti trend masyrakat yang hobi berselfi, mata air tersebut disulap menjadi lokasi dipinggir sungai Yeh Wos dengan air terjunnya yang indah. Sekitar satu tahun, respon masyarakat begitu positif dan tertarik untuk mengabadikan moment menarik di lokasi tersebut. Agar pengunjung tak mudah bosan, Nyoman Cendikiawan kembali berinovasi dengan membuat dua buah pondok kecil dengan fasilitas sederhana, yang mampu menarik wistawan. Kemudian menambah pondok lagi, sampai berjumlah tujuh pondok.
Penginapan Bali Jungle Huts dibedakan menjadi tiga tipe yakni dua vila with private pool, tiga unit jineng dan enam unit tipe huts room. Penginapan ini dilengkapi dengan fasilitas publik pool, mini bar dan restoran kecil. Nyoman Cendikiawan menambahkan, kemungkinan akan menambah fasilitas dan penginapan karena dari tanah tersebut, baru hanya 30% yang dimanfaatkan.
Sebelum bernama Bali Jungle Huts, Nyoman Cendikiawan menggunakan nama “Bali Mula Unik” yang memiliki filosofi “Babhakti ring Ida Sang Hyang Whidi Wasa, Liang ring pasametonan, Ngulat sarira, Langgeng, Ulati rahayu sareng sami, Niki sane kawarisang”. Meski telah berganti nama, diharapkan filosofi itu tetap memberi sebuah harapan yang sama dengan Bali Jungle Huts dengan jumlah management sebanyak 12 orang.
Berbicara perihal pariwisata, Nyoman Cendikiawan meyakini segi aura dan taksu yang dimiliki Pulau Bali tidak ada duanya, meskipun diluar sana banyak lokasi yang indah. Namun aura magis salah satunya pada canang sari yang dipersembahkan setiap hari dengan perpaduan bunga, air dan aroma dupa serta doa yang ada di dalamnya, membuat Pulau Bali memiliki tempat tersendiri di hati wisatawan. Namun, sebagai pelaku pariwisata ia tak ingin terlena begitu saja, dengan terus berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan baik lokal mau internasional.
Selain berbisnis dalam dunia pariwisata, Nyoman Cendikiawan juga mengambil peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Ia disegani dan dihormati sebagai perintis LPD pada tahun 1989. Semuanya berawal dari memenangkan perlombaan tingkat desa adat yang memenangkan hadiah sebesar 2 juta rupiah. Hadiah tersebut kemudian diembankan kepadanya sebagai Ketua Muda-Mudi saat itu. Hingga berusia 30 tahun, LPD telah memiliki aset 94 miliar, dengan jumlah pegawai 30 orang.
Tidak mudah meyakinkan masyarakat dalam memperkenalkan LPD untuk pertama kalinya, hal ini menjadi sebuah tantangan luar biasa bagi Nyoman Cendikiawan. Namun ia yakin mampu membuktikan kepada masyarakat, yang seiring berjalannya waktu akan memahami daripada konsep LPD itu sendiri dan memperoleh manfaatnya, yakni mempunyai peranan yang nyata dalam mendukung pembangunan desa pakraman maupun nasional. Sebagai perintis, ia pun sadar tak dapat mengabaikan teknologi yang tengah gencar dimanfaatkan untuk memasarkan produk dalam sebuah usaha. Nyoman Cendikiawan merancang sebuah aplikasi mobile, untuk mempermudah masyarakat melakukan transaksi dan memperoleh informasi.
Saat melontarkan pertanyaan perihal latar belakang orangtuanya, Nyoman Cendikiawan terlihat sedikit emosional. Ia mengingat perjuangan ibu tanpa pendamping hidup yang telah pergi untuk selamanya sejak Nyoman Cendikiawan berusia 10 tahun. Untuk membesarkan ia dan saudara-saudaranya yang berjumlah 10 orang belum lagi dua saudara ibunya yang disabilitas, membuat dirinya tak mampu menahan air mata. Beruntung ia mendapatkan beasiswa untuk dapat melanjutkan sekolah, meski begitu, ia tetap menempuh pendidikannya hingga kuliah sambil bekerja.
Kerja kerasnya dalam bekerja dan menuntut ilmu, berbuah manis tak hanya mengembangkan pariwisata di desa kelahiran namun juga dalam merintis, mengembangkan dan mengelola LPD, membuat Nyoman Cendikiawan dipercaya sebagai Ketua Badan Kerjasama LPD seluruh Bali dengan jumlah 1433 LPD, karyawan 8000 orang dan aset 22 triliun. Meski dari desa kecil, ia mengungkapkan kebanggaannya, sudah terpilih selama dua periode untuk menduduki Ketua Asosiasi. Sebagai wujud syukur dan terimakasih, ia bersama staf kerap melakukan dana sosial, bedah rumah, kunjungan ke panti asuhan, memberikan bantuan untuk piodalan di pura-pura.
Setelah sebuah LPD yang terbukti memberikan banyak bantuan kepada masyarakat, Nyoman Cendikiawan berharap kesuksesan ini tidak akan berhenti begitu saja, akan lahir generasi muda yang terjun ke lapangan, menciptakan sesuatu yang baru, mulai dari hal terkecil, jangan hanya berangan-angan duduk nyaman untuk menjadi seorang pegawai. Ia yakin sknerio dari Sang Hyang Whidi lebih indah daripada angan-angan manusia itu sendiri, kembali lagi apakah kita memilih untuk bekerja keras atau tidak.