Adaptasi dengan Perubahan Pasca Pandemi, harus Bermental Baja demi Terus Wariskan Arsitektur Tradisional Bali

Tidak mudah mengelola perusahaan atas nama keluarga, apalagi tanggung jawab dalam mengeksiskannya di zaman dengan tantangan yang berbeda. Terlepas apapun itu, yang paling harus dipegang prinsipnya bagi Wayan Lastyaga Satwika ialah bijak dalam memisahkan mana ranah pribadi dan ranah perusahaan. Terlebih di masa pandemi Covid-19, setelah peraturan yang dikeluarkan pemerintah, berupaya ia sandingkan dengan kebijakan yang berlaku di manajemen yang baru saja dibentuknya, semenjak menggantikan kepemimpinan ayahnya di “PT Bali Sraya”.

Wayan Lastyaga Satwika

Sejak tahun 2018, Lastyaga sudah menggantikan posisi ayahnya di PT Bali Sraya, sebuah perusahaan yang bergerak di desain arsitektur, interior dan artwork berlokasi di Jl. Raya Batubulan No.25, Batubulan, Gianyar. Namun sebelum ia mengambil peran penting di bisnis yang telah dirintis sejak 1989 saat belum mengenal namanya arsitek, mekanisme kerja lebih cenderung seperti kontraktor. Yang mana menciptakan sesuatu, tanpa ada model gambar desain terlebih dahulu sebagai representasinya.

Keterlibatan pria kelahiran 1985 ini bukan tanpa alasan, ayahnya (I Ketut Pradnya) yang pernah dua periode bertindak sebagai Kelian Banjar yang dipercaya kembali menjadi bagian prajuru desa yakni Bendesa Adat, dengan lingkup pekerjaan yang semakin masif. Kondisi tersebut kemudian menginisiasinya membentuk manajemen, yang sama sekali belum pernah diterapkan. Sementara ayahnya selain mengurus kegiatan adat, juga mengelola “Museum Wiswakarma” yang mengoleksi berbagai benda seni pahat para seniman lokal yaitu I Made Lentor, Rabeg, Narsa, I Wayan Marda, Ketut Dira, Wayan Siman dan Nyoman Rai Sandhi.

Orang tua Lastyaga berasal dari Bangli, yang sudah lama merantau ke Denpasar. Sampai akhirnya membuka usaha ini dengan adanya dukungan aturan pemerintah oleh Gubernur Prof. Ida Bagus Mantra, soal pelestarian Arsitektur Tradisional Bali adalah suatu langgam arsitektur tradisional yang lahir di atas landasan konsep spiritual Hindu di lingkungan adat istiadat di Bali. Mulai sejak itu PT Bali Sraya mendapat kepercayaan dan menjadi langganan proyek-proyek pemerintah.

Alumnus SMPN 1 Denpasar ini, mau tak mau dekat dengan kegiatan seni baik di workshop, maupun mengikuti sanggar yang didirikan juga oleh ayahnya. Ia pun sempat memanfaatkan bekal seninya menjadi sebuah prestasi non akademis dengan masuk ke sekolah negeri, yakni SMAN 3 Denpasar. Tiba di masa penjurusan, ia lantas melanjutkan ke Program Ekstensi Teknik Arsitektur Universitas Udayana. Setelah diberikan informasi dan bayang-bayang dari saudara tentang studi tersebut, ia cukup mampu menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa dengan lulus dalam waktu empat tahun tiga bulan.

Sebagai mahasiswa fresh graduate pada umumnya, Lastyaga kemudian bekerja di kantor konsultan milik rekan ayahnya, Bapak Ketut Arthana, sebagai junior arsitek selama dua tahun. Berjalannya waktu, karena bisnis ayahnya kekurangan tenaga, ia kemudian bergabung dengannya sebagai arsitek dan perlahan, ayahnya menurunkan tanggung jawab PT Bali Sraya sepenuhnya kepada Lastyaga.

Pembenahan yang dilakukan Lastyaga dimulai dari mengoptimalkan sumber daya manusianya yang saat ini ada 17 orang. Kemudian pembaruan mekanisme kinerja, yang telah didahului dengan mengedepankan kesejahteraan para karyawan. Namun saat pandemi, ia harus beradaptasi dengan aturan dan perubahan yang terjadi. Selain berupaya mempertahankan bisnis, di tengah kondisi yang saat itu masih belum jelas kapan akan berakhir. Syukurnya di masa krisis tersebut, masih menerima beberapa proyek. Dan dengan kelengangan waktu yang ada, juga ia manfaatkan dengan mengembangkan kreativitas produk dan target pasar. Yang sebelumnya hanya menyasar kalangan menengah ke atas, kini sudah mulai menyentuh menengah ke bawah, tanpa mengurangi kualitas karya dari pemahat lokal profesional. Hal ini demi menyiasati ekonomi pasca pandemi di tahun 2023 dengan beberapa tantangannya, seperti fluktuasi dan tingginya inflasi, agar mampu menjadi privilege bermental baja, mampu terus melanjutkan perjuangan yang sudah ada, dan bisa bertahan selama-lamanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!