Pelopor Ayam Bakar Sambal Mentah di Denpasar Harapan Bisa Terus Meregenerasikan Resep Kepedasannya
Merantau menjadi sebuah tindakan afirmatif sekaligus membuka harapan baru bagi pendatang di wilayah yang mereka pilih. Merantau pun semakin menjadi tradisi, kala melihat sanak saudara yang lebih sukses, dibandingkan masih mengais rezeki di tempat kelahiran sendiri. Khususnya fenomena ini dilakoni oleh masyarakat di tanah Jawa, kemudian memilih Pulau Dewata sebagai target utama, karena secara geografis dan nuansa pariwisatanya, Bali ‘nyaris sempurna’ untuk ditinggali hingga melambungkan sebuah usaha.
Harapan akan selalu ada, bagi siapa pun yang masih berpijak di bumi dan melakukan aksi nyata demi sebuah perubahan dan kemajuan. Seperti yang dilakukan Yana, wanita asal Malang ini memutuskan merantau ke Bali di tahun 1990-an selepas SMA. Bersama kakak ipar, ia berupaya mengubah nasibnya dari anak petani membuka diri pada berbagai corak pekerjaan, yang mungkin masuk dan cocok dalam kriterianya.
Pekerjaan pertama Yana ialah merangkai bunga. Pemilik dari usaha tersebut kebetulan adalah rekan dari kakaknya, sehingga ia cukup mudah untuk segera mendapatkan penghasilan. Sebagai perantau, pencapaian seharusnya tak cukup sampai di sana. Momentumnya pun semakin terasa, saat ia memutuskan untuk menikah, yang artinya biaya hidup akan bertambah. Ia dan suami pun mulai membuka dagang nasi goreng dengan mengandalkan sebuah gerobak dorong.
Lambat laun, Yana kemudian tertarik untuk merambah ke kuliner ayam bakar. Dengan tanpa harus meninggalkan lapak pertamanya, ia pun mengalihkan nasi goreng ke kakak ipar (sekarang sebelah Ayam Bakar Wo Ai Ni cab. Pertokoan Investama) pada tahun 2008. Ia dan suami kemudian kembali merintis dari nol, masih berlokasi di pinggir pertokoan.
Penjualan hari pertama, Yana baru mampu menjual sebanyak dua porsi dengan harga Rp28 ribu, dengan membuka usahanya sejak jam 5 sore sampai 12 malam. Hari kedua mengalami kenaikan sebesar Rp38 ribu dan hari ketiga mengalami penurunan, hanya terjual Rp27 ribu. Polarisasi tersebut kurang lebih berjalan tiga hingga empat bulan, bahkan diungkapkan Yana, ia sempat ingin tutup, karena kondisinya tak mengalami kemajuan yang jelas.
Strategi Tutup Salah Satu Cabang, Demi Tak Merumahkan Karyawan
Dari sebuah kuliner enak, ternyata mampu meningkatkan suasana hati seseorang, bahkan pembeli hingga berniat mengirimkan doa atau afirmasi yang sangat berarti bagi pemilik lapak, yang bernilai lebih dari sekedar materi. Kenangan itulah yang sampai saat ini, tak pernah henti membuat Yana, selalu merinding saat diceritakan kembali. Kala itu ada salah satu pembeli wanita yang lebih tua darinya, mendoakan usahanya agar berjalan lancar dan laris manis, saat seusai menghabiskan makanannya. Secara eksplisit, wanita itu berdoa, sekaligus berhadapan langsung kepada Yana dan suami. Mendapat reaksi yang tak terduga tersebut, membuatnya tak hanya semakin termotivasi dalam mengelola bisnis lebih progresif, tapi juga “rasa dihargai” atas keuletannya bekerja selama ini, melalui pengakuan kata-kata lisan yang jarang terjadi.
Berganti tahun demi tahun, “Ayam Bakar Wo Ai Ni” terus menjaga keksisannya dan semakin memiliki penggemar khususnya kuliner pedas. Sebutan sebagai “pelopor ayam bakar sambal mentah” pun tak terbantahkan melekat erat pada kuliner yang memiliki empat cabang ini, Pertokoan Investama – Jl. Teuku Umar, Jl. Mahendradata Selatan, Jl. Marlboro dan Jl Ahmad Yani Utara Peguyangan. Tahun 2011, putrinya Olivia Zerlin mulai ikut turun membantu bisnis tersebut setelah tamat SMA. Memasuki rumah tangga, tanggung jawabnya pun semakin besar untuk meng-handle salah satu cabang.
Yang namanya proses memiliki bisnis, terlebih lebih dari satu cabang, pasti pernah mengalami penurunan omzet, yang sudah menjadi tantangan seorang pengusaha. Dalam menyikapinya, harus siap dengan segala solusi agar operasional tetap berjalan, namun kualitas produk tak pernah berubah. Gaungan ini pun mejadi amanah orang tua kepada Olivia, agar bisnis bisa terus dipertahankan dan berkelanjutan. Seperti saat pandemi yang memanas selama 2,5 tahun, dengan sangat terpaksa Ayam Bakar Wo Ai Ni menutup salah satu gerai mereka di Kerobokan. “Jadi sebenarnya ada lima cabang, karena pandemi cabang di sana sepi dan seluruh karyawan dilimpahkan ke cabang yang masih ada. Bersyukurnya tak ada sampai merumahkan karyawan”, ucapnya berstrategi.
Selain yang disebutkan di atas, strategi dalam bermedia sosial juga pantang untuk dilewatkan. Kontras upaya ini berperan penting untuk tetap terkoneksi dengan pelanggan, melalui aplikasi pemesanan makanan secara daring. Olivia pun menambahkan, kuliner tipe lalapan yang akrabnya buka saat jam malam pun akhirnya juga ia siasati membuka saat jam 11 siang, agar omzet tak menurun drastis, terutama untuk seluruh karyawan tetap bisa memenuhi kewajiban mereka kepada keluarga.
Yana bersyukur resep Ayam Bakar Wo Ai Ni, masih diminati di tahun ke-14 ini, di tengah semakin beragamnya kuliner bercitra pedas lainnya. Ia pun optimis usaha ini bisa meregenerasi ke generasi selanjutnya, selain Olive sebagai generasi kedua. Namun sebagai orang tua, ia pun tak mau menutup perubahan. “Kalau usaha ini mampu sebagai pendongkrak untuk merambah usaha yang berbeda dan lebih maju lagi, kenapa tidak? sejauh itu positif dan mampu dipertanggungjawabkan akan siap didukung. Teristimewa lagi, mereka mampu terus bertumbuh menjadi sosok yang berkualitas dan mendedikasikan diri, untuk orang-orang sekitar.