Para Pengembang di Desa Wisata Bisa Memanfaatkan KPR FLPP untuk Membangun Homestay
Kementerian Pariwisata akhirnya mendapat kesepakatan strategis para investor, salah satunya Real Estate Indonesia (REI) dan kementerian/lembaga terkait, untuk pembangunan homestay di berbagai destinasi wisata di seluruh Indonesia.
“Saya harapkan pada triwulan ini ada Kredit Usaha Rakyat (KUR) pariwisata, reksadana pariwisata terpadu, dan yang sudah diperdebatkan lama itu skema KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk pembangunan homestay di desa wisata,” tutur Menteri Pariwisata Arief Yahya
Terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau akses infrastruktur, namun memiliki destinasi wisata menarik.
“KPR FLPP untuk (pembangunan) homestay akhirnya secara prinsip disetujui. Jadi nanti bisa melakukan pinjaman KPR untuk pembangunan, jadi lebih mudah,” imbuh Arief.
KPR FLPP sendiri dianggap sebagai skema pembiayaan paling berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Mengutip laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melalui KPR FLPP, MBR dapat menikmati uang muka 1 persen, bunga tetap 5 persen selama masa kredit maksimal 20 tahun, bebas PPn dan bebas premi asuransi.
Sementara syarat penerima subsidi KPR FLPP salah satunya adalah gaji atau penghasilan pokok tidak melebihi Rp 4 juta untuk Rumah Sejahtera Tapak dan Rp 7 juta untuk Rumah Sejahtera Susun.
Selain kebijakan tersebut, masih ada solusi jangka pendek dari KUR untuk usaha di bidang pariwisata, seperti produk-produk khas daerah, dan skala UMKM lainnya.
“KUR Pariwisata nanti bunganya hanya 7 persen, lebih rendah dari bunga komersial. Masyarakat bisa mengajukan hingga pagu Rp 500 juta. Ini untuk UMKM untuk memudahkan masyarakat berinvestasi di pariwisata,” terang Arief.
Untuk skala investasi yang lebih besar, lanjut dia, ada kerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Nantinya, akan dikeluarkan reksadana pariwisata terpadu, dengan batas pagu Rp 1 triliun.