Mempersembahkan Kuliner Terbaik untuk Jiwa
Made Runatha lahir di Semana, Kabupaten Badung dalam lingkungan keluarga petani penggarap, dan tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana. Saking sederhananya, sejak SD ia tidak pernah tidur di rumah, karena tak sanggup menampung orangtua dan tiga saudaranya yang lain. Ia lebih memilih tidur di rumah tetangga atau rumah temannya.
Meski dalam keadaan kekurangan Made Runatha bersyukur, orangtuanya masih peduli akan pendidikan anak-anaknya. Ia pun menunjukan kepada orangtua, keseriusannya dalam menempuh pendidikan. Tidak peduli seberapa jauh jarak yang ditempuh dengan berjalan kaki untuk bersekolah, hatinya tetap berpegang teguh, untuk tumbuh menjadi sosok yang berguna suatu saat nanti.
Sebelum dan sepulang sekolah, semangat Runatha tidak tersulut oleh pekerjaan yang harus ia lakukan, yakni membuat campuran semen dan mencetak batu bata untuk membangun rumah keluarga. Di hari libur, ia pun tetap bekerja, dengan mengumpulkan batu yang diambil saat mandi di sungai, tak hanya itu, bahan-bahan lainnya seperti pasir pun ia dapatkan dengan cuma-cuma di lokasi tersebut.
Pekerjaan itu rutin dilakukan Runatha, hingga ia tamat di SMEA, tahun 1978. Ia kemudian melanjutkan pekerjaan sebagai pemetik kopi di Singaraja selama tiga tahun, penggarap padi di Negara selama tiga bulan. Hingga diputuskan untuk menjadi tukang bangunan di Seririt, Kabupaten Tabanan, selama enam bulan.
Seiring bertambahnya usia, dalam benaknya, Runatha berpikir untuk memperbaiki pekerjaannya. Ia sempat bekerja di art shop dan Kentucky Fried Chicken, sebagai cleaning service selama tiga bulan. Sejak bekerja di makanan cepat saji tersebut, pola pikirnya semakin matang dan mulai menemukan apa yang menjadi minatnya, yakni sebagai seorang chef. Ia pun menguratarakan keinginannya kepada Manager dan meminta bantuan agar diberi kesempatan untuk bekerja di dapur.
Hampir 3,5 tahun Runatha bekerja, dengan gaji 30ribu/bulan, ia pun ingin semakin giat mengembangkan bakatnya, dengan bekerja di Intan Cottages. Bahkan manager tempat ia bekerja pun memberinya kesempatan untuk melanjutkan kuliah di BPLP selama tiga bulan. Mungkin karena manager tersebut melihat ia begitu bersemangat dan tekun untuk belajar menjadi chef, BPLP pun bekerjasama dengan hotel yang baru dibuka di Makasar, dan ia direkomendasikan untuk bekerja di hotel tersebut.
Dengan gaji 450 ribu/bulan, Runatha bekerja di Makassar Golden Hotel, selama 5,5 tahun. Dengan penghasilan yang lebih besar daripada sebelumnya, ia pun mampu menyekolahkan adik-adiknya, membeli bahan bangunan dan ayah pun dapat melanjutkan pembangunan rumah. Pulang ke Bali, ia diterima di Sahid Cottages, (sekarang Beachwalk), meski gaji awal yang ia terima turun menjadi 60 ribu rupiah. Ia tidak masalah dengan hal tersebut, karena ia berkeyakinan penghasilan tersebut dapat dikejar, bila ia mau terus bekerja keras. Yang terpenting saat itu, ia dapat dekat dengan keluarga.
Benar saja, selama enam bulan Runatha sudah dapat memulihkan kondisi keuangannya, dengan penghasilan 460 ribu/bulan dan setelah tiga tahun, gajinya naik menjadi 750 ribu/bulan pada posisi chef. Sebelumnya, kebetulan ia telah melamar di Hotel bintang lima, Sheraton sebagai chef, ia pun mengambil kesempatan tersebut tanpa ragu, meski gajinya kembali turun, menjadi 530 ribu/ bulan. Melihat tindakan yang diambil suami, istri Runatha sempat mengomel, karena karir suami padahal saat itu sudah dapat menjamin kehidupan mereka dengan membeli sebuah rumah, seluas 1,25 are dengan seharga 6,5 juta.
Hanya setahun bekerja di Sheraton, Runatha kemudian melamar di Holiday Inn, karirnya kian menanjak, seiring pengirimannya ke luar negeri, yakni Australia dan China. Saat di Australia, Runatha mendapat tawaran pekerjaan sebagai Sous Chef di Holiday Inn Beijing. Bekerja di negara tersebut, sempat membuatnya stres. Ia mengungkapkan, perasaan tersebut sengaja ditimbulkan oleh managemen disana, belum lagi penggunaan bahasa Cina yang sedikit ia ketahui.
Mei 1998 Runatha kembali ke Jakarta, bekerja di Crown Plaza sebagai banquet chef. Kemudian posisinya meningkat dengan bekerja di Puri Bunga sebagai coorporate hotel manager selama 6 tahun. Posisi demi posisi Runatha geluti, ia kemudian memutuskan untuk kembali ke Sahid selama setahun dan tiga tahun bekerja di Polandia. Namun, peristiwa tidak menyenangkan terjadi, anaknya yang kedua mengalami tabrakan dan meninggal dunia. Kaget mendengar hal tersebut, ia langsung memutuskan untuk pulang dan berjanji tidak akan merantau lagi, meninggalkan keluarganya.
Di Bali, Runatha sempat bekerja sebagai Executive Chef di Holiday Inn Tanjung Benoa Bali, ia kemudian pindah dan bekerja di Retreat bernama Fivelement di daerah Badung, dari tempat bekerja tersebut ia mulai menaruh perhatian dengan menu vegan food. Apa boleh buat, ia terpaksa meninggalkan kembali keluarganya dan berangkatlah kembali ia keluar negeri, menuntut ilmu di Living Light Culinary Art Institue di Fort Bragg, California USA. Ilmu yang semakin matang pun ia wujudkan dengan membangun bisnis kuliner bernama “Moksa Ubud”.
Di sebuah lokasi yang natural, beralamat di Jalan Puskesmas Gang Damai, Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Sejalan dengan bisnis kuliner tersebut, Runatha ingin mengedukasi pengunjungnya, dengan memberikan pengalaman luar biasa dan inspiratif tentang makanan sehat berbahan lokal.
Dengan memberdayakan orang lokal yang berjumlah 20 orang, Runatha bangga dapat menggabungkan antara renjana dan kreatifitas yang ia miliki, kemudian mempersembahkan menu vegan yang terbukti mendapat antusias dan respon positif dari wisatawan lokal maupun asing.
Tak hanya soal makanan sehat, gaya hidup yang berkualitas pun Runatha tawarkan dalam bisnisnya. Tak main-main, ia melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya, mereka adalah Anouk Aoun Wendel (Asana, Pranayama and Meditation Teacher), Sugeng “Madeira” Prasetyo (Capoeira), I Made Janur Yasa (Aikido & Somatic Awareness) dan Robinsar Sibarani Sensei 5th & (Aikido). Bersama dalam hal ini, besar harapan kedepan Made Runatha untuk terus mempertahankan Moksa Ubud memberikan kebaikan alam dan menghasilkan kuliner terbaik untuk jiwa.