Membangun Harapan di Kampung Halaman
Apa yang anda pikirkan tentang kawasan Batur, Kintamani- Bali? Sebagian orang mungkin lekas membayangkan pemandangan gunung yang berdampingan dengan danau yang luas. Atau bisa jadi ada yang membayangkannya sebagai sebuah daerah yang jauh dari kemajuan pembangunan infrastruktur dan pendidikan? Adalah seorang putra asli Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, bernama Gede Mangun yang terus berjuang agar Kintamani tidak hanya sekedar sebagai tempat singgah wisatawan. Melainkan menjadi destinasi pariwisata yang tak kalah dari wilayah Bali lainnya.
Profil Gede Mangun – Owner Bali Sunrise
Gede Mangun lahir di Songan, sebuah desa yang terletak di pinggiran Danau Batur Kintamani. Penduduk di desa tersebut sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan di danau atau menggarap lahan pertanian. Sehingga masa kecil Gede Mangun kerap ia habiskan dengan bermain di sekitaran lahan pertanian kentang, singkong, ubi, maupun jagung.
Pemandangan Kintamani yang asri serta suhu udaranya yang dingin, sejenak harus ia tinggalkan lantaran ia melanjutkan pendidikan SMA di Gianyar. Di kota rantauan ia belajar menjadi seorang profesional di bidang pariwisata, sebuah profesi yang tengah naik daun di tahun 1980-an.
Perpisahan dengan kampung halaman nampaknya semakin lama lantaran Gede Mangun mengambil keputusan bekerja di luar Bali. Berbagai daerah pernah dikunjunginya, melanglang buana demi mengumpulkan pundi-pundi rejeki seraya mencari pengalaman hidup. Setelah merasa memiliki tabungan yang cukup, pria kelahiran 14 Juli 1974 ini segera pulang ke Bali.
Bertani
Sepulangnya ke kampung halaman, Gede Mangun melihat betapa besarnya potensi daerah yang dimiliki daerah tersebut. Terutama sumber daya alam berupa lahan yang subur. Inilah yang mendorong Gede untuk memberdayakan potensi yang ada di daerahnya, yaitu dengan membuka pertanian bawang. Penanaman dan perawatan tanaman ini dianggap tidak terlalu susah. Bahkan Gede Mangun berhasil mengembangkan bawang dengan kualitas bagus dan berukuran besar.
Di luar dugaan, ternyata hasil pertanian yang sudah susah payah ia kelola tidak laku di pasaran. Alasannya sungguh menggelitik, yakni ukuran bawang yang ia tawarkan terlalu besar jika dibandingkan dengan ukuran yang biasa dikumpulkan oleh para pengepul. Setelah gagal dengan upayanya yang perdana di bidang pertanian, justru ia tidak kapok. Ia mencoba lagi dengan menanam tomat dan cabai.
Sayangnya usahanya yang kedua dan ketiga ini juga tidak sesuai harapan. Lagi-lagi usahanya mandeg di tahap pemasaran. Di sinilah Gede Mangun sadar, bahwa problem yang ada pada industri pertanian bukanlah ketika sebuah produk dibudidayakan. Melainkan pada saat pasca panen yang menjadi momen krusial yang dihadapi petani. Sementara belum ada regulasi yang mampu menjamin para petani dalam mendistribusikan hasil panennya. Seringkali para petani harus menanggung kerugian lantaran hasil pertanian melimpah justru tidak segera didistribusikan.
Membangun SDM
Setelah tidak berhasil di bidang pertanian, Gede Mangun sempat kembali ke profesinya semula di industri pariwisata. Kemudian ia mendirikan sebuah usaha ekspor hasil seni kerajinan yang berlokasi di Ubud. Selama tinggal di Ubud, Gede Mangun memperhatikan upaya pemda setempat dalam memajukan pariwisata di daerah mereka. Para pelaku pariwisata diakomodir dengan baik.
Gede Mangun membayangkan bagaimana jika daerah Kintamani bisa seperti Ubud atau daerah Bali lainnya yang mampu mengembangkan pariwisata dengan menonjolkan potensi daerahnya masing-masing. Di situlah ia tersadar jika tidak ada satu pun yang mau memulai, maka harapannya itu hanyalah sebuah angan belaka.
Maka di tahun 2001, Gede Mangun mengembangkan sebuah akomodasi pertama kali di Songan yaitu Bali Sunrise Villa and Restaurant. Selain itu ia juga mendirikan Bali Sunrise Trekking and Tour sebagai agen perjananan wisata trekking di Gunung Batur.
Dalam upayanya memicu denyut nadi pariwisata di Kintamani, Magister Pariwisata ini menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya faktor SDM yang masih jauh dari kata layak untuk standar industri di Bali. Karena itu, Gede Mangun secara sukarela menjadikan tempatnya sebagai wadah mencari ilmu bagi kaum muda di daerahnya. Khususnya untuk meningkatkan skill hospitality dan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa asing. Apa yang sedang diperjuangkan Gede Mangun nampaknya menginspirasi para pelaku pariwisata lainnya.
Hasilnya nampak seperti sekarang yaitu mulai bermunculan bisnis yang berhubungan dengan kegiatan wisata seperti akomodasi, restoran, dan tour and travel. Bisa dikatakan bahwa Gede Mayun merupakan pelopor yang menyalakan “obor” harapan bagi pariwisata di Songan, Kintamani, Bangli.
Kerja-kerja positif lainnya yang sering dilakukan pria yang hobi traveling ini dilakukan di bidang sosial. Ia pernah menjadi donatur tetap untuk program pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu berobat. Kegiatan ini tidak ditopang oleh lembaga mana pun, murni merupakan upaya mandiri. Meskipun memiliki tujuan yang mulia, namun usahanya juga pernah dinilai negatif yaitu sebagai sebuah usaha pencitraan. Gede Mangun tidak terlalu memperhatikan pandangan negatif itu justru semakin membuatnya terpacu meneruskan tugas mulianya.
Demikian sepenggal kisah perjuangan seorang pria yang lahir di lingkungan sederhana, namun memiliki cita-cita yang luar biasa. Apa yang dilakukan Gede Mangun mungkin belum sepenuhnya berhasil, namun sejauh ini langkah yang telah diupayakan telah menimbulkan semangat bagi insan lainnya untuk ikut memajukan Kintamani yang elok nan asri.