Hadir dengan Konsep Baru, Berhasil Tingkatkan Omzet Penjualan Setiap Bulan
Sadar akan kemampuan berbisnis yang mumpuni, prestasi gemilang berhasil ditorehkan Tangkaswara TP saat memecahkan rekor penjualan di tempat kerjanya. Dorongan dari salah satu teman kerja menjadi cikal bakal tumbuhnya rasa percaya diri untuk mendirikan usaha sendiri. Tunas Agung Mebel yang kini dikenal dengan nama Tamalivins kembali lahir dengan konsep baru dengan strategi inovatif berhasil meraup keberhasilan.
Pria yang akrab dipanggil Tangkaswara ini lahir dan besar di Karangasem Selat pada tahun 1981 dalam sebuah keluarga peternak ayam pedaging. Selain menjadi peternak ayam, ayahnya juga memiliki hobi berpolitik pada masa itu. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini mengaku sejak kecil dirinya begitu dimanja oleh orang tuanya, terutama dari sang ibu. Walaupun dimanja, tetap ada syarat setiap kali Tangkaswara meminta sesuatu, misalnya harus meraih juara kelas. Dengan begitu, Tangkaswara jadi memahami bahwa segala sesuatu harus diraih dengan usaha. Dulu, di masa SD, Tangkaswara dikenal sebagai anak yang pintar dan suka belajar, hal itu berpengaruh pada prestasi akademiknya di sekolah.
Orang tuanya juga sudah mulai memperkenalkan dan mengajarkan Tangkaswara bagaimana cara mengelola peternakan ayam. Sesekali ia diajak pergi ke kandang ayam untuk melihat bagaimana para karyawan kandang memberi pakan ternak. Ketika orang tuanya memutuskan untuk tinggal di Denpasar, Tangkaswara diminta bertanggung jawab mengurus peternakan. Kala itu, Tangkaswara sudah duduk di bangku SMP. Tanggung jawab yang diserahkan pada Tangkaswara sekaligus melatih kemandiriannya. Ia tingggal di kampung ditemani anak angkat ayahnya, dan banyak menyerap ilmu seputar mengelola ternak.
Berkat prestasi yang diraih ketika mewakili Kabupaten Karangasem dalam lomba seni rupa, Tangkaswara berhasil lulus masuk SMA Negeri 3 Denpasar yang merupakan salah satu sekolah unggulan. Di masa remajanya dulu, Tangkaswara menceritakan betapa menyenangkannya masa itu. Tangkaswara memiliki empat sahabat SMA yang masih berhubungan baik hingga kini. Terlalu larut dalam kehidupan pergaulan masa SMA membuat orang tuanya cukup was-was akan masa depan putra mereka kelak. Tidak bisa dibiarkan seperti ini terus, ayahnya kemudian menyarankan Tangkaswara untuk melanjutkan kuliah di luar Bali agar wawasan dan pemikirannya mulai terbuka. Akhirnya, Tangkaswara menyanggupi permintaan ayahnya dan melanjutkan kuliah di STIE Malang.
Kuliah dengan suasana baru dengan sikapnya yang adaptif dan mudah bergaul, tidak sulit bagi Tangkaswara melebur dalam lingkungan barunya di Malang. Ia tinggal di asrama yang dikenal dengan nama Asrama Gunung. Tangkaswara bersama mahasiswa asal Bali lainnya menerima julukan “Zentolop” sebagai panggilan akrabnya waktu itu. Singkat cerita, ketika lulus dan menyandang gelar sarjana, Tangkaswara mulai mengajukan surat lamaran kerja di Astra dan mengikuti tes yang diikuti lebih dari 50 orang. Dari sekian banyak pelamar, Tangkaswara berhasil lolos bersama dua temannya sebagai karyawan Astra tahun 2004, dan satu-satunya karyawan yang belum memiliki pengalaman di dunia kerja sama sekali.
Sebagai karyawan yang berhasil memecahkan rekor penjualan di Astra pada tahun 2006, selama bertahun-tahun ia tetap konsisten mempertahankan rekor tersebut, yaitu ketika ia berhasil menjual 25 unit dalam satu kali pengadaan pada satu perusahaan. Kinerjanya mendapat apresiasi oleh perusahaan pada waktu itu. Suatu ketika, perkataan seorang sekuriti membuka pikirannya, “Daripada jadi ekor harimau lebih baik jadi kepala kucing. Keluar dari tempat kerja, lalu buka usaha kecil-kecilan itu jauh lebih baik daripada kerja sama orang, sebagus apa kinerjamu akan tetap jadi ekor,” pungkas sekuriti itu. Dalam sekejap, pemikiran Tangkaswara berubah dan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di Astra, kemudian memulai langkahnya menjadi seorang pengusaha.
Sebagai langkah awal, Tangkaswara membuka usaha penyewaan mobil. Berselang berapa lama, usaha tersebut akhirnya terpaksa ditutup. Kemudian Tangkaswara pun beralih ke dunia properti sekaligus jual beli mobil dengan hasil yang sangat menjanjikan sampai tahun 2014. Setahun kemudian, seorang partner masa depannya yang bekerja di perusahaan mebel berhenti dari pekerjaannya dan berencana membuat usaha mebel sendiri. Karena keterbatasan modal, Tangkaswara menawarkan diri untuk memodali usaha mebel tersebut dengan kesepakatan partner-nya sebagai pihak pengelola dan menamai usaha mebel mereka Tunas Agung. Setelah dijalani, Tangkaswara merasa target yang dicapai kurang memuaskan sehingga ia mencoba menaikkan target. Namun, karena target yang ingin dicapai terlalu sulit, Tangkaswara dan partner bisnisnya mulai tidak sejalan soal pemahaman dan cara berpikir dalam menjalankan usaha ini. Akhirnya, Tangkaswara memutuskan untuk mencoba mengelola bisnis itu sendiri. Berhasil menembus target hingga meraup keuntungan ratusan juta rupiah, partner bisnisnya tersebut mengundurkan diri dan menyerahkan tanggung jawab mengelola Tunas Agung kepada Tangkaswara.
Perlahan, Tangkaswara mulai me-rebranding usahanya. Berkat bantuan serta masukan dari salah satu pengusaha di Bali yang juga merupakan kenalan baiknya pada saat itu, Tangkaswara mengubah nama usaha mebelnya dari Tunas Agung menjadi Tamalivins. Dengan brand baru ini, Tamalivins akhirnya memiliki produk original berupa spons tempat tidur, bantal, guling, sofa, dan dipan dengan pengiriman barang menjangkau seluruh kabupaten/kota di Bali. Dengan kemampuannya yang jeli melihat peluang, pada saat pandemi 2020, ia meluncurkan promo dengan menyasar target pasar para pegawai kapal pesiar yang pada saat itu dipulangkan dan masih mengantongi sejumlah uang, serta pegawai negeri sipil yang dilihatnya sama sekali tidak terdampak kondisi pandemi kala itu. Strategi itu pun berhasil, di mana Tamalivins mencapai omzet dua kali lipat peningkatan pada Maret 2020.
Meski daya beli masyarakat menurun pada saat itu, Tangkaswara berkomitmen untuk tidak mengurangi jam kerja dan tidak melakukan PHK kepada enam anggota timnya. Sekitar tahun 2019 akhir, istri dari Tangkaswara memiliki ide untuk membuka bisnis di bidang tanaman dengan branding “Cetara Garden” sebagai bagian dari strategi penyelamat finansial saat pandemi. Bisnis ini pun berhasil meraih keuntungan. Usaha tersebut masih berlanjut hingga saat ini. Kreativitas dan kepekaan terhadap adanya peluang membawanya pada keberhasilan. Diversifikasi usaha seperti membuka usaha baru di saat menjalankan usaha utamanya, menjadi bentuk strategi untuk menambah pemasukan baru sehingga terjadi peningkatan jumlah pendapatan setiap bulan. Setiap usaha yang dilakukan menjadi solusi bagi setiap tantangan yang ada, sehingga Tangkaswara dapat menjalankan dan meningkatkan pendapatan usahanya hingga berhasil berdiri sampai saat ini.