Warung Banyuwangi Echo dari Pekerja Proyek Alexander Prasetyo Owner Warung Banyuwangi Echo hingga Menjadi Tujuan Wisata Kuliner yang Populer
Eksisnya “Warung Banyuwangi Echo” sampai di era modern ini, tak lepas dari perintis usaha, Muhammad Hasan dan Sumintri, orang tua dari Alexander Prasetyo. Dimulai dari perjalanan karier sang ayah yang sudah bekerja sejak tamat SMP, di sebuah perusahaan pembuatan sepatu di Surabaya. Dengan usia yang sangat muda ditambah pola pikir yang masih polos, ayahnya ingin membuktikan bahwa ia terampil dan cekatan dalam bekerja. Hal tersebut bukan sebagai pembekalan pengalaman, melainkan ingin memperkaya pemilik usaha.
Ayah Alexander diangkat sebagai leader suatu usaha sepatu tersebut setelah bekerja selama setahun, dan dipercaya oleh atasan selama 10 tahun. Namun, ayahnya merasa jenuh dan memutuskan untuk menjadi pemborong tambak di Surabaya. Setelah itu, memutuskan pindah ke Blimbingsari dan bercocok tanam cabai dan semangka. Orang tua juga sampai mengajari warga sekitar menanam cabai dan berhasil menjalin kerja sama dengan pabrik ABC sebagai penyuplai cabai sebanyak 40-50 ton per hari. Hingga kerja keras mereka sebagai petani berhasil memiliki lahan dengan luas hektaran tanah.
Sang ayah berhasil menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan PT ABC Central Food Industry selama 5-6 tahun, sebelum akhirnya perusahaan tersebut diakuisisi oleh Heinz pada Februari 1999. Ayah dan ibunya juga berhasil menjalin kembali kerja sama dengan ABC dan merambah ke Indofood, setelah sebelumnya mengalami kegagalan panen dan harus merantau ke Bandung selama lebih dari 10 tahun. Namun, persaingan semakin meningkat dan modal mereka yang terbatas membuat mereka kesulitan untuk bersaing dengan para pesaing yang lebih besar. Mereka memutuskan untuk mencoba peruntungan lagi di wilayah yang berbeda.
Orang tua Alexander pindah ke Bali pada tahun 2009 dan tinggal di wilayah Banjar Taman, Kerobokan, bekerja sebagai petani. Saat itu, Alexander masih tinggal dengan nenek dan dua adiknya di Banyuwangi karena orang tuanya tidak ingin mereka melihat kesulitan yang dihadapi sebelum usaha stabil. Setelah beberapa waktu, ayahnya mengontrak lokasi untuk membuka warung dengan modal pas-pasan. Ayahnya bertani dan ibunya berdagang nasi. Dalam setengah tahun pertama warung tidak berkembang dan mereka kesulitan membayar kontrakan. Untungnya, pemilik kontrakan membantu mereka mencari jasa keuangan yang memberikan kredit. Dengan kredit tersebut, pemasukan warung meningkat, mulai mempekerjakan satu orang karyawan dan pembayaran kontrakan mulai lancar.
Warung yang terkenal berkat menu ayam bakarnya tersebut, awalnya hanya menyasar kalangan pekerja proyek. Dengan datangnya wisatawan asing yang tertarik, warung tersebut diperbesar. Dalam waktu tiga tahun, usaha ini kian berkembang menjadi layanan prasmanan dan kemudian di kontrak sebagai penyedia makanan selama sebulan oleh perusahaan Pan Pacific, serta mendapatkan kepercayaan dari perusahaan lainnya. Sekarang, usaha Muhammad Hasan dan Sumintri kian pamor tersebut semakin dikenal dengan nama Warung Banyuwangi Echo yang sudah mampu menampung kapasitas 1.000 pengunjung.
Warung Banyuwangi Echo telah menjadi bisnis kuliner yang sukses dan terkenal berkat ayam bakarnya yang lezat. Dari hanya menyasar kalangan pekerja proyek, usaha ini kini telah berkembang dan dapat menjangkau seluruh kalangan. Dengan putra sulungnya yang akan melanjutkan bisnis, Alexander Prasetyo, Warung Banyuwangi Echo akan terus berkembang dengan pengembangan media sosial, fasilitas yang lebih lengkap dan buka 24 jam di dua cabang. Meski dari segi tampilan belum semodern bisnis kuliner lainnya, harapannya bisa menjangkau semua kalangan, dengan mempertahankan ciri khasnya dan rasa asli dari masakan Banyuwangi.