Wapa di Ume Resort & Spa Optimis Usung Konsep Tradisional
Jangan heran bila Anda memasuki kamar-kamar yang ada di Wapa di Ume Resort and Spa, anda tidak menemukan satu pun pesawat televisi layaknya di akomodasi penginapan lainnya. Hal demikian memang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen Wapa di Ume untuk memunculkan kesan tradisional pada setiap kamar yang ada di sana. Eits, jangan mengira akan ada banyak komplain yang berdatangan, justru kebijakan tersebut membuat banyak wisatawan mancanegara malah merasa nyaman. Tanpa adanya suara kebisingan dari pesawat televisi, para tamu yang menginap merasakan sensasi Bali tempo dulu yang jauh dari kata modernisasi. Lantas apa lagi yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung resort yang terletak di Ubud ini? I Gusti Ngurah Swijana, General Manager Wapa di Ume, punya jawabannya.
Sebelum menjadi seorang GM di Wapa di Ume, Swijana sempat mengenyam pendidikan kepariwisataan di BPLP (sekarang menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali). Bukan tanpa alasan, Swijana mengambil konsentrasi di bidang hospitality. Alasannya sederhana, ia ingin merasakan pengalaman berinteraksi dengan banyak orang terutama mereka yang merupakan warga negara asing. Harapannya kian menjadi nyata tatkala Swijana meraih kesempatan untuk melaksanakan training di Singapura. Setelah beberapa bulan mengikuti pelatihan kerja di negeri dengan ikon patung singa itu, peluang lain mulai terbuka untuknya. Pria kelahiran Getasan, 5 Oktober 1975 ini mendapat kesempatan bekerja di kapal pesiar. Tentu saja peluang itu tidak disia-siakannya. Selama kurang lebih satu tahun ia bekerja di atas lautan lepas untuk menerapkan ilmu di bidang hospitality yang telah didapatnya semasa di bangku kuliah dulu. Kemudian putra pasangan I Gusti Nyoman Sadia dan I Gusti Putu Wija ini kembali ke tanah kelahirannya di Bali untuk bekerja di salah satu restoran.
Semua pekerjaan itu dilakoninya dengan senang hati tanpa ada rasa beban sedikit pun. Semangatnya dalam bekerja tidak lain karena adanya motivasi untuk membenahi perekonomian keluarga. Memang, Swijana terlahir di keluarga yang tidak bisa dikatakan serba berkecukupan. Orangtuanya hanya berprofesi sebagai petani penggarap di sawah yang membuat penghasilan mereka sangat minim. Kondisi itu memaksa Swijana untuk ikut turun tangan membantu pekerjaan orangtuanya. Adik dari I Gusti Ayu Suweni ini seringkali terjun ke sawah untuk membantu menghalau hewan-hewan yang berniat merusak tanaman padi atau hanya sekedar membawakan bekal makan siang untuk orangtuanya. Ia juga turut memelihara hewan ternak yang nantinya dapat dijual sehingga ikut menambah pundi-pundi rupiah yang mereka miliki.
Hidup dalam keluarga yang tidak mampu secara finansial membuat Swijana berangan-angan ingin menjadi orang berpunya. Timbul hasrat untuk memiliki karir yang bisa membawa ekonomi keluarganya ke tingkat yang lebih baik lagi. Karena itulah ia ingin mengenyam bangku sekolah setinggi-tingginya, bahkan bila perlu hingga ke perguruan tinggi. Alhasil, anak petani tersebut berhasil membuktikan, bahwa mereka yang lahir dalam kondisi sederhana bisa mencapai kesuksesan bila tetap tekun dalam berusaha. Setelah tamat kuliah dan bekerja di luar negeri, pelan-pelan kondisi keuangan keluarganya berubah. Dalam waktu singkat ia mampu meningkatkan status ekonomi keluarganya yang semula serba pas-pasan menjadi berkecukupan. Baginya, kunci utama dalam mencapai kesuksesan adalah disiplin dalam bekerja. Tatkala seseorang menjalani setiap langkah dalam hidupnya dengan menjunjung kedisiplinan, niscaya setiap hal yang dilakoni pasti akan berjalan dengan lancar dan minim hambatan. Selain itu rasa bakti terhadap orangtua juga menjadi nilai hidup yang terus ia junjung karena setiap langkah yang dibarengi restu orangtua niscaya akan menemui keberhasilan.
Setelah melanglang buana dari satu tempat bekerja ke tempat lainnya, akhirnya Swijana melabuhkan pilihannya untuk bekerja di Wapa di Ume Resorts and Spa yang berlokasi di Jalan Suweta Banjar Bentuyung, Ubud, Bali. Menurutnya, resort yang satu ini memiliki konsep yang unik, berbeda dari tempat menginap lainnya yang ada di Ubud khususnya dan di Bali pada umumnya. Kesan tradisional sangat kental terasa di area resort ini. Selain karena lokasinya berada di area persawahan di Ubud, desain arsitektur dan interiornya juga menonjolkan kesan klasik dan tradisional. Bahkan untuk memperkuat konsep tradisional itu, di setiap kamar yang ada di resort tersebut tidak difasilitasi dengan pesawat televisi. Hal itu sengaja dilakukan agar setiap tamu yang datang merasakan pengalaman situasi seolah-olah berada di Bali masa lampau. Ketiadaannya sentuhan modern itu juga dapat dipertegas dengan pencabutan pesawat telepon dalam kamar apabila memang dikehendaki oleh pengunjung. Lokasi resort yang berada di area persawahan pun memberikan atmosfer tersendiri di sekeliling area resort. Bagaimana tidak, sejauh mata memandang hamparan sawah berwarna hijau dengan sedikit corak kekuningan mata memandang. Beberapa pohon kelapa yang berdiri tegak di sekitar resort pun menambah pesona eksotika khas Pulau Bali bagi pengunjung yang bersantai di sekitar resort.
Bagi Swijana, kepuasan tamu merupakan hal yang nomor satu. Maka selain memanjakan mata pengunjung dengan panorama yang memukau, pelayanan terhadap mereka pun diberikan dengan semaksimal mungkin. Begitu menginjakkan kaki di pintu masuk resort, tamu yang datang akan disambut dengan senyum ramah para staf yang berpakaian khas Bali. Setiap tamu yang datang dilayani dengan setulus hati, seolah-olah seluruh staf yang ada telah menjadikan para tamu sebagai bagian dari keluarga Wapa di Ume. Memang suasana kekeluargaan sangat dijunjung tinggi oleh pihak manajemen. Dengan menganggap setiap tamu seperti keluarga sendiri, tentulah sangat mudah memberikan pelayanan yang maksimal dan menyenangkan para tamu. Staf di Wapa di Ume sering menyapa tamu mereka dengan memanggil nama pengunjung sehingga memberikan personal touch tersendiri. Selain itu dalam memesan menu makanan, tamu Wapa di Ume dapat menyesuaikan selera mereka sendiri. Misalnya saja bagi tamu yang memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu, maka pihak Wapa di Ume akan menghindari penggunaan bahan makanan tersebut. Demikian juga pada penyajian minUmen. Menurut Swijana, langkah-langkah demikian ternyata ampuh memunculkan rasa nyaman di kalangan pengunjung. Review positif pun berdatangan untuk Wapa di Ume yang bisa dilihat di berbagai situs pemesanan online di internet. Maka tidak heran bila ada saja tamu yang selalu ketagihan untuk datang dan datang lagi ke Wapa di Ume. Beberapa tamu yang selalu melakukan kunjungan ulang yaitu dari Negara Jepang, Australia, dan negara-negara di Eropa. Bahkan ada pula yang berkunjung hingga sepuluh kali ke Wapa di Ume.
Seperti layaknya penginapan lainnya yang ada di Bali, Wapa di Ume menyediakan beragam fasilitas kepada pengunjung seperti kolam renang yang langsung mengarah pada pemandangan sawah serta fasilitas berupa spa. Ada yang menarik pada faslitas tambahan di Wapa di Ume yaitu tersedianya kegiatan Cooking Class yang memang disediakan untuk pengunjung yang ingin belajar cara memasak makanan khas Bali. Tidak hanya sekedar memasak di dapur saja namun mereka berkesempatan untuk merasakan pengalaman berbelanja di pasar tradisional yang ada di dekat resort. Para tamu pun dapat berinteraksi langsung dengan para pedagang serta melakukan tawar-menawar dengan para penjual di pasar tersebut. Ketika belajar memasak pun, tamu Wapa di Ume dituntut untuk menggunakan alat-alat memasak yang masih tradisional seperti misalnya kompor berupa tungku api. Tentu saja pengalaman tersebut jarang atau sama sekali tidak pernah mereka rasakan di negara asal mereka.
Kini setelah menginjak usia yang ke-20 tahun, Wapa di Ume tidak pernah melepaskan image sebagai ecohotel. Swijana menjelaskan bahwa konsep Wapa di Ume selalu menjunjung kearifan lokal yang ada di Bali, yakni konsep Tri Hita Karana. Penjabaran konsep Tri Hita Karana antara lain diwujudkan dengan hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya yang selalu diaplikasikan di dalam pengelolaan resort ini. Dalam menciptakan hubungan yang baik dengan Yang Maha Kuasa, pihak manajemen telah menyediakan uang kas Suka-Duka untuk memfasilitasi karyawan yang ingin melaksanakan Tirta Yatra (kunjungan ke tempat-tempat suci, red) ke luar Pulau Bali maupun yang masih berada di area Bali sendiri. Untuk menjaga hubungan antara sesama manusia, para staf diharapkan untuk lebih menjaga hubungan yang harmonis antara sesama staf maupun dengan para pengunjung. Sedangkan dalam menjaga kelestarian lingkungan, pihak Wapa di Ume senantiasa mengelola pembuangan limbah dengan cara-cara khusus, sehingga tidak merusak alam di sekitarnya. Hasil dari pengaplikasian konsep Tri Hita Karana tersebut, yaitu selama tiga kali berturut-turut Wapa di Ume Resorts and Spa sukses meraih perdikat platinum dalam penghargaan Tri Hita Karana Awards.
Sebagai pengelola Wapa di Ume, Swijana berusaha meningkatkan motivasi kerja para stafnya dengan memberikan reward bagi mereka yang memiliki prestasi kerja yang baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemilihan Employee of the Year yang dipilih setiap hari ulang tahun Wapa di Ume. Beberapa kandidat dipilih hingga akhirnya diputuskan salah satunya akan diberi penghargaan sebagai pegawai terbaik serta mendapat hadiah yang mampu memotivasi seluruh staf agar terus meningkatkan pelayanannya terhadap para tamu di resort tersebut.
Di sela-sela kesibukannya menghandle Wapa di Ume, Swijana selalu menyempatkan diri untuk menikmati waktu luang bersama keluarga. Suami dari I Gusti Suartini tersebut senantiasa memanfaatkan hari libur sebaik-baiknya untuk bercengkerama dengan tiga anaknya yaitu I Gusti Ngurah Aditya Prananda, I Gusti Ngurah Bayu Prananda,dan I Gusti Ayu Sharlita. Itu menjadi kebahagiaan tersendiri yang diperoleh di samping berbagai prestasi kerja yang telah dicapai Swijana.