WAKIL KETUA BIDANG EKONOMI HUBUNGAN INTERNASIONAL KADIN BALI – RUDIANTO
JALAN TOL DI BALI SOLUSI PEMERATAAN EKONOMI
Bali sebagai daerah dengan pendapatan daerah yang besar berkat pergerakan industri pariwisata, nyatanya tidak serta merta lepas dari segala kekurangan. Terutama dalam aspek infrastruktur dan pemerataan pembangunan ekonomi. Sebagai asosiasi yang berkaitan dengan aktivitas perekonomian, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Bali juga menaruh perhatian pada upaya memajukan pembangunan infrastruktur di Pulau Dewata. Termasuk pembangunan tol yang menghubungkan antar kabupaten di Bali.
Wakil Ketua Bidang Ekonomi Hubungan Internasional Kadin Bali, Rudianto, menjelaskan bahwa pihaknya tengah berkordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengenai rencana pembangunan dua tol baru di Bali. Di antaranya tol rute Denpasar-Gilimanuk dan Tabanan-Seririt.
Melalui dua jalur cepat ini, diharapkan distribusi produk hasil industri dari tiap-tiap kabupaten dapat dilakukan dengan baik. Selain itu hal ini juga baik bagi pariwisata sehingga pembangunan industry nantinya tidak akan terpusat di wilayah Bali Selatan saja, melainkan dapat dilakukan di wilayah Bali lainnya.
“Mengapa pemerintah daerah kita belum kunjung berhasil merealisasikan pembangunan jalan tol antar kabupaten di Bali? Menurut saya hal itu disebabkan karena pemerintahan kita terlalu pasif. Hanya menunggu dana dari pusat. Sedangkan di pemerintahan pusat selalu menganggap bahwa Bali sudah cukup mampu mandiri melalui pendapatan asli daerahnya,” ujar Rudianto.
Lanjutnya, dalam beberapa event konferensi yang berhubungan dengan infrastruktur di tingkat internasional, Bali hanya diwakili oleh Kadin Bali yang dihadiri oleh Rudianto sebagai pihak perwakilan. Padahal lewat konferensi semacam itu, pemerintah dapat mengamati bagaimana negara-negara maju di Asia mengutamakan pengembangan infrastruktur, terutama jalur transportasi.
“Kita bisa lihat pemimpin negara kita demikian gencar melakukan pembangunan infrastrutur, sebab beliau mengamati Negara Cina dalam menyikapi pemerataan ekonomi di negaranya. Cina sebagai salah satu negara yang masih kuat di tengah gejolak ekonomi global, telah memajukan wilayahnya dengan membangun jalan tol secara masal. Dengan demikian tidak hanya mempermudah pendistribusian barang tapi juga memudahkan penduduknya bermobilisasi,” terang Rudianto.
Bahkan, Cina juga memiliki misi untuk membangun kereta cepat yang menghubungkan Cina dengan negara-negara lain di Asia. Investasi ini sudah mulai dilakukan di beberapa negara termasuk proyek kereta cepat Cina dengan Singapura. Menurut Rudianto, bukan hal yang mustahil jika Indonesia nantinya akan “kecipratan” proyek pembangunan yang diprakarsai oleh Cina tersebut. Sebab Cina sudah memahami bahwa Indonesia merupakan pasar yang menjajikan untuk berinvestasi.
“Kedatangan pemimpin Cina pada Bulan Mei mendatang bisa jadi sinyal akan adanya kerja sama antara Indonesia dengan Cina dalam hal pembangunan infrastruktur. Memang investasi yang dilakukan Cina ini juga mengandung kepentingan tersendiri, namun bukan kepentingan sepihak. Cina melihat negara-negara di Asia merupakan pasar yang sangat menjanjikan.”
“Tentu saja jika ekonomi di negara-negara tersebut, termasuk juga Indonesia, tengah melesu, tingkat konsumsi masyarakatnya juga akan menurun. Karena itu Cina mengharapkan adanya suntikan berupa pembangunan infrastrutur berupa kereta cepat dapat memacu laju perekonomian di negara-negara Asia,” kata pria kelahiran Denpasar, 8 April 1957 tersebut.
Lantas mengenai pengajuan rencana pembangunan jalan tol yang menghubungkan Denpasar-Gilimanuk dan Tabanan-Seririt telah masuk ke dalam blueprint pembangunan jalan tol yang disetujui untuk dibangun. Hanya saja kata Rudianto, Bali diharapkan mampu mengnundang investor lain agar dapat segera merealisasikan rencana tersebut. Hal itu dipandang tidaklah sulit sebab Bali merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memang dianggap menjanjikan oleh para investor.
“Dari pihak kami sudah mengajukan kerja sama investasi dengan BUMN Koordinator. Namun untuk tahap penandatanganan perjanjian kami sedang menunggu periode kepemimpinan Bali yang baru agar nantinya tidak ada tumpang tindih kebijakan antara pemerintahan Bali yang baru dengan yang sebelumnya,” tandasnya.
Bandara Bali Utara
Soal siapa nantinya yang layak memimpin Bali untuk lima tahun ke depan, Rudianto menjelaskan bahwa Kadin Bali tidak memihak calon pasangan tertentu. Siapa pun nantinya yang memenangkan hati rakyat, diharapkan mampu segera mengentaskan permasalahan pembangunan di Bali. Dalam hal ini, Rudianto mengharapkan proyek pembangunan jalan tol antar kabupaten dan pembangunan pembangkit listrik tenaga gas menjadi prioritas utama di pemerintahan yang baru.
“Jangan dulu deh, membicarakan soal pembangunan airport yang baru. Bandara Ngurah Rai saja belum maksimal. Kalau pun pembangunan bandara di utara tapi kalau akses dari dank ke sana belum beres percuma juga,” ucap Rudianto mengkritik betapa gencarnya wacana pembangunan bandara baru di Buleleng.
Namun Rudianto tidak menampik bahwa keberadaan bandara kedua di Bali juga salah satu rencana yang dapat meningkatkan geliat ekonomi. Ia sendiri memasukkan rencana pembangunan bandara pada proposal yang akan ia ajukan pada konferensi “One Bay One Road” yang diselenggarakan oleh Hongkong pada Juni mendatang.
“Saya diundang ke sana untuk mengajukan 10 perencanaan proyek infrastruktur yang diperlukan Bali saat ini. Salah satunya yang saya ajukan adalah pembangunan bandara. Namun soal lokasi tidak harus di Bali Utara,” imbuhnya.
Berdasarkan kajian konsultan pembangunan, bandara yang diabangun di atas laut seperti yang direncanakan akan di Bali Utara masih belum memungkinkan. Sebab kata Rudianto, Negara Jepang yang maju saja masih belum berhasil dalam mengelola bandara di atas laut. Negara ini harus menggelontorkan dana tak sedikit untuk dana operasional dalam hal menahan landasan pacu agar tidak menujam ke dasar laut.
Menurut Rudianto, jika masih ada pihak yang ngotot ingin membangun bandara di Bali utara dengan alas an ingin memajukan wilayah Buleleng dan sekitarnya maka bandara bukanlah solusi jangka pendek. Kembali lagi ke soal pra sarana transportasi seperti jalan tol yang akan menjadi solusi paling riil untuk saat ini.