Tidak Menjanjikan Kemenangan tapi Maksimal dan Agresivitas Memberikan Jasa Hukum
Nyoman Wisnu sebelum menjadi pengacara seperti sekarang ini, ternyata sebelumnya pernah bercita-cita ingin menjalani profesi yang berhubungan dengan pemerintahan. Dari pernah ingin menjadi camat, kemudian berminat mengikuti seleksi test masuk ABRI. Hingga citacitanya kembali berubah, dengan melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Udayana untuk menjadi pengacara.
Nyoman Wisnu resmi menyandang gelar sebagai pengacara pada tahun 1988. Berbagai pengalaman unik pun ia temui, terutama saat meng-handle klien yang sangat berambisi untuk memenangkan kasusnya, tanpa memikirkan strategi yang matang. Hal ini yang menjadi tantangan Nyoman Wisnu untuk memberi pemahaman kepada klien. Bahwa sebagai tim hukum, tidak hanya bisa berfokus memikirkan kemenangan saja, tapi klien harus memahami permasalahannya seperti apa di mata hukum, kemudian kuasai hukumnya, lengkapi dengan bukti, menggunakan strategi yang tepat dan pembelaan. Proses ini harus melalui prosedur-prosedur, jadi tidak bisa asal mengedepankan gengsi untuk melawan rival di persidangan.
Pencerahan-pencerahan lainnya yang harus ditanamkan di masyarakat, mereka masih berasumsi bahwa seseorang tersangka dalam pelanggaran hukum, seharusnya tidak mendapat pembelaan dari pengacara, karena jelas-jelas sudah bersalah. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), telah menjamin hak tersangka/terdakwa yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih, untuk didampingi penasihat hukum/advokat dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Dalam memberikan pelayanan dan jasa hukum, melalui firma hukum “Wisnu Law Firm”, yang sudah berdiri lebih dari 30 tahun ini, Nyoman Wisnu juga menemukan kendala pada saksi-saksi yang meski sudah disumpah, masih ada kebohongan-kebohongan yang dilakukan dalam memberi kesaksian. Begitu juga terkadang terjadi pada klien yang kurang terbuka dengan pengacara. Sampai pada akhirnya, fakta-fakta tersebut muncul di persidangan, di sinilah seorang pengacara tak hanya diuji menguasai teori dan hukum yang berlaku, tapi kualitas keseimbangan emosional dalam menghadapi klien. Bukan demi memenangkan kasus, namun demi klien mendapat hak pembelaan hukum terbaik.
Ya, Nyoman Wisnu ingin menggarisbawahi, sebagai pakar hukum ia tidak boleh menjanjikan kemenangan, namun memberikan jasa hukum semaksimal dan seagresivitas mungkin. Bahkan meski kemenangan diperkirakan berpihak pada tim hukum dan kliennya, namun apapun bisa terjadi saat dipersidangan. Ia pula menambahkan, pengacara yang sukses itu bukanlah yang berhasil memenangkan kasus, tapi mampu berdiskusi untuk memiliki argumen terbaik dengan klien, sehingga mampu menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.