The Royal Pita Maha Implemetasikan Konsep TRI HITA KARANA
Ubud merupakan salah satu destinasi pariwisata berbasis seni dan budaya yang ada di Bali. Ditilik dari perjalanan sejarah, tonggak pariwisata Ubud dimulai dengan kedatangan Walter Spiece (seniman kenamaan dunia) ke Ubud atas undangan raja Ubud saat itu Tjokorda Gde Agung Sukawati yang kemudian diikuti oleh kedatangan pelukis-pelukis besar lainnya, seperti R. Bonnet, Arie Smit, dan Antonio Blanco. Kemudian terbentuklah asosiasi seniman Pita Maha yang mewadahi seniman-seniman lokal mengembangkan karya seni dan berkolaborasi dengan seniman mancanegara hingga lahirlah karya-karya seni hebat dari Ubud, seperti lukisan-lukisan Lempad.
Tamu-tamu mancanegara yang datang ke Ubud kemudian semakin menggeliatkan pariwisata Ubud dari masa ke masa. Pertumbuhan industri pariwisata di Ubud pun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Namun seiring dengan peningkatan pertumbuhan industri pariwisata di Ubud berbagai persoalan bermunculan, seperti persoalan sosial, perang harga, masalah lingkungan, hingga kemacetan. Realita ini tentu berlawanan dengan para wisatawan yang ingin datang ke Ubud dan mencari nuansa natural, kenyamanan, dan nuansa tradisional Bali. Pande Sutawan, General Manager The Royal Pita Maha, saat dimintai keterangan mengenai persoalan ini menegaskan, “Bila nuansa natural dan ciri arsitektur Bali semakin menghilang, maka Ubud tidak ada ubahnya dengan daerah yang lain dan tidak bisa menjadi destinasi wisata pilihan”.
Demi menjaga keberlangsungan pariwisata Ubud, pria yang akrab disapa Pande ini berpendapat bahwa diferensiasi destinasi pariwisata di Bali harus tetap dijaga, misalnya Ubud harus tetap dijaga sebagai destinasi wisata yang berbasis seni dan budaya (termasuk aktivitas kemasyarakatan di dalamnya) berbeda dengan daerah wisata lain yang mengandalkan pantai sebagai daya tarik.
Selain itu, bagi Pande pariwisata sesungguhnya tidak bisa dilihat dari sudut yang sangat sempit sebagai datangnya wisatawan mancanegara menuju destinasi-destinasi wisata di Indonesia, tetapi harus dipandang sebagai segala sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan kesegaran dengan melakukan aktivitas di luar rutinas dari satu tempat ke tempat lain, sehingga berbagai potensi pariwisata yang mewadahi wisatawan domestik dapat turut dikembangkan di Ubud dan Bali pada umumnya .
Kemajuan bisnis pariwisata di suatu daerah juga tidak bisa dilepaskan dari daya dukung infrastruktur, sumber daya manusia, keamanan, kenyamanan, serta keterjangkauan harga. Memang Setiap pengusaha mempunyai cara untuk mempresentasikan apa yang mereka miliki. Pengusaha sebagai penjaja produk punya hak tetapi si pembeli pun mempunyai hak dalam membeli produk dan pada akhirnya pembelilah yang menentukan. “Dalam hidup ini selalu ada pilihan dan mereka akan memilih yang paling cocok bagi dirinya. Demikian juga dalam dunia pariwisata, wisatawan domestik maupun mancanegara secara alami akan memilih akomodasi yang sesuai kemampuan dan memberikan rasa aman, nyaman, serta memberikan kesegaran secara fisik mental dan spiritual” tegas pria kelahiran Blahbatuh 5 Mei 1967 ini.
Menanggapi maraknya kompleks ruko yang disulap menjadi hotel, Pande hanya mengingatkan bahwa segala sesuatu yang didirikan di atas tanah Bali pastilah melalui proses legalisasi: izin prinsip, izin mendirikan bangunan, AMDAL dll., sehingga semuanya berpulang kepada kesadaran instansi yang mengeluarkan perizinan dan para aparat penegak hukum terhadap perda-perda mengenai perizinan pendirian hotel di Bali itu sendiri.
Sebagai seorang praktisi bisnis di bidang pariwisata yang mendapat tanggung jawab atas maju mundurnya karyawan The Royal Pitamaha, Pande sangat merasakan bagaimana pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam bisnis pariwisata, persaingan semakin ketat dan terkadang tidak sehat. Namun Pande bersama The Royal Pita Maha tidak ingin terbawa arus begitu saja karena ia berpatokan pada prinsip Tri Hita Karana yang menjadi fondasi dasar pembangunan The Royal Pita Maha sekaligus menjadi spirit yang menjiwai para karyawan dalam bekerja melayani para wisatawan.
Keterlibatan Pande sendiri dalam jajaran manajemen The Royal Pita Maha berawal dari pertemuan dengan Tjokorda Gde Raka Sukawati secara tidak sengaja saat menyewa mobil koleksi Tjokorda Gde Raka Sukawati. Karena dinilai memiliki kejujuran dan komitmen, Pande diajak mengelola The Royal Pita Maha dan secara tidak langsung The Royal Pita Maha menjadi salah satu hotel yang menggunakan sumber daya manusia lokal sebagai seorang general manager.
Merespon pesimisme banyak pihak terhadap sumber daya manusia lokal, Pande merasa yakin jika daya saing sumber daya manusia lokal bisa ditingkatkan dengan pendidikan yang baik. Dalam pandangannya, sumber daya manusia selalu terkait dengan kompetensi. Kompetensi itu sendiri terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap diri. Siapapun yang unggul dalam ketiga hal itu pasti akan menjadi tenaga kerja pilihan. Bagi Pande, komitmen dan sikap diri menjadi syarat utama bagi siapa saja yang ingin bekerja di The Royal Pita Maha.
Pada masa-masa awal Pande bekerja sebagai general manager, The Royal Pita Maha sering dianggap sebagai Museum oleh para travel agent. Namun lewat ketekunan promosi yang dilakukan Pande dan hasil kerja keras para karyawan, The Royal Pita Maha terus berkembang menjadi salah satu hotel yang menjadi primadona wisatawan mancanegara maupun domestik yang ingin menikmati pesona alam Ubud.
Kini Pitamaha memiliki hampir 1000 orang karyawan. Di pundak Pandelah tugas menyinergikan seluruh karyawan agar dapat mencapai tujuan bersama dan membawa kemajuan bagi The Royal Pitamaha. Dalam mengelola karyawan, suami dari Ni Ketut Rosilawati ini berusaha menjaga keseimbangan dan selalu adil dalam memberikan hak-hak para karyawan The Royal Pitamaha.
Pencapaian-pencapai Pande saat ini tentu tidak lepas dari tempaan di masa lalu. Terlahir sebagai sulung dari empat bersaudara dari pasangan Pande Made Libut dan Ni Ketut Gayatri, Pande terbiasa memikul tanggung jawab membantu mengurus adik-adiknya sejak masih kecil. Tanggung jawab itu semakin besar tatkala harus kehilangan ayahanda tercinta.
Sebagai sosok yang tumbuh dalam keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan, Pande sempat hampir kehilangan kesempatan belajar di bangku perguruan tinggi. Untunglah, atas dorongan dan uluran bantuan dari berbagai pihak, ia pun tetap bisa melanjutkan pendidikan hingga menamatkan pendidikan Diploma 3 di bidang Pariwisata, sebuah pendidikan yang mengantarnya menjadi profesional di bidang pariwisata seperti saat ini.
Menilik ke belakang, Pande merasa apa yang diraihnya saat ini tidak bisa dilepaskan dari jasa orangtua yang telah membesarkannya dengan kasih dan selalu menanamkan agar Pande memiliki tekad yang kuat dalam mengejar impian, serta jujur dalam mengelola keuangan, sesuatu yang kini sangat ia syukuri sebagai anugerah terindah Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pria yang hobi berkebun dan menari ini berharap setiap generasi muda Bali bisa mensyukuri lahir di Bali, Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam. Di samping itu, berdasarkan pengalaman hidupnya, ia menegaskan jika pendidikan bisa meningkatkan daya saing, sehingga setiap generasi muda Bali harus mengejar pendidikan yang terbaik dan jangan mudah menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan. “Tidak ada pemberian yang tanpa tantangan dan tantangan itu hanya bisa diselesaikan dengan pendidikan yang baik formal maupun non formal. Jangan sampai lupa dengan jati diri sebab Tuhan pasti telah menganugerahkan yang terbaik dalam diri setiap manusia” ujar Pande.
Kepada pemerintah, sosok pengagum Mahatma Gandhi ini hanya berharap bahwa para pejabat menyadari di pundak mereka masyarakat menggantungkan harapan tercapainya kesejahteraan ekonomi, pendidikan yang baik, dan layanan kesehatan yang terjangkau. Para pejabat harus mampu menjadi pengayom bagi masyarakat secara menyeluruh bukan hanya bagi kelompok atau partainya saja. Dengan demikian laju pembangunan Bali di sektor pariwisata maupun di sektor lainnya dapat berjalan di rel yang tepat.