Profesional Melayani Masyarakat dalam Ladang Pengabdian Penegakan Hukum
Managing Associates dari Kantor Hukum WPA Bali Law Office, adalah anak bungsu dari 10 bersaudara yang Lahir di Desa Canggu, Kabupaten Badung, 55 tahun yang lalu. Pada masa itu, mayoritas warga Canggu adalah petani. Begitupula dengan orang tua Wayan Purwita, mereka adalah pekerja keras yang sukses di kelas petani, sehingga mampu memiliki lahan sendiri, bahkan mampu membeli beberapa petak sawah. Dorongan semangat kerja tersebut harus dilakukan sang ayah yang sudah yatim piatu sejak usia anak-anak, demi memenuhi kebutuhan 10 anak, terutama di bidang pendidikan untuk membawa kesepuluh anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Sebagai wujud keberhasilannya, anak laki-laki pertama sang ayah meraih gelar sarjana yang pertama di desa Canggu dan juga tercatat sebagai dosen pertama yang berasal dari Canggu. Prestasi kakaknya pun menjadi pemicu semangat yang memacu Wayan Purwita dan saudaranya yang lain untuk meraih cita-cita sesuai dengan keahlian di bidang masing-masing.
Masa kecil Wayan Purwita dan kakak-kakaknya tak lepas dari pola kehidupan umum masyarakat pada waktu itu, sepulang sekolah harus membantu orang tua bekerja di sawah, namun ayahnya yang sempat mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat meminta anak-anaknya memprioritaskan pendidikan, sehingga kewajiban membantu orang tua di sawah dilakukan di luar kegiatan belajar mengajar. “Saya beruntung memiliki orang tua yang memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk meraih mimpi sesuai cita-cita masing-masing, sehingga kami semuanya sampai ke jenjang Akademi/Perguruan Tinggi” ujar purwita. Keberhasilan keluarga kami di bidang pendidikan juga membawa imbas positif kepada masyarakat sekitar.
Selepas menempuh pendidikan menengah di Desa Dalung, Wayan Purwita melanjutkan pendidikan ke bangku SMA di daerah Sidakarya yaitu di SMAN 5 Denpasar. Pada waktu itu belum ada kendaraan motor, hanya ada sepeda sehingga untuk dapat bersekolah, ia tinggal bersama kakaknya di Sesetan. Kemandirian pun harus semakin dipupuk, apa lagi urusan kebutuhan sehari-hari. Meski tak didampingi orang tua, dalam hal kewajiban belajar sebagai siswa, Wayan Purwita tak pernah lalai. Di samping pelajaran formal di sekolah, Wayan Purwita juga rajin memperluas wawasan dan ilmu dari membaca koran, mendengar radio dan menonton acara televisi, khususnya Dunia Dalam Berita. Kebiasaannya menonton acara Dunia Dalam Berita TVRI membawa dia pada suatu keinginan untuk menjadi seorang Diplomat, namun ia tidak memiliki role model untuk melanjutkan pendidikan ke profesi tersebut.
Namun keinginannya untuk menempuh pendidikan tinggi di luar Bali sudah bulat, Ia pun kemudian mengikuti tes Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 1984 langsung di Bandung, Jawa Barat supaya dapat memilih 2 jurusan di tempat domisili tes diadakan. Berbekal masukan dari kakaknya untuk menjadi Akuntan atau Notaris, suatu profesi yang sangat menjanjikan pada waktu itu, ia pun kemudian memilih tes di Jurusan Akuntansi dan Hukum di Universitas Padjadjaran hingga berhasil lulus dan diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Unpad bersama Rekan Sunartha – Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia sekarang, Rekan Amanlison Sembiring – Kepala Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas Bank Indonesia, Rekan Tri Taryat – Dubes RI untuk Kuwait dan banyak lagi teman-teman-nya yang pada saat ini memegang jabatan penting di negeri ini.
Sembari berkuliah, Wayan Purwita juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, seperti Paduan Suara Mahasiswa yang memiliki prestasi di tingkat nasional. Memasuki semester VII, ia sudah mulai bekerja di Bandung, sebagai pengajar Bahasa Indonesia dan Budaya di sebuah sekolah khusus untuk Warga Negara Asing. Setelah tamat di tahun 1989, saat berkeinginan melanjutkan ke notaris, ia diminta untuk kembali ke Bali oleh kakaknya untuk bekerja di Bali saja.
Sesampai di pulau dewata, ia bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) “Yayasan Duta Bina Bhuana” selama 3 tahun, ditempatkan pada posisi yang membawahi bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Ia bertugas menyiapkan sumber daya manusia di daerah yang tingkat ekonominya masih minus dengan melakukan “need assessment analysis” dan SWOT Analisis, ia kemudian akan tahu potensi wilayah, kebutuhan dan peluang usaha yang dapat dikembangkan di wilayah tersebut. Dari data yang sudah dimiliki, ia kemudian bersama teman-teman di LSM (NGO) membuat proposal untuk mendapatkan dana hibah untuk membiayai program pengentasan kemiskinan dari luar negeri seperti dari US Aid, Australian Aid dan banyak lagi Lembaga Funding Agencies di luar negeri. Dari dana hibah yang didapat Purwita dan teman-teman kemudian mendirikan yayasan di daerah tersebut dan menyalurkan dana hibah ke masyarakat dalam bentuk “Revolving Credit” atau pinjaman bergulir, di mana masyarakat akan diberikan bentuk pinjaman lunak dengan bunga di bawah bunga kredit bank dan tanpa agunan. Hasil dari revolving credit dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yayasan dan bukan untuk dikirim balik ke Bali.
Setelah pinjaman bergulir menjadi besar dan bahkan sampai mencapai di atas satu miliar rupiah, kami merekomendasikan agar yayasan membentuk Bank Perkreditan Rakyat. Sampai tahun 1993 Purwita dan teman-teman sudah membentuk sekitar 7 (tujuh) yayasan yang mayoritas ada di wilayah Indonesia bagian timur seperti di Ujung Pandang, Palopo, Luwuk Banggai, Parigi, Sumba, Ternate bahkan sampai di Timor Timur. Salah satu anak didik yang kemudian menjadi teman sekerjanya di LSM adalah I Ketut Rudia, yang sekarang menjadi Komisaris dari Bawaslu Provinsi Bali.
Keluar dari LSM, tahun 1993, Wayan Purwita mulai memasuki jalur profesi sesuai dengan latar belakang pendidikannya di universitas dengan menjadi Pengacara. Namun fenomena dunia hukum pada saat itu masih bersifat transaksional yang tidak sesuai dengan kepribadiannya. Kondisi tersebut sempat membuatnya frustasi dan akhirnya beralih profesi sebagai pegawai hotel pada tahun 1994. Hotel pertama tempat ia berkarier adalah di Four Seasons Resort Bali, Jimbaran di Departemen SDM (Personalia). Kariernya di dunia pariwisata berjalan cukup lancar, dimulai dari sebagai Staf Personalia, kemudian mendapat promosi sebagai Personnel Coordinator, kemudian dipromosikan lagi sebagai Personnel Manager sampai menduduki posisi tertinggi di Departemen Personalia sebagai Human Resources Manager di Radisson Bali Hotel & Suites.
Pada tahun 1998 terjadi reformasi di Indonesia dalam segala hal termasuk reformasi di bidang hukum, akhirnya pada tahun 2000, Wayan Purwita memutuskan untuk back to basic, dengan bekerja di sebuah kantor hukum. Sambil bekerja, ia juga mengikuti pelatihan di Fakultas Hukum, Universitas Udayana yang bekerja sama dengan sekolah hukum di San Fransisco “USF School of Law”. Setelah pelatihan tersebut usai, ia ditawarkan untuk bergabung oleh perwakilan USF di Bali untuk bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana untuk membentuk dan mendirikan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Bali dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Bali Office sampai kedua Lembaga ini beroperasi.
Pada tahun 2002, Wayan Purwita mendirikan perusahaan “WPA Bali Law Office” yang beralamat di Jl. Gunung Salak Utara, Abasan Lantai III No. 7, Denpasar Barat. Mulai dengan mempekerjakan 2 orang dan mulai dengan satu corporate client waktu itu, kini WPA Bali Law Office menjadi salah satu kantor hukum terbesar di Bali dengan mempekerjakan tidak kurang dari 10 Pengacara dan Staf yang bekerja di kantor pusat, Jl. Gunung Salak dan juga kantor cabang di daerah Canggu dan dengan puluhan corporate client, baik sifatnya kasus per kasus maupun retainer. Di masa pandemi ini, WPA Bali Law Office banyak dipercaya oleh clients untuk mendapatkan bantuan berupa konsultasi maupun mewakili client dalam menyelesaikan persoalan Hukum di bidang ketenagakerjaan, bukan hanya di Bali saja, namun juga sampai di Lombok, bahkan di Sumbawa. Didukung oleh tenaga Advokat dan Para Legal yang berdedikasi tinggi, WPA Bali Law Office siap memberi pelayanan jasa hukum meliputi yang tidak hanya terbatas pada bidang Ketenagakerjaan, Korporasi, Hak Kekayaan Intelektual, Investasi, Perbankan, Imigrasi dan Sengketa baik perdata maupun pidana serta Transaksi lintas negara.
Kini, di samping sebagai Advokat Senior, dia juga dipercaya menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Suara Advokat Indonesia yang menaungi lebih dari 350 Advokat di Bali yang mayoritas adalah Advokat muda. Baginya menjadi Pemimpin kantor Hukum atau Organisasi Advokat adalah sebuah pengabdian. Pengabdian kepada pihak pencari keadilan dan kepada anggota. Kunci sukses yang selalu digaungkannya dalam berbagai kesempatan adalah Advokat sebagai profesi Mulia dan Terhormat harus didukung oleh Tiga Pilar Tinggi yaitu: Tinggi Iman, Tinggi Ilmu dan Tinggi Pengabdian. Sebagai profesi yang menjanjikan kemewahan, Advokat harus Tinggi Iman, sehingga tidak gampang mengambil jalan pintas untuk menjadi kaya, Advokat juga harus Tinggi Ilmu dengan selalu adaktif, belajar seumur hidup karena Ilmu Hukum selalu berkembang dan yang tidak kalah pentingnya, Advokat harus dirasakan kehadirannya di masyarakat, oleh karena itu Advokat juga harus tinggi pengabdian. Di masa sulit pandemi Covid-19, DPC Peradi Suara Advokat Indonesia telah memelopori Gerakan Vaksinasi bagi Advokat dan juga memelopori pembagian sembako bagi anggota dan masyarakat yang kurang mampu.