Profesional dan Terbuka kepada Masyarakat Sebagai Pemilik Hiburan Malam
Made Supardi yang lahir di Kediri, Tabanan tahun 1965 ini, sebelumnya memiliki latar belakang pekerjaan di pariwisata sejak tahun 1980. Karena peristiwa Bom Bali pada tahun 2002, pariwisata pun sempat mengalami keterpurukan yang memaksanya untuk banting setir dari zona sebagai karyawan biasa, memberanikan diri untuk berwirausaha. Tentu keberhasilan tak lantas berada dalam genggamannya, ia harus beradaptasi terlebih dahulu dengan dunia barunya dan bekerja keras sebagai modal utama.
Made Supardi mengungkapkan dirinya bukan pengusaha murni, ia hanyalah kuli yang pernah bekerja sebagai tukang cuci mobil dan pemandu wisata di Bandara Ngurah Rai selama 8 tahun, kemudian bekerja di hotel sebagai cleaning service setelah selepas SMA. Dalam pendidikan pun, ia tergolong murid yang biasa-biasa saja, di mana ia dibiayai uang sekolahnya oleh pamannya sejak di bangku SMP hingga SMA, karena orang tua yang hanya sanggup berpenghasilan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Karena numpang hidup di rumah pamannya di Denpasar, Made Supardi merasa memiliki tanggung jawab dan terima kasih untuk ikut membantu usaha yang dimiliki pamannya, yakni rumah makan dan sebuah penginapan. Usaha tersebut pun turut berdampak positif, dengan kondisi pariwisata yang tengah berada pada masa kejayaannya di era 1985-1997.
Kehidupan di Denpasar berhasil menempa Made Supardi untuk menjadi sosok yang harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Anak kedua dari tiga bersaudara ini berupaya seiring kerja kerasnya, ia tidak lagi bergantung selamanya dengan keluarga pamannya. Pamannya pun mengerti akan kemauannya tersebut dan memberi dukungan penuh, apapun keputusan yang akan diambil olehnya untuk membawa masa depannya ke arah yang lebih baik.
Tamat SMA, Made Supardi bekerja di dunia pariwisata dengan modal bahasa Inggris yang ia pelajari secara otodidak. Namun karena adanya peristiwa Bom Bali 2002, pariwisata mengalami keterpurukan, menyebabkan ia harus pulang kampung. Beruntung pertemuannya dengan Bapak Nyoman Mertha (Alm), pemilik dari Toko Nyoman sekaligus Café Planet, memberinya kepercayaan untuk mempekerjakannya sebagai manager operasional di Café Planet hingga di tahun 2018. Sadar akan tak bisa terus menerus bergantung pada usaha milik orang lain, ia kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah usaha, khususnya di dunia entertainment salah satunya “Capung Mas Family”.
Melihat lokasi Capung Mas Family yang merupakan tempat karaoke sekaligus café di Beo Line, Jl. Garuda, Banjar Panti No.5, Kediri, Tabanan, diakui oleh Made Supardi memang lokasinya kurang strategis. Ia pun berkeinginan untuk membuka di daerah lain di Bali, misalnya di daerah Kuta, agar tak kalah dengan pemilik karaoke ternama lainnya. Namun saat ini, usaha yang tengah dilimpahkan kepada anak pertamanya, masih dimatangkan pengalamannya mengelola usaha, bila dirasa sudah pas waktunya, barulah dipersiapkan rencana selanjutnya.
Sebagai pendiri usaha hiburan malam, Capung Mas Family menekankan kepada masyarakat, bahwa usaha yang ia dirikan murni hanya sebatas sebagai pengobat rasa penat masyarakat. Sejauh ini, ia pun selalu memastikan bahwa usahanya bersih dari hal-hal negatif yang dikhawatirkan masyarakat selama ini, didukung dengan penanganan security dan fasilitas CCTV di setiap sudut ruangan untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan.
Pada masa pandemi ini pun, Capung Mas Family tak ragu bersinergi dengan aparat keamanan dan pemerintah untuk senantiasa menerapkan prokes. Tak sampai di sana, sebelum pengunjungnya memasuki Capung Mas Family, Made Supardi tak ingin membiarkan istilah ‘cewek café’ yang terlanjur negatif di mata masyarakat, mengarah juga kepada para waitress-nya. Mereka pun sama-sama pekerja seperti posisi lainnya di Capung Mas Family yang juga patut dihargai dan dihormati saat bekerja. Bersyukurnya selama 15 tahun terbuka dengan masyarakat, usaha hiburan ini berjalan secara normal, tanpa adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan didukung peraturan tertulis, beserta sanksi-sanksi bagi pelanggar. Made Supardi sebagai koordinator 12 café di Tabanan pun patut berbangga, lambat laun masyarakat mulai terbuka pikirannya, sehingga membawa citra café atau karaoke menjadi hiburan yang tak selalu berbau negatif.