Pertahankan Resep Kacang Lokal, Jadi Produk Oleh-Oleh Khas Bali yang Berkembang hingga Dua Generasi

Pengalaman merantau ke luar daerah menjadi awal kisah Ketut Subagia menemukan peluang usaha sampai kemudian sukses mengembangkan brand usaha sendiri. Bersama sang istri, Ketut Soma Yasih, merintis produk kacang olahan tanpa membayangkan usaha tersebut akan berkembang sebagai bisnis dengan jaringan distribusi di seluruh Bali maupun ke luar pulau. Simak bagaimana lika-liku pasangan ini dalam membesarkan brand Kacang Matahari, mulai dari awal pernikahan sampai ke tangan generasi kedua.

Salah satu produk oleh-oleh khas Bali yang tak lekang oleh perkembangan zaman yaitu kacang kapri. Meski sudah banyak bermunculan inovasi produk kuliner yang diperkenalkan sebagai buah tangan dari Pulau Dewata, tetap saja kacang jenis kapri memiliki peminatnya tersendiri. Di antara beberapa merek kacang oleh-oleh Bali yang meramaikan pasar adalah Kacang Matahari. Sudah eksis sejak tahun 70-an, Kacang Matahari sudah memiliki pelanggan setia dan tersebar di berbagai sentra oleh-oleh di Bali.

Di balik nikmatnya cita rasa kacang kapri merek Matahari, terdapat sentuhan tangan Ketut Soma Yasih sebagai pembuat resep. Pada saat pertama kali merintis usaha bersama dengan suami, produsen kacang sejenis sebetulnya sudah ada. Resep yang berkembang di antara produsen pun hampir sama sehingga membuat satu sama lain tidak memiliki pembeda. Melihat situasi tersebut, Ketut Soma Yasih pun bereksperimen dalam membuat satu resep yang nantinya dapat menjadi ciri khas dari Kacang Matahari.

Satu hal yang membedakan Kacang Matahari juga yaitu pada bahan baku yakni menggunakan kacang dari dalam negeri alias kacang lokal. Sedangkan produk kacang olahan yang kini kebanyakan berkembang di pasaran menggunakan kacang impor. Penggunaan kacang lokal ini terbukti membuat Kacang Matahari dapat unggul dalam persaingan usaha.

Ide membuka usaha produksi dan penjualan kacang kapri dimulai pada tahun 1978 saat Ketut Subagia dan Ketut Soma Yasih telah menikah dan dikarunia satu anak. Pasangan yang sama-sama dari Desa Tamblang, Buleleng ini merantau ke Mataram, Lombok, Nusa Tenggara demi mendapat pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan Ketut Subagia yang merupakan lulusan Jurusan Biologi di IKIP Mataram. Setelah dua tahun hidup di perantauan baru kemudian Ketut Subagia dan istrinya tersebut mendapat tawaran untuk menggarap peluang usaha kacang kapri.

“Bermula saat kami disarankan untuk berjualan jajanan di Denpasar oleh salah satu pemilik toko yang juga pemilik rumah tempat kami mengontrak di Lombok. Namun menurut kami produk jajanan memiliki daya simpan yang sebentar, sehingga kami memilih untuk berjualan kacang,” ungkap Ketut Subagia.

Begitu memasarkan pertama kali dari satu warung kecil ke warung lainnya, produk kacang mereka langsung menarik perhatian pasar. Pada awalnya Ketut Subagia tidak mencantumkan merek pada produk kacang produksi mereka, namun seiring berjalannya waktu mulai banyak kompetitor yang bermunculan sehingga menuntut mereka harus memiliki branding tersendiri. Nama Matahari dipilih lantaran Ketut Subagia dan istri menonton serial Ramayana dan ada cahaya di atas kepala Rama yang menyerupai cahaya matahari, muncullah ide nama Matahari dengan harapan brand Kacang Matahari bisa bersinar terang dan berkembang. Setelah 44 tahun sejak Ketut Subagia dan Ketut Soma Yasih menanamkan pondasi usaha pertama kali, kini pengelolaan usaha mulai dikelola oleh anak ketiga yaitu Komang Cahyadi Sugara. Sebagai generasi kedua usaha, Komang Cahyadi melakukan strategi baru dalam menjalankan bisnis keluarga. Salah satunya dengan memanfaatkan media pemasaran digital. Melalui langkah ini terbukti dapat menggaet segmentasi market yang lebih luas, seperti membidik para end user market.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!