Pertahankan Benteng dan Spirit Warisan Budaya Bali
Bila bertanya perihal pengalamannya dalam mengelola bisnis properti “Pesona Beach Inn”, I Made Astika mungkin sudah memiliki jawaban yang lugas dan lantang dalam merespon setiap pertanyaan. Namun wawasannya dalam latar belakang pariwisata Bali pun, patut diacungi jempol. Sikapnya yang terbuka, membuatnya mudah menerima ilmu darimana pun, namun tetap bijak, hal apa saja yang harus dipahami demi memberi pengaruh positif untuk pariwisata Bali.
Bila bertanya perihal pengalamannya dalam mengelola bisnis properti “Pesona Beach Inn”, I Made Astika mungkin sudah memiliki jawaban yang lugas dan lantang dalam merespon setiap pertanyaan. Namun wawasannya dalam latar belakang pariwisata Bali pun, patut diacungi jempol. Sikapnya yang terbuka, membuatnya mudah menerima ilmu darimana pun, namun tetap bijak, hal apa saja yang harus dipahami demi memberi pengaruh positif untuk pariwisata Bali.
Namun sebelum pemikirannya matang, terutama dalam dunia pariwisata, Made Astika memiliki riwayat masa kecil yang sudah mengenal kerja keras. Sambil sekolah ia sudah berdagang, mulai dari menjual minyak gas, beras hingga orangtua berhasil membuka usaha dagang kecil-kecilan, hingga membangun kost-kostan.
Semakin bertambahnya usia, keingintahuan Made Astika dipadukan dengan hobinya dalam bepergian, membuat pemikirannya semakin terbuka, terutama pariwisata Kuta, di daerah tempat tinggalnya. Berada dekat kawasan pantai, bergaul dengan orang-orang pantai, semakin mengenal bagaimana karakter masyrakatnya.
Sama halnya dirinya, masyarakat pantai memiliki sikap yang terbuka, bila dibandingkan dengan masyarakat di pegunungan. Meski semuanya diawali dengan faktor ketidaktahuan, budaya yang berbeda, namun dari orang-orang pesisir inilah, pariwisata mulai hadir di tengah masyarakat Bali, yang mampu dihargai dan disukai oleh orang asing.
Tak bisa ditampik, sesuatu yang berharga di Pulau Dewata adalah adat dan budayanya yang tidak ditemui di belahan dunia mana pun. Hal ini pun sukses “dijual” oleh masyarakat Bali, kepada wisatawan asing. Namun akar dari budaya tersebutlah yang terpenting, yakni karakter menyamabraya, yang merupakan spirit dari orang Bali yang harus terus dipertahankan.
Para stake holder pun harus terus bersinergi bersandarkan dalam dua landasan budaya tersebut, meliputi naluri untuk nyamabraya dan intuitisi dari diri sendiri dalam adat istiadat. Didukung dengan fasilitas, kekuatan awig-awig, kulkul di masing-masing banjar, yang membuat pembeda dan keunikan daripada hindu di Bali. Aset inilah yang akan mengingatkan kita sebagai masyarakat Bali untuk terus menegakkan sebuah benteng dan spirit orang Bali yang tidak ada duanya.