PERAN PELAKU PARIWISATA DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA
Tidak dipungkiri, perkembangan pariwisata khususnya di Pulau Bali sangat mempengaruhi sektor ekonomi masyarakatnya. Begitu banyak orang yang mengais rejeki pada sektor pariwisata ini sehingga memberikan dampak yang positif. Namun dampak negatif dari pariwisata Bali juga tak mampu terbendung. Perkembangan pariwisata ini memang banyak mempengaruhi tata kehidupan orang Bali, berbagai pengaruh luar banyak masuk dengan mudah. Melihat kondisi tersebut, praktisi pariwisata profesional, I Made Hadi Arnaya menjelaskan bahwa saat ini Pulau Bali masih memiliki benteng yang menjaga kearifan lokal di Bali. Benteng tersebut tidak lain adalah adat, budaya, dan agama. Selain itu para pelaku pariwisata juga perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya.
Berkecimpung di bidang pariwisata sejak tahun 1997, I Made Hadi Arnaya melihat perkembangan pariwisata Indonesia masih kurang bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thaiand. Hal yang bertolak belakang justru terjadi di Bali, dimana perkembangan pariwisatanya senantiasa meningkat sekitar 10% dari tahun ke tahun.
“Untuk perkembangan pariwisata di Bali saat ini sangat baik, sehingga Bali masih tetap menjadi tujuan pariwisata di tingkat internasional,” ujar Made Hadi.
Lebih jauh ia menilai, saat ini investor semakin mudah masuk ke Bali dan menanamkan investasinya di Pulau Dewata. Sehingga berpengaruh pada meningkatnya pertumbuhan hotel maupun villa. Sayangnya tingkat pertumbuhan properti tersebut lebih pesat melampaui tingkat kunjungan pariwisata. Kata Made Hadi, berdasarkan data Bali Hotels Association dalam kurun waktu 3 bulan terjadi pertumbuhan 10.000 kamar hotel. Sedangkan pertumbuhan pariwisatanya sendiri hanya berkisar 10%.
“Ini mengakibatkan terjadinya over supply,” jelas Made Hadi.
Selain menyoroti tingkat perkembangan pariwisata Bali, Made Hadi juga angkat bicara soal pemerataan pariwisata Bali. Ia menilai sejauh ini perputaran roda pariwisata masih terkosentrasi di Bali Selatan. Made Hadi memandang hal tersebut wajar, karena hingar bingar pariwisata di daerah tersebut dipengaruhi oleh adanya fasilitas bandara yang memang hanya ada di kawasan Bali Selatan. Namun bukan berarti daerah belahan Bali lainnya tak mau menjadi penonton saja. Daerah Bali Utara maupun Bali Timur pun saat ini mulai ikut ambil bagian dari pariwisata Bali.
Made Hadi sendiri lebih banyak berkecimpung di bidang jasa hospitality khususnya manajemen hotel dan villa. General Manager Alam Hotel Group ini melihat perkembangan pariwisata di Ubud semakin menggairahkan. “Untuk saat ini Ubud telah masuk ke dalam Top 5 Destination in the World. Potensi wisata di daerah ini masih sangat besar,” terang Made Hadi.
Kegiatan pariwisata di berbagai tempat tujuan wisata sering kali dianggap sebagai agen perubahan (agent of change) yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat. Proses interaksi antara tuan rumah dan wisatawan menciptakan sebuah akulturasi dan interaksi tersebut kerap diidentikkan dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan asing. Seiring masuknya pengaruh budaya luar maka kultur masyarakat penerima wisatawan pelan-pelan akan memudar. Hal itu pun telah terjadi di Bali dimana modernisasi perlahan mulai merubah kebudayaan yang sudah ada. Misalnya saja terjadi pergeseran fungsi tari-tarian yang ada di Bali. Dimana saat ini terlihat beberapa jenis tarian yang dulunya bersifat sakral, hanya dipentaskan saat upacara agama saja, namun kini mulai dipertunjukkan untuk tujuan komersial.
Memandang permasalahan tersebut, Made Hadi memaparkan bahwa Bali sejatinya sudah memiliki benteng pertahanan yang bisa memfilter masukknya pengaruh asing. Ia optimis bahwa masyarakat Bali masih berpegang teguh pada adat istiadatnya. Hal itu dapat terlihat dengan adanya legitimasi desa adat di Bali. Pun unsur agama di Bali yang juga menjadi benteng pelindung sosial budaya Bali masih kental terasa di setiap denyut nadi kehidupan Orang Bali.
Melestarikan Budaya Lewat Museum
Made Hadi tentu menganggap penting pelestarian budaya ini, sebab selain sebagai identitas, budaya Bali juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Karena itu dalam menjalankan swadarma (tugas) di bidang pariwisata, Made Hadi tetap berusaha menonjolkan unsur budaya lokal kepada wisatawan yang ditemuinya. Ia menjelaskan bahwa hotel dan villa yang ia kelola saat ini masih sangat kental akan unsur budaya Bali.
“Di Alam Hotel Group ini, kami memandang penting untuk tetap melakukan pelestarian lingkungan alam dan budaya selain aktivitas komersil yang kami lakukan. Untuk itu setiap hotel yang dimiliki dan dikelola harus mencerminkan lingkungan, budaya, dan sastra. Di mana semua tema dan filosofi masing-masing hotel atau villa di bawah Alam Hotel Group harus merepresentasikan kecintaan pemilik terhadap budaya lokal,” tutur Made Hadi.
Salah satu bentuk cinta terhadap budaya tersebut, Alam Hotel Group juga memiliki sebuah museum yang disebut museum PUMA ( Putrawan Museum of Art ). Museum ini dibangum bertujuan untuk melestarikan barang seni suku dari seluruh Indonesia. Museum yang berlokasi di Jl. Trenggana 108 Penatih, Denpasar ini telah dibuka secara resmi pada tanggal 31 Desember 2004. Dalam memilih karya seni yang ditampilkan di museum , pemilik Alam Puri Group dibantu oleh teman-temannya yang memiliki pengalaman di bidang ini termasuk Haji Daeng Iskandar dan Wahyono Martowikrido (Kepala Sejarah dan Arkeologi bagian tentang Museum nasional di Jakarta).
Alam Hotel Group menaungi beberapa properti lainnya yaitu Alam Puri Villa yang berlokasi di Ubud Selatan. Alam Ubud Villa yang berlokasi di Desa Tegalalang. Alam Puisi Villa yang bertempat di Desa Pejeng-Gianyar. Dan terakhir Alam Bidadari Villa yang berada di kawasan wisata Seminyak. Seluruh properti tersebut memiliki desain arsitektur bergaya Bali yang terlihat nyata pada ornamen yang ditampilkan di setiap sudut ruangan.