Pengalaman Nikmat Santap Makanan PENUH KEAKRABAN di Warung Tepi Pasih
Salah satu hal yang paling menyenangkan tentang kehidupan adalah bagaimana kita secara teratur, harus rehat sejenak dengan akitivitas dan mencurahkan perhatian kita untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita dengan makan. Ada banyak cara untuk membuat masakan menjadi enak seperti membeli produk yang berkualitas, berbahan pangan organic atau memilih pergi ke pasar di pagi hari, disaat semua bahan makanan masih dalam kondisi segar.
Seperti yang dilakukan oleh Ni Wayan Miyasti, yang kesehariannya dimulai dengan aktivitas belanja ke pasar pada pagi hari untuk menemukan bahan-bahan kualitas terbaik sebagai dasar olahan menu restorannya di kawasan Serangan bernama ‘Warung Tepi Pasih’, yang selalu tampak sibuk memenuhi kebutuhan perut para pecinta kuliner lokal maupun mancanegara.
Dengan menu olahan laut yang dominan sebagai menu andalannya, Warung Tepi Pasih yang mempekerjakan tujuh orang karyawan ini, tidak membuat Miyasti lantas lepas tangan, baginya pemilihan kompenen pokok bahan makanan adalah hal utama yang harus terus menerus ia awasi. Maka dari itu ia tak segan untuk terjun langsung pada riuhnya pasar untuk berbelanja kebutuhan restorannya.
Memulai usahanya sejak tahun 2012, saat itu Miyasti merintis usahanya dari warung kecil dengan olahan makanan rumput laut sebagai bahan utamanya, namun dengan kondisi air laut yang tidak menentu saat ini, rumput laut pun menjadi susah dan selalu mengalami keterlambatan panen. Oleh karena itu ia harus memutar otak untuk terus berproduksi dan mencari hal yang jarang dijual di kawasan tempatnya yang notabenenya adalah penjual ikan, lalu ia pun memutuskan untuk membuat olahan ayam bakar yang sidestream di kawasan itu sebagai makanan utama.
Tanpa disangka-sangka ternyata ayam bakar olahannya laku dan banyak yang menyukai, membuat ia cukup kewalahan dalam menyanggupi pesanan pelanggannya. Melihat peluang itu ia pun memberanikan diri untuk membuat usaha yang lebih serius dan lebih besar agar bisa mencapai omset yang lebih besar pula. Dengan bermodalkan tanah yang ia punya, Miyasti pun memantapkan diri untuk membuat pergeseran dari kios kecil menjadi sebuah restoran besar yang hingga sekarang ‘Warung Tepi Pasih’ miliknya mampu bersaing dengan bisnis-bisnis lainnya di kawasan itu. Dengan nuansa pemandangan dan pohon bakau menjadikan suasana restorannya semakin asik dan tentu akan semakin menggugah selera siapa saja yang menyantap berbagai hidangan menu di sana.
Pelanggan dari berbagai macam daerah, lambat laun berdatangan bahkan sekarang sering dikunjungi oleh para tamu Cina dan Jepang, kebanyakan pelanggannya sangat menyukai satu menu menarik di restorannya yang terbuat dari olahan landak laut atau lebih dikenal dengan sebutan ‘Toro-toro’, menurut Miyasti olahan eksotis itu sekarang mulai tergerus dan dilupakan, namun berkat pengolahan yang baik dan rasa uniknya ‘Warung Tepi Pasih’ pun sukses membuat menu ini kembali menjadi salah satu menu terfavorit para pelanggannya.
Selain makanan yang segar dan enak, keramahan staf juga pelayananlah yang membuat suasana restorannya ini menjadi semakin akrab, menurutnya konsep itulah yang dipakainya dalam membangun suatu relasi dan menjalin kedekatan emosional dengan para pelanggannya. Karena menurut Miyasti berbicara tentang makanan tentu tidak rasional tanpa melibatkan budaya, kebiasaan dan identitas, makanan adalah satu-satunya yang bisa menciptakan peleburan dari semua itu, karenanya makanan adalah sebuah pengalaman yang universal.
Kesuksesan Miyasti dalam membesarkan dan mempertahankan restorannya hingga saat ini bukanlah hal yang mudah, butuh waktu dan keteguhan hati dalam menghadapi pasang surutnya pasar, namun dengan doa dan keajaiban Tuhan, segala kesulitan satu-persatu dapat dihadapinya hingga sekarang dapat menjalankan kehidupannya dengan baik. Hal yang paling menggembirakan hatinya dalam menjalankan bisnis ini adalah terletak pada raut wajah para pelanggannya saat menyantap makanan dengan lahap dan tertawa lepas saat bercengkrama di meja makan, karena baginya hal utama saat makan tidak terletak pada bumbu yang mahal, atau rasa yang istimewa, melainkan makanan yang berakhir dengan percakapan yang baik.