Pembangunan Mental Spiritual dari Keluarga kepada Lingkungan Masyarakat
Dr. dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya awalnya sempat bercita-cita sebagai lawyer seperti ayahnya, hal ini dikarenakan semasa kecil, ia sering dikisahkan tokoh-tokoh besar, salah satunya tokoh proklamator Bung Karno. Hingga semangat ideologi tersebut seolah terpatri dalam hatinya. Namun saat sudah siap untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum, justru ayahnya tidak setuju dengan keinginan putranya tersebut.
Dr. dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya merupakan putra yang selain berbakti kepada orangtua, tapi juga begitu mengagumi sosok sang ayah, Dr. I Ketut Selamet, S.H, M.Hum yang awalnya menafkahi keluarga sebagai petani perkebunan yang berpengaruh besar dalam kesejahteraan petani lokal, tapi juga mulai tanggap dengan bidang politik. Di mana ayahnya tergabung pada Partai Nasional Indonesia (PNI) di zaman pemerintahan orde lama, dan di usia yang relatif muda, yakni 23 tahun ayahnya menjadi anggota DPRD Buleleng.
Setelah memiliki tekad yang kuat untuk melanjutkan sekolah di Fakultas Hukum, ayahnya cukup lama berprofesi sebagai lawyer, kemudian beralih sebagai notaris. Namun meski sudah menekuni beberapa pekerjaan yang jauh dari basic-nya sebagai petani, ia tak lantas meninggalkannya begitu saja, hingga usianya kini 80 tahun. Kekaguman pada sosok ayah, dr. Nyoman Hariyasa tunjukkan pada keinginan awalnya untuk menjadi lawyer seperti ayahnya. Namun ternyata, keinginan tersebut tidak mendapat restu, karena untuk menjadi lawyer yang idealis seperti ayahnya, akan hanya menyisakan banyak sakit hati pada masa itu. Akhirnya agar tidak meninggalkan kekecewaan pada pihak mana pun, ia mengikuti ujian di Fakultas Teknik sesuai dengan keinginan ayahnya, Fakultas Kedokteran atas amanat ibunya dan Fakultas Hukum yang tidak lain adalah citacitanya sendiri.
Penanaman Karakter Spritual dari Keluarga
Diakui ada rasa sedih pria kelahiran Singaraja 9 Juni 1968 ini, setelah mengetahui bahwa ia justru lolos di Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran. Namun melihat kebahagiaan dan kebanggaan sang ibu, terutama saat ucapan “Terima kasih dokter” yang terlontar, saat merawatnya yang sedang sakit, membuatnya terharu dan bersemangat untuk semakin tekun memperdalam ilmunya di kedokteran spesialis kandungan. Bidang ini ia pilih, sebagai bentuk hormat dan terima kasih atas segalanya.
Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini, selain menjalankan yadnya-nya sebagai dokter, dr. Nyoman Hariyasa juga mendirikan Apotek Kasih Medika pada tahun 2010 yang terdiri atas pelayanan klinik pengobatan, dokter gigi dan kelas kehamilan yang berlokasi di Jl. Diponegoro 110, Pertokoan Indah blok B-4, Dauh Puri, Denpasar Barat. Untuk nama yang tecantum pada usaha pelayanan masyarakat tersebut, ia sengaja abadikan nama almarhum ibu “Luh Sukasih” yang dikenal memiliki sifat yang dermawan di lingkungannya, terutama tempat asalnya di Jawa. Sebagai wujud rasa cinta dan hormat kepada ibunya, maka nama ibunda dimasukkan sebagai nama Apotek Kasih Medika.
Kasih sayang yang diberikan orangtua kepada dr. Nyoman Hariyasa, dua kakak dan dua adiknya, memberikan sebuah berkah pelajaran kesabaran baginya, terutama saat kondisi ia ditempa untuk mengalah oleh kedua orangtuanya, saat berseteru dengan saudara-saudaranya. Hal ini pun terbawa dalam perjalanan hidup, khususnya di bidang kariernya sampai saat ini. Melalui sebuah grup “Purnama Reborn”, ia ingin mengajak rekanrekannya untuk melakukan kegiatan positif yang lebih fokus untuk menanamkan sifat positif di dalam hati, yang ia yakini akan mendatangkan sifat-sifat positif selanjutnya.
Tak hanya bersama rekan-rekan seperjuangannya, dr. Nyoman Hariyasa juga berupaya menanamkan sikap dan pikiran optimisme kepada para pasiennya. Pendekatan secara spiritual ini, diharapkan menjadi kemandirian bagi masingmasing individu untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, tak peduli apapun latar belakang kita, landasannya harus dharma (kebajikan) kepada Tuhan. Seperti yang tercantum pada ajaran dalam agama Hindu, “Catur Purusa Artha” (empat tujuan hidup manusia), yang terdiri atas dharma (kebajikan), artha (materi), kama (keinginan) dan moksa (kebahagiaan tertinggi). Dalam mencapai tujuan tersebut manusia harus memiliki landasan dharma yang kuat sebagai hukum yang mengatur tujuan hidup tersebut, agar tidak melenceng dari norma-norma agama, terlebih pertanggungjawaban kita sebagai manusia atas hasil perbuatan kita kepada Sang Pencipta.