Pelayanan Medis Sebagai Karma Yoga

Menceritakan kembali masa lalu, dr. Budi Wibawa tak mampu menyembunyikan kenangan pada masa-masa orangtua masih selalu ada di sekitarnya, meski kedua orangtuanya memiliki pekerjaan masing-masing, ayah sebagai pegawai negeri sipil dan ibu selain mengurus rumah tangga juga berperan sebagai petani kebun kopi. Namun takdir berkata lain saat Sang Ibu terkena penyakit kanker, beliau tak bisa lagi mendampinginya. Tinggalah ia lebih memilih tinggal di tempat kelahirannya, di Pupuan, Tabanan, sedangkan ayahnya yang akhirnya pulang ke kampung halamannya, karena statusnya pernikahan sebagai sentana.

Kondisi tersebut menuntut dr. Budi Wibawa harus mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terlebih biaya sekolah. Beruntung ia tergolong anak yang pandai di sekolah, sehingga sebagian besar pendidikannya dibiayai oleh beasiswa, begitu pun saat tiba masanya melanjutkan kuliah. dr. Budi Wibawa mengungkapkan sebelum pilihannya jatuh pada Fakultas Kedokteran, semuanya berawal dari ketidaksengajaan. Alumni dari SMA Negeri 2 Tabanan ini, awalnya hanya menyertakan pilihan pertama pada Teknik Sipil dan pilihan kedua, Fakultas Teknolgi Pertanian. Saat pamannya menyaksikan hal tersebut, ia didesak untuk mengganti pilihannya tersebut, dengan menyertakan pilihan pertama pada Fakultas Kedokteran.

Di samping fokus dengan kuliahnya, dr. Budi Wibawa memutuskan untuk sambil beternak babi, hal itu dilakukan karena ia mulai merasa dirinya terkesan tinggal gratis di rumah bibinya. Setidaknya dengan upaya tersebut, ia bisa ikut memberi tambahan uang dapur, untuk kebutuhan makannya sehari-hari. Namun entah bagaimana di suatu hari, usaha tempatnya menjual babi ternaknya ditutup, ia akhirnya harus beralih sebagai penjual gula pasir secara berkeliling. Sangat berat kondisi dirasakannya saat itu, bekerja tak bisa ia tinggalkan, kedisplinan belajar pun sudah menjadi kewajibannya, agar semua kerja kerasnya tak memberikan hasil yang sia-sia. Akhirnya seiring berjalannya waktu, pendidikan kedokterannya mampu ia tuntaskan pada 25 Desember 1997.

Tawaran pekerjaan mulai menghampiri dr. Budi Wibawa, yaitu pekerjaan sebagai dokter di kapal pesiar. Dalam pelayaran tersebut, ia tak hanya berkutat di dalam kapal, ia sempat turun di Pulau Lombok, sebagai sukarelawan di sebuah klinik milik yayasan pura. Selanjutnya tawaran datang dari klinik IDI (Ikatan Dokter Indonesia), diikuti Tambang Emas Newmont di NTB sekaligus sebagai dokter pertama pada perusahaan tersebut di masa itu. Tanpa seleksi sama sekali, tawaran-tawaran tersebut mulus datang pada dr. Budi Wibawa. Ia berucap, “Mungkin inilah hadiah karma baik yang saya dapatkan setelah fase-fase kehidupan yang tidak mudah dan telah lulus dengan nilai-nilai terbaik dari diri saya yang tetap berada di jalur kebenaran”. Sepulang selama dua tahun di Tambang Emas Newmont, dr. Budi Wibawa sempat membuka lokasi praktek di Tabanan dan langsung mendapat antusias masyarakat. Tiga tahun berselang, ia kemudian memutuskan melanjutkan pendidikan spesialis penyakit dalam pada tahun 2004 hingga 2009. Singkat cerita ia kemudian mendirikan klinik dan apotek di Seririt, bernama “Lingga Waras”.

Bertepatan dengan booming dunia medis di Indonesia pada era 2012, membawa keberuntungan pada usahanya tersebut, sehingga ia bisa berinvestasi dengan membeli beberapa sebidang tanah. Tak ada yang bisa mengalahkan kelelahan saat pekerjaan sudah menjadi bagian dari hobi. Begitulah ungkapan perasaan dr. Budi Wibawa saat ia kembali mendirikan pelayanan kesehatan “RSU Darmanatha”. Nama “Dharmanatha” disandang pada rumah sakit yang beralamat di Dusun Mertasari, Desa Pujungan, Kec. Pupuan, Kab. Tabanan ini yang berarti “Tempat untuk belajar kebajikan”. Segala praktek yang dilakukan oleh seluruh staf diharapkan dr. Budi Wbawa tak membeda-bedakan latar belakang seseorang dan tidak menilai segala sesuatunya soal bisnis, seperti tahu kapan kebijakan keringanan biaya pada pasien yang tidak mampu bisa ditetapkan.

 

Di sela-sela kesibukan pelayanan demi pelayanan yang dilakukan, terdorongnya keinginan dari hati dr. Budi Wibawa untuk mempelajari salah satu ajaran Hindu, “Karma Yoga” yang ia terapkan sejak tahun 2012. Dalam keheningan ia menghubungkan diri kepada Sang Pencipta dan lebih mengenal Beliau. Melalui jalan spiritual, hatinya mulai tersentuh dengan pemahaman, bahwa sejatinya manusia terlahir ke dunia adalah proses masa pencarian untuk mengetahui siapa jati diri sebenarnya, bukan hanya sekedar mengejar hal duniawi yang tak akan pernah ada habisnya. Dengan menanamkan kesadaran dalam pola pikir seperti ini, kita secara perlahan akan menemukan momentum lebih mengenal diri sendiri dan merasakan kedamaian lahir dan batin yang lahir dari diri kita yang sejati.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!