Pastikan Berkonsultasi dengan Ahlinya, Apalagi Ikut Tren Treatment yang Sifatnya Instan
Menjadi mahasiswa atau mahasiswi yang masih meniti pendidikan di fakultas kedokteran gigi di kala pandemi, ada sisi positif dan negatifnya. Positifnya, mereka lebih leluasa mengatur waktu, negatifnya masa untuk kelulusan menjadi tertunda hingga setahun. Itulah yang dialami drg. Rara dan drg. Huwaida, syukurnya meski sempat mengalami penundaan, keduanya tak patah semangat untuk mengejar ketertinggalan, bahkan meraih mimpi bisnis bersama.
Peliknya pandemi memaksa drg. Rara dan drg. Huwaida vakum dari pendidikan jenjang profesi atau co-ass yang normalnya berlangsung selama 1,5–2 tahun. Karena dari sekian fasilitas pelayanan medis, dokter gigi yang paling pertama berisiko tertular virus Covid-19, sebelum dokter umum. Alhasil, mantan dua mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Brawijaya yang tengah koas di salah satu rumah sakit, harus menundanya selama setahun karena segala kegiatan terkait dokter gigi dihentikan. Hal terbaik yang bisa dilakukan hanya bisa berdoa agar pandemi segera usai.
Enggan untuk terbawa suasana yang tak menentu, drg. Rara memilih untuk melanjutkan pendidikan di S2 Ilmu Forensik, Universitas Airlangga. Namun kali ini mau tidak mau ia harus terjun ke lapangan untuk menuntaskan pendidikannya. Dalam kondisi ini, selain keluarga, dukungan dari rekan-rekan satu angkatan sangatlah penting, sebagai sesama mahasiswa yang mengalami nasib serupa. Sikap terbaik yang bisa dilakukan ialah berkolaborasi, saling menguatkan dan memberikan masukan terbaik dalam menyikapi pandemi ini agar setidaknya pendidikan mereka tidak stagnan begitu saja.
Berbeda dengan drg. Rara yang menjalani S2-nya, drg. Maulina setelah lulus S1 memilih langsung melamar ke beberapa fasilitas kesehatan. Keduanya yang akrab semenjak aktif di organisasi senat mahasiswa ini, saat masih di satu almamater sudah mencoba bisnis online bersama yakni alat-alat kesehatan, namun masih dengan sistem pre order (PO). Singkat cerita, setelah drg. Maulina diboyong suami untuk bekerja di Bali, ia mulai terpikirkan untuk kembali merintis sebuah usaha, namun yang tak ada keterkaitannya dengan bidang kesehatan.
Tak berbeda jauh dengan drg. Rara, meski orang tua sempat menyarankan untuk bergabung menjadi pegawai negeri sipil, akhirnya ia lebih antusias untuk berwirausaha sembari merintis kariernya. Pasalnya, semenjak berkomunikasi kembali dengan drg. Maulina, ternyata ada peluang bisnis klinik dokter gigi yang cemerlang, yang telah didapat dari suami drg. Maulina di sebuah lokasi di Bali. Di lokasi tersebut, profesi seperti keduanya masih jarang ditemukan. Tak mau kehilangan kesempatan tersebut, ia pun lantas memutuskan hijrah ke Bali dan membuka klinik pribadi bersama, bernama “DK Dental Care Kuta” pada tahun 2022
Berlokasi tepatnya di Jl. Kendedes no.5 Kuta, drg. Rara dan drg. Maulina mempromosikan klinik mereka tak jauh-jauh dari media sosial, seperti platform Instagram @dkdentalcare_kuta. Tak hanya berdua, lambat laun mereka menambah dua personil dokter lagi, ada drg. Giscka dan drg. Mirah, untuk mengoptimalkan pelayanan yang SOP (Standar Operasional Prosedur). DK Dental Care Kuta berupaya menjamin kepuasan dan kenyamanan para pasiennya dari anak-anak hingga dewasa. Dari edukasi soal menjaga kesehatan gigi, pembersihan karang gigi (scalling) setiap 6 bulan sekali, hingga maintenance yang wajib dilakukan setelah melakukan prosedur tertentu seperti pemutihan gigi.
Ya, memiliki gigi putih menjadi sebuah tren baru yang awalnya diperkenalkan oleh para selebritas. Tak sedikit orang awam pun terbius untuk melakukan treatment yang sama, untuk menambah kepercayaan diri mereka. Namun, lebih baik sebelum memutuskan untuk memutihkan gigi, entah itu bleaching maupun veneer, wajib dikonsultasikan kepada ahlinya. Karena ada beberapa kondisi gigi yang pantang untuk melakukan pemutihan ini, misalnya pada gigi sensitif. Terlepas apapun canggihnya pengaplikasian teknologi demi memiliki gigi yang putih, esensial kesehatan gigi itu bukan dilihat dari warna gigi, tapi bebas karang gigi, gigi berlubang dan gusi yang sehat, dalam hal ini harus dicek secara berkala, karena tak semua area gigi mampu selalu dijangkau dengan hanya upaya menyikat gigi. Dibutuhkan penanganan alat-alat canggih, material yang profesional dengan ketelitian yang rinci dan tidak sembarangan, karena akan mempengaruhi kondisi umum tubuh pasien.