Pandemi Sukses Mengubah Paradigma Masyarakat Berbonus Mendongkrak Perekonomian Lewat Wisata Baru

Lahir dari orang tua petani dan buruh, Made Sukra Suyasa justru memilih terjun ke pariwisata, awalnya berpikir karena kesejahteraan ekonominya yang kurang. Namun semakin majunya ilmu pengetahuan, baginya perlu ada kolaborasi antara dua bidang tersebut. Sehingga menjadi satu kesatuan yang masif dalam mendongkrak perekonomian Desa Sidan, sekaligus berpartisipasi dalam koneksi jangka panjang penyelamatan Bumi Pertiwi.

Setelah beberapa kesempatan bekerja di jagat pariwisata, tahun 2010 Suyasa memutuskan kembali ke kampung halaman, sembari merintis usaha travel agent. Kabar baiknya, ia juga dipercaya oleh masyarakat untuk menjadi Kepala Desa, di Desa Sidan, Gianyar. Secara terang-terangan awal memegang posisi tersebut, tak banyak ia ketahui kebijakan-kebijakan apa yang bisa diaplikasikan di tatanan desa, karena sudah lama ditinggal merantau. Namun di masa pandemi Covid-19, ia dipacu harus berinovasi terutama memporsikan pengembangan lahan pertanian organik di tahun 2020.

Bonus dari keberhasilan mengubah paradigma masyarakat maupun petani Sidan beralih ke organik pun berimbas ke pariwisata. Pemerintah Kabupaten Gianyar bersama BUMDes pun merambah ke pengembangan restoran, terasering, edukasi pemilahan sampah, Taman Gumi Banten – berupa tanaman langka dan tanaman pendukung untuk upakara yadnya dan budi daya ikan yang terangkum dalam wisata bernama “Kissidan Ecohill Retreat & Resto”. Wisata ini memanfaatkan area 3 ha yang memiliki pemandangan mempesona, sejuk dan berbukit. Pelancong bisa menikmati makanan khas Desa Sidan dengan harga yang sangat terjangkau, hanya 15 ribu rupiah, salah satunya “Seredelai” yang disajikan dalam nasi campur yang menggunakan beras organik “Beras Mentik Susu”.

Dalam program penataan “Puspa Aman” tak hanya mampu membantu mendongkrak perekonomian masyarakatnya yang rata-rata per-harinya bisa mencapai 100 orang pengunjung. Secara tidak langsung, wisata yang berlokasi di perbatasan Kabupaten Gianyar, Klungkung dan Bangli ini, juga sekaligus berpartisipasi dalam misi penyelamatan alam, terlebih menjaga taksu alam Bali. “Bisa jadi, wabah ini menjadi sebuah bentuk teguran Sang Pencipta kepada kita, untuk tak ‘menutup mata’ pada kekayaan tanah keaslian kita yang sebenarnya, yakni lahan pertanian. Di masa pandemi, kita manfaatkan kesenjangan waktu untuk berkolaborasi, bergotong royong dan saling berbagi ilmu yang kita kuasai, sehingga untuk menjadi satu kesatuan yang utuh, sebuah destinasi wisata baru yang khas akan ramahtamahnya masyarakat Bali serta melestarikan alam raya tempat kita berpijak, tentu saja” ucap Suyasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!