Pandemi Memberikan Pelajaran: “Saatnya Saling Membuka Jalan Rezeki, Bukan Menang Sendiri”
Dari kondisi ekonomi anak petani, Tatik Kristiarini harus berhenti sekolah dan bekerja sebagai menjadi asisten rumah tangga. Dari Surabaya, ia kemudian berkesempatan ke Hongkong, masih bertumpu pada penghasilannya sebagai ART yang ia lakoni selama beberapa tahun.
Pasca berpisah dengan suami, ditambah materi yang terkuras habis, menjadi titik terendah Tatik, ia harus mengawali pekerjaannya dari nol dengan bekerja sebagai Penerjemah Bahasa dan menyalurkan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke agen tenaja kerja di Hongkong. Hasil pekerjaannya diapresiasi, dengan mendapat kepercayaan si pemilik agen untuk membuka bisnis bersama “Spesial Zhone” tahun 1997. Namun dikarenakan bos yang suka berjudi, bisnis pun mengalami kebangkrutan. Dari penghasilan yang didapatkan, Tatik memutuskan membeli perusahaan tersebut di tahun 1999 dengan partner bisnis yang baru.
Progres bisnis pun berkembang sangat cepat, dalam setahun mereka sudah mampu membuka 27 cabang. Sayangnya, lagi-lagi partner-nya terjerat kehidupan. Tatik mencoba menjual perusahaan namun tidak laku, ia kemudian memilih menarik lagi perusahaannya dan menawarkan secara door to door bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan. Atas kesabaran dan perjuangannya, perusahaan tersebut bangkit kembali dan ia berhasil memiliki rumah pribadi.
Tahun 2015, Tatik hijrah ke Bali karena ingin membuka bisnis bersama suami. Ia tertarik untuk mendirikan beberapa usaha yakni kos-kosan, spa dan akomodasi penginapan ‘Seahouse Bali Indah Beach Inn”. Masa pandemi Covid-19 yang tak terkendali seperti pemilik penginapan lainnya, ia harus tutup sementara, namun kegiatan maintenance tetap dilakukan yang menghabiskan biaya mencapai Rp3 miliar. Kemudian saat dibuka kembali, Tatik mengeluarkan modal sampai Rp300 juta untuk renovasi. Bila tidak diperbaiki, tidak ada tamu yang mau menginap. Namun pandangan para pebisnis lokal belum tentu sama dengan dirinya. Hal itulah yang disaksikan Tatik pada pemilik toko-toko yang terbengkalai imbas pandemi. Karena prihatin, ia memutuskan menyewa kurang lebih 10 toko tersebut dan direnovasi. “Sayang sekali kalau toko-toko itu mangkrak begitu saja, padahal mereka memiliki nilai jual. Kalau pemilik hendak kontrak di lokasi lain, belum tentu mereka akan mendapat kredit dari lembaga peminjam, dalam situasi krisis seperti ini,”ujarnya.
Pengalaman sukses dan pahit yang sudah dialami Tatik di luar negeri, ia sharing ke para pemilik bisnis di sekitarnya. Di saat toko-toko tersebut masih masa transisi, ia bisa memberikan keringanan kepada masyarakat untuk membayar uang sewa. Yang penting bisa menjalin kerja sama dan membukakan kembali rezeki orang menjadi kepuasan tersendiri baginya. Ia juga menambahkan, pemerintah Bali harusnya mendukung warganya untuk membuka usaha di tanah mereka sendiri seperti dengan langkah nyata yang ia lakukan. Namun pemerintah kita masih belum mementingkan masyarakatnya, seharusnya mereka memanfaatkan ‘kuasa’ itu untuk melakukan aksi sosial dengan memberikan dana subsidi demi menstimulasi jalan mereka menjadi wirausaha.