Opimis di Tengah Guncangan di Industri Pariwisata
Sejak status tanggap bencana diumumkan sehubungan dengan bencana erupsi Gunung Agung, Bali mengalami krisis khususnya pada geliat industri pariwisata. Dampak bencana alam tersebut yang paling terasa yakni penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. Lantas, bagaimana penggiat industri pariwisata di Bali menyikapi situasi tersebut?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Oktober 2017 sebesar 4,54 persen. Salah satu penyebab utamanya adalah dampak dari erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali. Hal ini menunjukkan bahwa Bali masih menjadi barometer pariwisata nasional. Setiap fenomena sosial, budaya, maupun geologi yang ada di Bali nyatanya menjadi patokan bagi wisatawan dunia apakah melanjutkan kunjungan ke Indonesia atau tidak.
Penurunan jumlah wisatawan, khususnya di Bali, tidak sekedar angka-angka di atas kertas. Fakta yang terjadi di lapangan memang demikian adanya. Jumlah wisatawan mancanegara yang masuk melalui Bandara Ngurah Rai pada Oktober 2017 hanya mencapai 462,3 ribu kunjungan saja. Padahal di bulan sebelumnya sebanyak 550,2 ribu kunjungan. Bukan hanya Bandara Ngurah Rai yang menjadi saksi bisu menurunnya angka kunjungan wisatawan di Bali. Sepinya kunjungan wisatawan juga terjadi di beberapa objek wisata di Bali.
Salah satu pelaku di industri pariwisata Bali, I Wayan Edy Sanjaya, SH, mengakui jika terpuruknya pariwisata di Bali mempengaruhi usaha yang ia lakoni. Pemilik bisnis travel agent dan beberapa usaha lainnya ini merasakan betul dampak penurunan jumlah wisatawan. Ia mengatakan pembatalan reservasi akomodasi terus terjadi selama periode Oktober hingga November 2017 lalu.
“Sebetulnya untuk market Eropa dan Amerika berada pada tahap low season di Bulan Oktober hingga awal Desember. Namun kondisi Gunung Agung yang disertai pemberitaan besar-besaran di media menjadikan para wisatawan membatalkan kunjungannya. Sehingga bisa dikatakan pariwisata di Bali berada di masa kelam saat itu,” ujar pria yang memiliki nama populer yaitu Yohanes tersebut.
Wayan Edy mengelola usaha travel agent yang memfokuskan target pasar Eropa, khususnya dari Negara Spanyol. Ia memaparkan adanya peningkatan jumlah wisatawan dari negara tersebut dari awal Januari hingga pertengahan September 2017. Namun sejak adanya status awas Gunung Agung ditetapkan secara drastis terjadi penurunan wisatawan dari negeri para matador tersebut.
Optimistik
Perputaran roda pariwisata yang kian lesu tentu saja menjadi sorotan yang serius. Pasalnya industri pariwisata merupakan dapur penggerak ekonomi di Pulau Dewata. Industri ini tidak hanya mempengaruhi sektor-sektor usaha yang berhubungan dengan kegiatan kepariwisataan, tetapi juga memberikan dampak kepada sektor lainnya seperti pertanian dan perdagangan. Sehingga diperlukan kebijakan dari para stakeholder guna mengatasi permasalahan yang ada.
Menanggapi situasi yang ada, Pemerintah Provinsi Bali membentuk kelompok kerja Bali Tourism Hospitality (BTH) untuk mengantisipasi dampak erupsi Gunung Agung terhadap sektor pariwisata. Kelompok kerja ini menjembatani isu-isu beredar terkait informasi erupsi Gunung Agung. Salah satunya mengantisipasi berita-berita palsu yang meresahkan wisatawan dengan cara memberikan informasi yang benar dan faktual.
Selain itu, para pelaku usaha di industri pariwisata tidak hanya berdiam diri. Beberapa terobosan dilakukan salah satunya promosi besar-besar yang dilakukan guna menggaet kembali minat para wisatawan. Langkah-langkah konkrit yang diambil tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada Desember 2017 kunjungan wisatawan ke Bali kian membaik meski belum dapat mencapai angka yang memuaskan. Wayan Edy pun membenarkan kabar tersebut. “Pembatalan reservasi yang sudah ada semakin berkurang sementara reservasi yang baru mulai meningkat. Hal ini disebabkan oleh pemahaman para wisatawan jika situasi di Bali kembali aman pasca penurunan aktivitas Gunung Agung,” terang pria kelahiran 26 Mei 1967 tersebut.
Melihat adanya geliat positif di industri pariwisata Bali sejak akhir tahun 2017 hingga awal tahun 2018, Wayan Edy tetap optimis Bali akan tetap menjadi primadona pariwisata di Indonesia maupun di dunia. Menurutnya Bali memiliki daya tarik wisata yang tidak dimiliki daerah tujuan wisata lainnya. Budaya dan seni yang ada di Bali merupakan medan magnet pariwisata, selain itu Bali juga memiliki daya tarik spiritual yang dinamakan Taksu. Selama Taksu Bali tetap terjaga maka daerah ini akan terus menarik minat pelancong dari mancanegara maupun domestik.
Sikap optimistik Wayan Edy pun tak beralasan. Ia yakin Bali akan mampu melewati tantangan yang terjadi saat ini. Sebab ia menyaksikan sendiri perjuangan Bali dalam menghadapi beberapa ujian yang sebelumnya pernah terjadi. Sebut saja peristiwa Bom Bali I dan II yang sempat meluluhlantakan pariwisata di Pulau Dewata. Meski cobaan yang datang bertubi-tubi namun Bali tetap bertahan bahkan mampu survive dari masa-masa sulit. Hal inilah yang menguatkan keyakinan Wayan Edy bahwa pariwisata Bali pasti akan kembali berjaya pasca fenomena alam yang terjadi belakangan ini.
Profil Bapak Wayan Edy Sanjaya – Owner Mahi – Mahi Dewata
Wayan Edy Sanjaya bukanlah pendatang baru di industri pariwisata. Ia telah merintis usaha sejak tahun 1988, dimulai dari bisnis jasa angkutan wisata. Selama 12 tahun bergeliat di bisnis transportasi, barulah ia mencoba peruntungan di bisnis travel agent. Sejak awal ia mengkhususkan diri pada bidang inbound tourism dimana ia menargetkan market Eropa dan Asia. Selanjutnya di tahun 2005, ia membesarkan usahanya dengan menarik investor untuk bekerja sama mengembangkan PT. Asean Tour and Travel, berlokasi di Jalan Tukad Badung No. 8 B, Renon, Denpasar-Bali.
Jeli menangkap peluang usaha yang ada, Wayan Edy mendirikan usaha lainnya di bidang jasa transportasi laut. Ia merespon fenomena wisata baru di daerah Indonesia Timur. Pesona wisata di Gili Trawangan maupun Gili lainnya yang ada di Nusa Tenggara Barat membuat daerah tersebut digandrungi para traveller seluruh dunia. Wayan Edy pun mendirikan bisnis bernama Mahi Mahi Dewata, merupakan jasa penyeberangan antar Pulau Bali dan Lombok menggunakan kapal cepat.
Bukti kesuksesan lainnya yang telah diraih Wayan Edy yaitu restoran yang ia dirikan di Tanah Lot. Ada pula properti dalam bentuk villa yang ia bangun di Seminyak. Keberhasilan yang telah diraihnya merupakan buah dari kerja keras dan usaha yang ia lakoni selama ini. Semangat juang yang ia miliki tidak lain bersumber dari motivasi yang ia pupuk selama ini. Memang, Wayan Edy sejak dulu bercita-cita memperbaiki kesejahteraan hidup sebab di masa lampau ia hidup dalam keadaan serba kekurangan. Ia merupakan putra dari pasangan I Wayan Gutring dan Ni Wayan Ritid. Ayahnya berprofesi sebagai petani sedangkan ibunya berjualan ikan di pasar. Penghasilan keduanya tidak seberapa sementara mereka harus menghidupi ketujuh anak mereka, salah satunya Wayan Edy yang merupakan anak keenam.
Kondisi ekonomi keluarga yang bisa dikatakan pra sejahtera tersebut memotivasi Wayan Edy untuk membantu orangtuanya. Sejak duduk di bangku SD ia telah terbiasa membantu pekerjaan orangtuanya di sawah. Kebiasan bekerja keras sedari dini itu akhirnya terakumulasi menjadi sebuah kebiasaan yang ia bawa hingga dewasa.
Setamat sekolah menengah atas, Wayan Edy mengikuti training di Nusa Dua Beach Hotel. Sejak saat itulah ia mulai menemukan passionnya di pariwisata. Hingga akhirnya ia mulai merintis usaha sendiri dan sukses di masa kini. Lakon hidup yang dijalani Wayan Edy tentunya memberikan inspirasi positif yakni kerja keras yang dilakukan secara presistensi akan membuahkan hasil yang gemilang. Sukses secara finansial, Wayan Edy tetap memiliki keasadaran bahwa apa yang ia miliki sekarang hanyalah titipan dari Tuhan. Maka ia pun tergerak untuk senantiasa membantu sesamanya yang dianggap memerlukan bantuan. Beberapa kali kegiatan sosial dilakukannya di tengah masyarakat, khususnya di lingkungan tempat tinggalnya sendiri di wilayah Cenagi.